Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Mula-mula Pening Campur Ngebet

Pengadilan negeri bengkalis di Dumai menjatuhkan vonis 1 tahun penjara kepada Zuhri karena mengajarkan aliran Islam Jama'ah diantara karyawan Pertamina di Dumai.(ag)

17 Maret 1979 | 00.00 WIB

Mula-mula Pening Campur Ngebet
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
DILARANGNYA sebuah aliran memang tidak selalu berarti berhentinya kegiatan aliran itu. Islan Jama'ah (juga dikenal dengan nama Darul Hadis, sedang mereka sendiri lebih suka menyebut Jama'ah Qur'an Hadis) dilarang Kejaksaan Agung segera sesudah pemilu 1971. Tapi seperti dikatakan Jaksa Agung Ali Said sendiri dalam dengar pendapat dengan Komisi III/DPR bulan kemarin, aliran ini salah satu yang masih aktif di banyak daerah. Orang juga tahu bahwa sementara imamnya sekarang ini ada di Mekah (bahkan sering menyebarkan brosur kepada jemaah haji kita), kegiatan Islam Jama'ah tetap ada misalnya saja di Pekanbaru, Payakumbuh, Kediri (pusat), Karawang, Jakarta sendiri, dan banyak lagi. Dan dari Dumai, untuk TEMPO Ediruslan P. Amanriza juga melaporkan salah satu kasus kegiatannya yang dihentikan oleh pengadilan dengan tindakan hukum. Ini menyangkut seorang bernama Zuhri, 27 tahun, asal Purworedjo, Kedu. Oleh Pengadilan Negeri Bengkalis di Dumai, bulan kemarin Zuhri dijatuhi vonis 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun, plus kewajiban memikul seluruh ongkos perkara. Menarik bahwa Zuhri, yang dipersalahkan melanggar pasal-pasal 1, 2 dan 3 Penpres No. 1/1965, dalam sidang tak lupa menitipkan permintaan maafnya kepada seluruh pengikut, atau siapa saja yang sudah merasa susah karena kegiatannya. Zuhri, selepas dari STM Purworedjo, dulu tinggal di Cempaka Putih, Jakarta. Di situ ia berkenalan dengan lelaki bernama Daldiri. Orang ini memberinya pelajaran agama sampai dirasa cukup. Kemudian Zuhri berangkat ke Dumai -dan diterima bekerja sebagai karyawan dock yard Pertamina Wilayah ll. Di sinilah ia berda'wah. Terhitung sampai April tahun lalu, berhasil mengumpulkan santri 20 orang, kebanyakan temanteman sesama karyawan. Apa yang diajarkan Zuhri ini? Dulu Golkar Tentulah cara hidup yang baik, menyembah Tuhan dengan tekun dan sebagainya. Hanya memang terdapat perbedaan yang tidak hanya dinilai menonjol, melainkan juga runcing. Dan ini memang khas Islam Jama'ah, organisasi pesantren yang berpusat di Pondok Burengan, Kediri, dan yang imamnya (bernama KH Nurhasan Al'Ubaidah) mengklaim dirinya sebagai satusatunya insan di Indonesia yang berhak memberi ijazah untuk mengajar agama. Menurut dia, tak seorang pun boleh mengajar tanpa "ijazah" itu, dan tak-seorang akan selamat tanpa melalui jama'ahnya, yang diatur secara hirarkis sampai kepada para amir di daerah-daerah. Perkumpulan ini juga gigih mengumpulkan shadaqah dari para pemeluknya, bahkan cara pengajaran agamanya umumnya "disederhanakan" untuk memberi tekanan pada perbuatan nyata --meskipun imamnya di Kediri dikenal menggunakan semacam ilmu gaibgaiban, dan menjelang pemilu 1971 dulu gencar sekali mempropagandakan Golkar. Adapun orang di Dumai itu mencatat beberapa ajaran Zuhri selebihnya. Misalnya: khotbah Jum'at harus tetap dengan bahasa Arab, dan karena itu semua ibadat Jum'at (yang khotbahnya berbahasa Indonesia) tidak sah. Bekas sentuhan, dalam keadaan basah, dengan orang dari lain golongan, harus dicuci tiga kali. Tidak sah shalat bermakmum orang bukan warga Islam Jama'ah. Mereka yang belum mengerti arti bacaan shalat, belum wajib shalat. Pernikahan .model KUA, yang ijab-kabulnya tidak pakai bahasa Arab harus diulang. Setiap pengikut harus mematuhi perintah amir (wakil imam di daerah) kecuali bila amir menganjurkan maksiat. Memakai celana panjang yang menutup mata kaki, haram. Yang masuk sorga hanyalah umat Islam Jama'ah. Semua materi tersebut diakui Zuhri kepada TEMPO. Menarik bahwa materi celana homprang itu (yang tidak menutup mata kaki) tidak terdengar menjadi ajaran Islam Jama'ah dari dulu -- setidak-tidaknya sebelum 1971. Tapi para pengikut di Dumai itu memang telah membuktikan mereka semuanya memakai celana komprang. Meski begitu Ben Hutapea, Kepala Bagian Umum Pertamina Wilayah II, menarik kesimpulan dari sidang pengadilan bahwa Zuhri sebenarnya bukan orang militan -- "dan kelihatan tidak mendalami masalah agamanya," katanya. Tetapi, dan ini juga menjadi ciri orang Jama'ah: hadis Nabi yang mengatakan "Sampaikanlah ajaran dariku walaupun sepotong (seayat)," mereka pegang kuat-kuat. Dan karena itu anakanak muda yang sudah sedikit dibimbing gurunya, langsung saja mengajar -- walaupun pas-pasan. Tetapi bila Ben Hutapea tak memandang Zuhri militan (walaupun "mengganggu ketenteraman jalannya perusahaan, karena melibatkan sampai 17 karyawan"), Dandim 0303 Dumai Kol Sartidjo senang sekali mencap mereka itu "mau mendirikan negara Islam." Sartidjo malah menganggap nama "gerakan" itu 'Islam Sejati'. "Tendensi politiknya jelas, dan amirnya itu tidak menyetujui Pancasila," katanya. Zuhri sendiri menjawab dengan lesu ketika ditanya tentang itu. "Yang saya katakan, Pancasila itu bagus," katanya kepada TEMPO. Adapun Kepala Kejaksaan Negeri Dumai, Sawarto SH, menilai kegiatan itu sebagai hanya "penafsiran yang salah terhadap Ajaran Islam, bukan penodaan seperti yang dinyatakan dalam pemeriksaan." Tapi bagaimana "penafsiran yang salah" itu ketahuan? Ada seorang karyawan dock yard juga, bernama Rusdi Kasbari. Rusdi ini punya bini, dan bininya ini-ikut ajaran Zuhri. Eh, sudah dua bulan sang bini selalu menolak bila diajak tidur. Rusdi penasaran. Dalam keadaan pening campur ngebet, ia lantas lapor kepada sepnya di Pertamina. Sang atasan bengong -- dan masa mau mencampuri rahasia rumah tangga orang? Akhirnya Rusdi mengadukan ihwal itu kepada guru bininya, Zuhri itu. Ternyata, mengapa si isteri menolak diajak tidur adalah lantaran sang amir (Zuhri) berfatwa bahwa mereka belum suami-isteri -- walaupun sudah nikah di KUA. Maka si amir pun berbaik hati menikahkan mereka kembali, dan sejak itu hubungan Rusdi laki-bini jadi mesra. Kodim Membongkar Tapi para pimpinan Pertamina yang penasaran. Mereka lalu tahu kegiatan itu -- dan bersama Muspida memanggil seluruh pengikut. Di situ Zuhri dan kawan-kawan masih diberi kesempatan "kembali" -- dan Dandim pun menyodorkan surat perjanjian, bahwa Zuhri tak akan meneruskan ajarannya. Tapi apa lacur. Setelah sejak April tahun lalu mereka berhenti, di bulan Oktober Seksi I Kodim berhasil membongkar keaktifan mereka yang rupanya terus berlanjut. Karena itulah terpaksa mereka berurusan dengan pengadilan. Pertamina segera saja membebas tugaskan ke-7 karyawannya untuk sementara, selama pengusutan berlangsung -- "tapi gaji tetap dibayar," kata Ben Hutapea. Sekarang, setelah semua beres, dan mereka sendiri menyatakan penyesalan, mereka diterima kembali. "Soalnya kami ini memang ingin mengaji," kata Suhadi dan Suparno yang ikut menjadi santri Zuhri. Karena itulah R.H. Subiyanto dari Pertamina Pusat, yang menyempatkan diri datang untuk acara "penerimaan kembali" itu, memesankan agar Badan Da'wah Islam Karyawan yang sudah pernah ada di situ, diaktifkan kembali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus