OPLAH kecil, iklan sedikit, ongkos cetak tinggi, modal miskin,
pengah kurang trampil -- itulah gambaran orang daerah, yang di
luar Jakarta. Sungguh bukan hal baru lagi. Meskipun begitu,
masih tiada bosannya orang mendiskusikan persoalannya. Terakhir
di Ujungpandang, 1 - 5 Maret, berlangsung suatu seminar yang
melibatkan para pejabat, tokoh pers, pengusaha dan perguruan
tinggi.
Seminar ini khusus meninjau situasi kondisi koran Sulawesi
Selatan umumnya, tapi materi pembahasannya cukup relevan juga
untuk daerah lainnya. Apa yang terjadi di Sul-Sel itu, kelihatan
juga di daerah lain.
Di Aceh, misalnya, koran tanpa bantuan pemda maupun Kodam I
tidak bisa terbit teratur. Harian independen Atjeh Post pernah
bisa terbit dua kali seminggu, tapi sudah tiga bulan lenyap pula
dari peredaran. Duta milik Pemda Aceh, dan Iskandarmuda milik
Kodam I teratur muncul dua kali seminggu, tapi peredarannya
hanya berkat "wajib baca" bagi kalangannya.
Koran resmi begitu, kata Prof. Dr. Mattulada dari Unhas, membuat
"kecut hati saya." Tapi kecenderungan ke koran resmi makin
kelihatan di daerah, setidaknya memperoleh bantuan Pemda
setempat.
Dengan Bantuan
Riau dengan Gubernur Subrantas mendorong terbitnya Genta,
umpamanya, dengan SIT sementara dari Kanwil Deppen di Pekanbaru.
Ketika masih diperintah Gubernur Arifin Ahmad, Riau suka
menampung koran dari luar saja, tidak mempunyai suratkabar
lokal. Kini Subrantas bersikap lain. Genta itu sudah beredar,
tapi terhenti karena SIT nya masih belum dikukuhkan oleh Deppen
di Pusat.
Di NTT yang juga belum mempuryai suratkabar lokal, Gubernur dr.
Ben Mboi sudah mengusahakan suatu percetakan offset. Jika mesin
offset itu terpasang, NTT diduga akan memiliki koran resmi, atau
setengah resmi pula.
Maluku sudah mempunyai sejumlah koran, mungkin terlalu banyak,
masing-masing terbit dengan oplah minim 3000. Percetakan di
Ambon menaikkan tarif cetaknya, menggugurkan Duta Masyarakat.
Lagi-lagi tanpa bantuan pihak resmi, koran di situ tak mungkin
bisa terbit.
Mengikuti semboyan "koran masuk desa", Pikiran Rakyat yang
unggul di Bandung menerbitkan edisi Ciamis sejak 1972. "Tanpa
bantuan pemda setempat, PR Ciamis mungkin sudah lama gulung
tikar," seorang redaktur senior PR Bandung mengakui. Dengan
bantuan sekalipun, oplahnya tetap kecil. Jika pengalaman
organisasi, jaringan dan keuangan PR yang demikian kokoh masih
mengharapkan bantuan, apalagi yang kecil-kecil.
Jadi Beku
Sul-Sel cukup berpengalaman dengan bantuan resmi seperti
terdengar dari seminar Ujungpandang. Akibatnya "Citra
(gambaran) masyarakat kurang sedap terhadap pers kita," kata
A.S. Achmad, ketua program Publisistik Unhas. "Fungsi utama
mereka seakan-akan untuk men-support (menunjang) kebijaksanaan
pemerintah saja. Suhu kritik menurun sampai titik beku. Isi
koran diwarnai laporan dinas dan laporan pamongpraja."
Hasil penelitian Unhas, kata Achmad lagi, menunjukkan hanya
sekitar 1% dari pemberitaan koran Ujungpandang yang berisi
kontrol. Para redaktur setempat umumnya tidak membantah bahwa
koran mereka tidak akrab dengan pembaca.
Ada keluhan di seminar itu bahwa jumlah penerbitan pers terlalu
banyak. Walaupun sudah banyak yang rontok, masih bersisa 14 di
Ujungpandang, yaitu 4 harian, 7 mingguan dan 3 bulanan. Tidak
pula semuanya terbit teratur. Di seluruh Sul-Sel, tiap hari
koran cuma 40.000 eksemplar beredar, termasuk yang datang dari
Jakarta.
Yang Dibina
Di propinsi tetangganya, Sulawesi Tengah, pemda tampaknya tidak
begitu menghiraukan apakah ada terbit koran lokal. Di Palu,
demikian pejabat tinggi Sul-Teng, pemda memakai kebijaksanaan
membantu kesejahteraan wartawan, bukan penerbitannya. Terdaftar
32 wartawan yang terjamin di pemda itu. Kebijaksanaan itu, yang
dimulai dari zaman Gubernur Tambunan, kini diteruskan.
Di Sulawesi Utara, pemda kini "memanjakan" penerbitan koran
lokal dengan menambah jumlah langganannya. "Toh kemajuan hanya
sedikit," kata seorang redaktur di Manado.
Bantuan pemda umumnya mungkin bisa menghidupkan, tapi nyatanya
belum menjamin koran itu dibeli dan disukai pembaca. Koran
daerah tetap diperlukan asalkan, seperti disimpulkan oleh
seminar Ujungpandang, ada ketrampilan wartawannya dan kemampuan
manajemen-keuangan perusahaannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini