Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Berselancar di air cemar

Ni ketut wardani, 49, meraih gelar doktor dari ipb. disertasinya tentang limbah dari tempat pembuangan akhir (tpa) sampah di gunung kangin, bali. pantai sanur tercemar. areal bakau digusur.

25 November 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMULA, Ni Ketut Wardani cuma bisa mengelus dada, setiap kali melihat sampah yang menggunung di Suwung Kangin. Dia merasa kesal, sebab timbunan sampah itu begitu dekatnya dengan garis pantai wisata Sanur-Benoa. Akhirnya, Kepala Lab Biologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Udayana, Denpasar, itu turun juga mengaduk-aduk sampah tadi, lalu mengemasnya dalam bentuk disertasi. Gelar doktor pun dianugerahkan kepada Ni Ketut Wardani, 49 tahun, Sabtu dua pekan lalu, dari IPB. Yang istimewa pada sidang doktor itu, Gubernur Bali Prof.Dr. Ida Bagus Oka, yang masih tercatat sebagai guru besar di FK Unud, hadir pula sebagai penguji di luar komisi. Wardani dinyatakan lulus dengan predikat cum laude. Namun, Ketut Wardani masih saja merasa pekerjaannya belum tuntas. Sebab, dia masih menghadapi kenyataan bahwa pantai kebanggaan orang Bali, antara Sanur dan Benoa, terus tercemari limbah dari TPA (tempat pembuangan akhir) sampah di Suwung Kangin. Bahan pencemar itu merembes lewat tanah berpasir di areal itu, atau terbawa oleh air pasang. "Penetapan Suwung Kangin sebagai TPA harus cepat ditinjau kembali," kata Wardani. Pangkalan sampah Suwung Kangin berada di tengah pertambakan penduduk, 4 km dari Denpasar, dan hanya berjarak 250 meter dari garis pantai Sanur-Benoa. Di TPA ini, dalam penelitian Wardani, terdapat sampah 760 ribu m3 pada akhir 1988 lalu. Padahal, di pantai itulah para wisatawan mereguk kegembiraan, bermain-main dengan ombak, menyelam, berselancar, atau cukup berbaring di atas pasir putih. Tumpukan sampah itu menyebar pada areal seluas 10 ha di Suwung Kangin. Alhasil, muncul problem baru: pencemaran. Gundukan sampah itu ternyata "meneteskan" air limbah yang sarat dengan bahan-bahan pencemar. Air limbah semacam itulah, yang kini setiap hari merembes ke pantai dan ke sumur-sumur penduduk. Pencemaran limbah TPA Suwung Kangin ini, dalam riset Wardani, masih terasa sampai jarak 1,5 km. Sedangkan gangguan atas sumur penduduk masih terdeteksi sampai radius 750 meter. Limbah TPA itu memang begitu keruh. Kadar partikel tersuspensinya, yang melayang dalam air limbah itu, 20.000 mg per liter. Jauh di atas ambang batas air limbah versi KLH yang hanya 500 mg/liter. Bahan pencemar padat yang terlarut (tak kasat mata) dalam air limbah itu pun cukup tinggi: 27.500 mg/liter. Sementara itu, ambang batas versi KLH hanya 5.000 mg/liter. Tapi yang menyedihkan adalah kandungan minyak nabatinya, yakni 260 mg/liter, 13 kali lipat dari batas KLH. Alhasil, "Limbah itu akan membuat air laut kelihatan berminyak dan keruh" tutur Ketut Wardani. Kekeruhan air limbah itu bisa pula menular ke air pantai. Kejernihan air laut di situ, menurut Wardani, hanya satu meter. Artinya, daya tembus pandangan mata hanya satu meter. Di lokasi lain, yang jauh dari TPA Suwung, daya tembus pandangan bisa mencapai tiga meter. Pesisir yang cantik itu kini ditaburi sampah plastik, kaleng, dan sobekan kertas. Sampah itu rupanya merambah pula ke tambak udang di sekitar TPA. Plastik, karton, dan kaleng susu kini menjadi pemandangan sehari-hari di saluran air tambak. "Kadang-kadang disertai bau busuk," kata Suhari, teknisi tambak di situ. Suhari menuding pangkalan sampah itulah yang menyebabkan tambaknya yang dikelola secara intensif tak bisa berproduksi tinggi. "Di Pasuruan (Ja-Tim) bisa panen enam ton, di sini paling dua ton," tuturnya. Limbah TPA Suwung Kangin juga menyusup jauh ke sumur-sumur penduduk. Wardani menemukan tingkat pencemaran di sumur penduduk cukup serius. Kadar unsur klorida (Cl), misalnya, sampai 1.091 mg/l, hampir dua kali lipat dari persyaratan yang dikeluarkan Departemen Kesehatan. Selain terganggu klorida, penduduk sekitar juga sering terganggu oleh bau busuk amoniak. Secara rata-rata Wardani menemukan angka 2 mg amoniak per liter air sumur. Padahal, dalam ketentuan Depkes, mestinya air minum itu bebas sama sekali dari amoniak. Air sumur penduduk di situ pun kekeruhannya cukup tinggi, yakni 86,5 unit. Standar Depkes sebetulnya mensyaratkan di bawah 25 unit. "Air sumur penduduk jadi tak layak untuk air minum," kata Wardani. Menurut kabar, TPA sampah Suwung Kangin itu sebetulnya akan diperluas sampai 100 ha. Penanganan sampah di situ, menurut Wali Kota Denpasar Made Suwendha, telah ditetapkan dengan metode Sanitary Land Fill. Artinya, selapis sampah itu ditunggu busuk, lalu diuruk dengan tanah. Lalu ditaburi sampah lagi dan diuruk lagi. Begitu seterusnya. Namun, seorang pekerja TPA mengakui metode itu tak jalan. Sebab, sebelum sampah membusuk, telah datang lagi sampah yang lain. Alhasil, "Kami cuma bisa meratakan dan memadatkan dengan buldozer," ujarnya. Diakui oleh Made Suwendha, urusan sampah Denpasar cukup ruwet. "Sehari terkumpul 1.400 m3," ujarnya. Pembakaran sampah? "Tak diizinkan oleh Wali Kota," kata satpam di TPA Suwung Kangin, "Sebab, depot minyak Pertamina tak jauh dari sini." Prof. Ishemat Soerianegar, promotor Wardani, mengusulkan agar TPA Suwung Kangin itu dipindahkan saja. "Dari segi lingkungan maupun estetika, saya tak melihat alasan untuk mempertahankanya," ujar ahli bakau IPB ini. Ishemat juga menyayangkan penggusuran bakau di areal itu. Sebab, menurut guru besar IPB ini, akar dan lumpur bakau bisa menyerap berbagai senyawa kimia yang ditimbulkan oleh sampah. Sedangkan tajuknya bisa menahan segala macam plastik dan kertas. Gubernur Ida Bagus Oka sendiri tak keberatan jika TPA di Suwung Kangin itu dipindahkan. "Saya juga sudah meminta agar penyampai disertasi itu memberikan alternatif lain," ujarnya. Putut Tri Husodo, Joko Daryanto, dan I Nengah Weja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus