Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Mengapa Populasi Badak Jawa Berkurang

Auriga Nusantara mendapati 15 badak Jawa hilang di Taman Nasional Ujung Kulon. Luput dari pantauan kamera jebak. 

7 Mei 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Hasil investigasi Yayasan Auriga Nusantara mendapati 15 badak Jawa hilang di Taman Nasional Ujung Kulon.

  • Penyusutan populasi badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon diduga berkorelasi dengan peningkatan perburuan liar.

  • Pemburu badak dari Lampung diduga mengalihkan sasarannya ke badak Jawa.

SETAHUN terakhir, Riszki Is Hardianto, tak hanya sekali menerima kabar tidak baik ihwal badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon di Kabupaten Pandeglang, Banten. Peneliti spesialis konservasi spesies Yayasan Auriga Nusantara itu mendapat informasi dari masyarakat sekitar, pegawai Balai Taman Nasional Ujung Kulon, juga praktisi konservasi badak, bahkan pejabat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. "Pesan mereka seragam: badak Jawa dalam bahaya," kata Riszki melalui sambungan telepon, Kamis, 4 Mei lalu.

Bersama anggota tim peneliti lain dari Auriga, Riszki pun memutuskan mengumpulkan informasi untuk memastikan kebenaran kondisi badak bercula satu yang bernama ilmiah Rhinoceros sondaicus yang makin terancam itu. Ia mengatakan pengumpulan informasi untuk investigasi itu dilakukan secara sistematis. "Surat permohonan informasi juga dikirim kepada Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon. Sayangnya, tidak dipenuhi sama sekali," ujar lulusan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) University itu.

Hasil penelitian Riszki dan tim pun dirilis Auriga Nusantara pada Selasa, 11 April lalu. Penelitian setebal 32 halaman itu berjudul "Badak Jawa di Ujung Tanduk: Langkah Mundur Konservasi di Ujung Kulon". Riszki menyebutkan, berdasarkan temuan penelitiannya, ada 15 badak di Taman Nasional Ujung Kulon yang hilang tak terpantau kamera jebak selama tiga tahun terakhir. Selain itu, sebanyak tiga individu—satu jantan dan dua betina—ditemukan mati pada 2020 dan 2021. 

Riszki mengungkapkan, situasi ini makin parah karena tujuh dari 15 badak yang hilang adalah badak betina. “Kehilangan tujuh betina ini tentunya akan menjadi kehilangan yang sangat besar untuk kestabilan populasi di Taman Nasional Ujung Kulon,” tutur Riszki. Komposisi badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon berdasarkan jenis kelamin memang masih didominasi jantan. Idealnya, satu jantan berbanding empat betina.

Anggota Monitoring Badak Jawa (MBJ) menunjukkan satu individu badak jawa yang berhasil terekam oleh kamera jebak di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten, Mei 2022/Antara/ Muhammad Adimaja

Penelitian Auriga pun menemukan adanya kesenjangan data yang diumumkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan data hasil pantauan kamera jebak. Perbedaan data itu, kata Riszki, terjadi dalam empat tahun terakhir. Ia menyebutkan perbedaan data menjadi wajar dalam pemantauan, tapi ada kewaspadaan yang perlu ditingkatkan. "Kita perlu waspada ketika kesenjangan antara data dari KLHK dan data deteksi kamera makin tahun makin lebar," dia mengungkapkan.

Pada 2013, Riszki berujar, populasi badak Jawa yang diumumkan KLHK adalah 55 individu, sedangkan yang berhasil dideteksi kamera sebanyak 54 individu. Pada 2020, kesenjangan mulai terlihat melebar, ketika populasi badak Jawa yang diumumkan oleh KLHK mencapai 73 individu, sedangkan jumlah badak yang terdeteksi kamera hanya 34 individu. Pada 2021, jumlah badak yang terdeteksi sempat naik menjadi 56 individu dari 76 individu yang dilaporkan KLHK. Angka itu kembali anjlok pada 2022: jumlah yang terpantau hanya 34 individu dari 77 individu yang diumumkan. 

“Jangan sampai badak Jawa punah dalam kesunyian. Kita hanya tahu populasi aman dan terus bertambah, nyatanya terus berkurang jumlahnya di habitat," ucap Riszki. Dalam konferensi pers virtual pemaparan hasil penelitian pada Selasa, 11 April lalu, Ketua Yayasan Auriga Nusantara Timer Manurung mengatakan hilangnya 15 badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon ini berkaitan dengan peningkatan aktivitas perburuan liar di Semenanjung Ujung Kulon. 

Timer menuturkan, dari kamera jebak yang terpasang di kawasan tersebut, beberapa kali terpantau aktivitas perburuan liar di sejumlah lokasi. Pada 2022, Timer mengimbuhkan, terpantau enam aktivitas perburuan liar dengan senjata api yang terekam oleh kamera jebak milik pengelola Taman Nasional Ujung Kulon. Yang juga membahayakan kelestarian badak adalah kerap ditemukannya alat jerat untuk mamalia besar yang dipasang pemburu liar.

Peningkatan aktivitas perburuan liar ini, menurut Timer, diduga berkorelasi langsung dengan menyusutnya populasi badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) di Lampung. Ia menduga para pemburu badak profesional di Lampung beralih ke Ujung Kulon yang jaraknya relatif dekat. “Kita harus waspada betul para pemburu profesional dari Lampung mengalihkan sasarannya ke Ujung Kulon,” ujarnya.

Timer menerangkan, dengan luas kawasan Taman Nasional Ujung Kulon yang hanya sekitar 45 ribu hektare, seharusnya kamera jebak pendeteksi bisa merekam lebih banyak jumlah badak. Ia menyebut Taman Nasional Ujung Kulon sebagai kawasan konservasi yang memiliki kamera pemantau paling sistematis di Indonesia. Timer menambahkan, bakal muncul pertanyaan mengapa kamera pemantau hanya mendeteksi sedikit badak dalam tiga tahun terakhir. "Diasumsikan saja badak itu hilang. Jadi difokuskan pada yang masih terekam yang jumlahnya di bawah 40 individu sampai saat ini,” tutur Timer.

Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon Anggodo di kantor Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Labuan, Pandeglang, Banten, 5 Mei 2023/Tempo/M Taufan Rengganis

Yang juga menjadi perhatian dalam penelitian Auriga Nusantara, menurut Timer, adalah terjadinya perkawinan sedarah pada badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon. Fenomena ini bisa menjadi ancaman serius terhadap kelestarian badak Jawa. “Kami mendapat informasi yang meyakinkan mengenai kecacatan genetis badak Jawa di Ujung Kulon (akibat perkawinan sedarah),” katanya. Perkawinan sedarah itu, Timer mengungkapkan, terjadi karena badak hidup dalam satu habitat yang luasnya hanya sekitar 45 ribu hektare. 

Menurut dia, perkawinan sedarah akan menghasilkan anak dengan kualitas genetik yang terdegradasi. Meskipun setiap tahun hampir selalu ada anak badak baru yang lahir, Timer menerangkan, banyak dari mereka yang kualitas genetiknya menurun. “Sehingga peluang hidup mereka akan berkurang dan rentan terserang penyakit,” ujarnya. Timer menjelaskan, fakta adanya perkawinan sedarah pada badak Jawa masih belum banyak diteliti. Fenomena ini, dia mengimbuhkan, perlu diteliti supaya bisa segera ditangani secara tepat.

Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon Anggodo mengatakan pihaknya telah berupaya menelusuri jejak badak yang tidak terdeteksi oleh kamera jebak. Menurut dia, dua dari 15 badak bercula satu ini kembali terdeteksi kamera pada 2022, yakni badak Melati bersama anaknya, Silva. "Badak-badak di Ujung Kulon ini kami kasih nomor ID dan nama untuk memudahkan pemantauan," tutur Anggodo saat ditemui Tempo di kantornya, Jumat, 5 Mei lalu.

Dia mengaskan, tiga badak yang ditemukan mati dalam rentang 2020-2021 tidak teridentifikasi akibat perburuan. Pada 5 Februari 2020, tim patroli Taman Nasional Ujung Kulon menemukan kerangka tulang badak yang diduga bernama Febri. Lalu, pada Februari 2021, kembali ditemukan dua pasang kerangka tulang yang diidentifikasi bernama Wira dan Puspa. Untuk mengindentifikasi kematian badak, menurut Anggodo, pihaknya telah bekerja sama dengan tim kedokteran hewan dari IPB University. "Badak-badak itu masih memiliki cula, jadi tidak ada indikasi sebagai korban perburuan liar," tuturnya.




Nama Badak di Taman Nasional Ujung Kulon

No. ID Nama Tahun Teridentifikasi Jenis Kelamin Keterangan
1 Kujang 2011 Jantan
2 Mandala 2011 Jantan
3 Arya 2011 Jantan
4 Dewi 2011 Betina
5 Jaro 2011 Jantan
6 Demang 2011 Jantan Mati 2015
7 Rawing 2011 Jantan
8 Palasari 2011 Betina
9 Sudara 2011 Jantan Mati 2012
10 Tebe 2011 Jantan
11 Patih 2011 Jantan
12 Sultan 2011 Jantan Mati 2014
13 Puri 2011 Betina
14 Pura 2011 Jantan
15 Puspa 2011 Betina Mati 2020
16 Kancana 2011 Jantan
17 Raksa 2011 Jantan
18 Dipati 2011 Jantan
19 Dwipa 2011 Jantan
20 Taji 2011 Jantan
21 Rakata 2011 Jantan
22 Iteung 2011 Betina Mati 2013
23 Ambu 2011 Betina
24 Ratih 2011 Betina
25 Mandalika 2011 Jantan
26 Bima 2011 Jantan
27 Siti 2011 Betina
28 Sinta 2011 Betina
29 Rana 2011 Jantan
30 Rani 2011 Betina
31 Lomar 2011 Jantan
32 Kasih 2011 Betina
33 Purbaya 2011 Jantan
34 Suci 2011 Betina
35 Ratu 2011 Betina
36 Pajero 2012 Jantan
37 Samson 2012 Jantan Mati 2018
38 Sanghyang 2012 Jantan
39 Srikandi 2012 Betina
40 Putri 2012 Betina
41 Silva 2012 Betina
42 Arjuna 2012 Jantan Mati 2014
43 Desy 2012 Betina
44 Ratna 2012 Betina
45 Kiansantang 2012 Jantan
46 Sari 2012 Betina Mati 2018
47 Rama 2012 Jantan
48 Ramona 2012 Betina
49 Tiara 2012 Betina
50 Rangga 2012 Jantan
51 Rimbani 2012 Betina
52 Pandawa 2012 Jantan
53 Duba 2013 Jantan
54 Bayu 2013 Jantan
55 Boncel 2013 Jantan
56 Musofa 2013 Jantan
57 Mantili 2013 Betina
58 Anjani 2013 Betina
59 Bety 2013 Betina
60 Rislan 2014 Betina
61 Melati 2013 Betina
62 Arum 2014 Betina
63 Menur 2015 Betina
64 Satria 2015 Jantan
65 Mahesa 2015 Jantan
66 Jalu/Denok 2015 Betina
67 Wira 2015 Jantan Mati 2021
68 Bagas 2014 Jantan
69 Prabu 2015 Jantan
70 Manggala 2016 Jantan Mati 2019
71 Irna 2016 Betina
72 Mayang 2017 Betina
73 Bagus 2018 Jantan
74 Febri 2018 Betina Mati 2021
75 Mahardika 2018 Betina
76 Hawa 2018 Betina
77 Prameswari 2018 Betina
78 Riris 2019 Betina
79 Wimar 2019 Jantan
80 Raden 2019 Jantan
81 Luther 2020 Jantan
82 Helen 2020 Betina
83 Tasia 2021 Betina
84 Wiratno 2021 Jantan
85 Rimba 2021 Jantan
86 Sekar 2021 Betina
87 Siti 2 2021 Betina
88 Merdekasari 2022 Betina
89 LordZac 2022 Jantan
90 N/A 2022 N/A Belum ada data
91 N/A 2022 N/A Belum ada data

Jantan = 47  |  Betina = 42  |  Belum ada data = 2
 


Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anggodo menyebutkan, telah ada tim yang melakukan pengamatan dengan menelusuri jejak ataupun kotoran satwa yang tak terpantau kamera jebak. Menurut dia, kamera pemantau yang berjumlah 130 buah belum bisa memantau aktivitas semua badak di Ujung Kulon. Ia memperkirakan butuh sebanyak 300 kamera pemantau untuk mendeteksi semua badak di Taman Nasional Ujung Kulon. "Apalagi badak ini hewan soliter dengan daya jelajah sejauh 20 kilometer per hari. Punya tantangan tersendiri memantaunya," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain kekurangan kamera pemantau, Anggodo menyebutkan keberadaan para pemburu burung, kancil, dan babi yang berniat mengganggu perekaman aktivitas hewan bercula satu ini. Menurut dia, para pemburu yang membawa senjata kadang merusak kamera karena merasa terusik. "Mereka kadang mengambil kamera atau memorinya. Jadi pemantauan ikut terganggu," ujarnya.

Anggodo mengatakan pihaknya serius menjaga kelestarian badak dengan membentuk tim patroli sebanyak tujuh regu. Setiap regu terdiri atas 1 petugas Taman Nasional Ujung Kulon dan 5 warga sekitar. "Lima regu melakukan patroli di darat, sedangkan dua regu bertugas di laut. Jadi potensi perburuan badak bisa diminimalkan," ucapnya.

Mengenai adanya penurunan kualitas genetik, pihak Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Anggodo menjelaskan, telah berupaya mengawinkan dua pasang badak dari dua jalur keturunan induk betina (haplotype) yang berbeda. Anggodo menyebutkan kerja samanya dengan pihak IPB University telah menemukan adanya dua jalur keturunan yang berbeda yang tersebar di daerah timur dan barat.

Anggodo percaya perkawinan sedarah atau allele recessive menurunkan kualitas genetik badak Jawa dengan temuan 13 individu yang memiliki cacat bawaan. Menurut dia, penyelesaian pembangunan Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) seluas kurang-lebih 5.000 hektare bakal menjadi solusi untuk meningkatkan kualitas genetik badak. "Nanti kami bakal menggiring dua pasang badak yang berbeda jalur indukan betina agar bisa berkembang biak di kawasan JRSCA," tuturnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Artikel ini terbit di edisi cetak di bawah judul "Luput Badak dari Kamera Jebak"

Irsyan Hasyim

Irsyan Hasyim

Menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, dan hukum. Kini pengurus di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, organisasi jurnalis Indonesia yang fokus memperjuangkan kebebasan pers.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus