Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Aliansi Rakyat Trenggalek—kelompok masyarakat yang terdiri atas pemuda, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi keagamaan—gencar menyuarakan penolakan terhadap tambang emas PT Sumber Mineral Nusantara di Trenggalek.
Komunitas pemuda Desa Ngadimulyo menolak tambang emas di kawasan karst yang saat ini menjadi sumber air bersih penduduk dan dimanfaatkan untuk bertani.
Gerakan Pemuda Ansor dan Pemuda Muhammadiyah Trenggalek juga masuk barisan penolak tambang emas ini
ARIS Prasetyo, 25 tahun, cekatan bersepeda motor di atas licinnya lintasan sempit di kawasan Dukuh Jerambah, Dusun Buluroto, Desa Ngadimulyo, Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Di tengah gerimis dan kabut yang membasahi kawasan hutan di sana, Aris menyelinap ke lahan yang ditumbuhi semak dan kapulaga pada Selasa, 30 Agustus lalu. Kemudian ia menunjukkan pal semen berdiameter 30 sentimeter dengan tinggi hampir sama dengan penampangnya. Aris teringat, bersama setidaknya sepuluh orang lain, ia dulu menggarap pengeboran eksplorasi tambang emas milik PT Sumber Mineral Nusantara (SMN). Sekitar sebulan mereka menyelesaikan pengeboran itu. “Kami bekerja 24 jam, ada giliran kerja tiap delapan jam,” kata Aris kepada Tempo yang mengikutinya.
Titik pelubangan bumi ini adalah satu dari 18 titik pengeboran yang digarap SMN pada Mei 2016. Bersamaan dengan pengeboran, SMN melakukan pemetaan geologi semidetail, survei magnetik bumi, dan pengambilan contoh tanah. SMN memasukkan Dusun Buluroto ke satu paket lokasi geologis Sentul-Buluroto meski secara administrasi Dusun Sentul masuk wilayah Desa Karangrejo, masih di Kecamatan Kampak.
Selain di Sentul-Buluroto, juga Jerambah, SMN melakukan eksplorasi di tujuh lokasi prospek: Singgahan, Torongan, Ngerdani, Bogoran, Timahan, Sumberbening, dan Dalang Turu. Selanjutnya, SMN mengajukan permohonan izin usaha pertambangan seluas 12.833,57 hektare atau hampir 10 persen dari wilayah Kabupaten Trenggalek yang memiliki luas 126.140 hektare.
Sebagian besar area inti rencana tambang emas ini berupa kawasan lindung, permukiman, dan ekosistem karst pada ketinggian 400-500-an meter di atas permukaan laut. Tak jauh dari titik pengeboran, masih di Buluroto, berdiri Bukit Jayengkusuma. Pada saat cuaca cerah, dari pucuk bukit ini orang bisa melihat keindahan Pantai Prigi, Pantai Blado Munjungan, bahkan wilayah Kabupaten Tulungagung.
Mendatangi lokasi yang berjarak 24 kilometer dari jantung Kabupaten Trenggalek itu, Aris ditemani Dian Eko Prasetyo, 38 tahun. Dian adalah warga Desa Ngadimulyo yang bersemangat menyuarakan penolakan terhadap tambang. Ia aktif di kegiatan Aliansi Rakyat Trenggalek, kelompok masyarakat yang terdiri atas pemuda, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi keagamaan yang gencar menyuarakan penolakan terhadap tambang emas. Di tengah gencarnya SMN mengambil hati warga Ngadimulyo dan Karangrejo, Dian bergerak baik secara senyap maupun terbuka.
Bersama komunitas pemuda desanya, Dian rajin mendekati warga untuk memberitahukan bahaya tambang emas bagi manusia dan lingkungan hidup. Ia mengungkapkan, mata air yang saat ini menjadi sumber air bersih penduduk, dan dimanfaatkan untuk bertani, akan hilang jika bumi di situ dikeruk demi tambang.
Dari ketinggian bukit di Buluroto, Dian menunjukkan lembah berkabut di selatan Gunung Manikoro. Dari situlah aliran air Sungai Tawing bermula, yang kemudian mengaliri sawah-sawah penghasil padi dan palawija di Kecamatan Kampak, Gandusari, Pogalan, Durenan, hingga wilayah kabupaten sebelah, Tulungagung. “Kita bisa hidup tanpa emas, tapi enggak bisa hidup tanpa air,” tutur Dian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aksi berbagai elemen masyarakat Trenggalek menolak rencana tambang emas di Trenggalek, Jawa Timur, 25 Oktober 2021/Mongabay Indonesia/A.Asnawi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gerakan Pemuda Ansor—badan otonom di bawah Nahdlatul Ulama—dan Pemuda Muhammadiyah Trenggalek masuk barisan penolak tambang emas ini. Elemen penolak tambang emas ini gencar menyebarkan poster dan rekaman video perlawanan di media sosial. Baliho dan spanduk penolakan tambang terpasang di sejumlah lokasi di Trenggalek. Salah satunya di Jalan Kampak-Munjungan, akses menuju lokasi tambang emas dari arah Ngadimulyo.
Mereka juga rajin membikin diskusi, bahkan pengajian dengan tema lingkungan. Pemuda Muhammadiyah Trenggalek, misalnya, menyatakan secara resmi menolak tambang emas sejak April tahun lalu. Buat Pemuda Muhammadiyah, eksploitasi emas dan material pengikutnya di Trenggalek akan berdampak kerusakan ekologi yang nilainya tidak sebanding dengan pembagian keuntungan yang didapatkan masyarakat dan negara.
Ketua Pemuda Muhammadiyah Trenggalek Wahid Syahril Shidiq mengatakan lokasi tambang berada di kawasan hutan lindung yang harus dipertahankan untuk menjaga keseimbangan lingkungan. “Lokasinya di kawasan ekosistem karst, yang seharusnya tidak boleh dialihfungsikan menjadi lahan tambang,” ucapnya.
Penggalangan dukungan untuk menolak tambang emas di Trenggalek juga dilakukan Aliansi Rakyat Trenggalek melalui platform petisi Change.org. Pengumpulan sokongan digelar sejak 9 Maret tahun lalu. Hingga Jumat, 2 September lalu, pukul 16.00, sebanyak 22.714 orang telah membubuhkan tanda tangan pada laman petisi tersebut.
Di balik perlawanan ini, ada kelompok masyarakat yang mendukung tambang emas. Mereka berhimpun dalam Paguyuban Masyarakat Peduli Trenggalek. Elemen ini dipimpin Bahroji, 45 tahun, warga Bogoran pemilik perusahaan persekutuan komanditer yang bergerak di bidang jasa konstruksi bangunan. “Kami masih baru, dan akan terus mengumpulkan dukungan,” katanya.
Pada Selasa, 30 Agustus lalu, paguyuban itu bertemu dengan sejumlah orang dari Sumber Mineral Nusantara. Menurut Bahroji, pertemuan itu digelar untuk menyamakan persepsi agar pertambangan dilakukan sesuai dengan peraturan dan dikerjakan para ahli yang paham mengenai tambang emas. Dengan begitu, dia menambahkan, keselamatan warga di area sekitar tambang terjaga dan lingkungan tidak rusak.
Ihwal kelompok pendukung tambang ini, Tempo mendapatkan informasi dan nomor kontaknya dari Handi Andrian, General Manager External Affairs PT Sumber Mineral Nusantara. “Monggo (silakan) ditemui. Tidak semua masyarakat menolak. Ini agar Tempo dapat perspektif dari masyarakat yang mendukung,” ujar Handi.
Rumah Bahroji berada di Setono, Bogoran, di tepi jalan utama menuju lokasi tambang di Sentul, Karangrejo. Di ruang tamu, terpasang potret tokoh sufi Syekh Abdul Qadir Jailaini. Bahroji menyatakan dukungannya bukan untuk menandingi kelompok penolak tambang. “Mereka saudara kami, sama-sama hidup di Trenggalek,” ucapnya.
Menurut Bahroji, sejak dia lahir, situasi Trenggalek begitu-begitu saja, kurang berkembang. Bagi dia, saat ini warga Trenggalek sedang menjerit karena hidup susah. Karena itu, ia meminta masuknya investor tambang emas ini disambut baik karena akan banyak menyerap tenaga kerja.
Ia pun berharap masuknya investor akan membuat warga Trenggalek lebih sejahtera. “Kalau enggak ditambang, emas yang semestinya jadi berkah malah bisa mendatangkan bahaya karena mengingkari karunia Allah. Saya yakin itu,” tuturnya.
Ketua Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor Trenggalek M. Izzudin Zakki atau Gus Zakki menyangkal soal berkah emas ini. Menurut pengasuh Pondok Pesantren Al Falah Kedunglurah ini, dengan digalinya bumi Trenggalek hingga sangat dalam dan luasnya pun berhektare-hektare, yang muncul bukan berkah, melainkan bencana akibat rusaknya alam.
Kepada Tempo, Gus Zakki menyatakan penolakan terhadap tambang emas ini telah menjadi keputusan organisasi dan seizin pimpinan pusat. Karena itu, dalam setiap kegiatan organisasi, ia menanamkan penolakan itu agar menjadi sikap semua anggota Ansor. Jika ada anggota Ansor Trenggalek yang mendukung masuknya tambang emas, ia akan memecatnya.
Sebagai kiai muda, Gus Zakki juga sering diundang untuk mengisi pengajian di kampung-kampung. Tak lupa ia menyelipkan ajakan perlawanan terhadap tambang emas. “Kami akan menghadang dan mengusir jika alat berat pertambangan emas masuk Trenggalek,” ujarnya
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo