Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Bonsai di Sumur Banjar Panji

Polisi dan jaksa berbeda pendapat soal penyebab semburan lumpur. Kasusnya tak kunjung sampai ke meja hijau.

12 Maret 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengusutan hukum kasus semburan lumpur panas di Sidoarjo bergerak seperti setrika: bolak-balik. Dua kali Polda Jawa Timur menyerahkan berkas ke Kejaksaan Tinggi, dua kali pula instansi ini mengembalikannya ke polisi. ”Banyak syarat formal dan material yang belum lengkap,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Marwan Effendi.

Marwan menyebut beberapa kekurangan, umpamanya keterangan saksi yang lampirannya hanya fotokopi. Dia juga mempertanyakan lambannya polisi menyita dokumen kontrak kerja PT Lapindo Brantas Inc. dengan PT Medici Citra Nusa selaku kontraktor pengeboran sumur Banjar Panji-1.

Kejaksaan juga belum menerima kontrak kerja PT Medici dengan subkontraktor di bawahnya. Demikian pula dokumen yang terkait izin pengeboran sumur Banjar Panji-1 serta surat persetujuan BP Migas soal penentuan titik lokasi, hasil survei geologi, dan survei seismik sumur di Porong.

Syarat material yang dimaksud jaksa berupa berkas pemeriksaan saksi dan barang bukti yang dinilai kurang cermat sebagai fakta hukum. Marwan menunjuk pada tersangka Edi Sutriono, anggota staf pengeboran PT Lapindo Brantas Inc. ”Kalau berkas pemeriksaan ini dipaksakan, akan lemah di pengadilan,” katanya.

Sejak menyelidiki kasus ini delapan bulan lalu, polisi telah menetapkan 13 tersangka. Dari PT Lapindo Brantas, antara lain, General Manager Imam Pria Agustino, mantan General Manager Aswan P. Siregar, Edi Sutriono, dan William Hunila, anggota staf pengeboran.

Dari PT Medici, antara lain, Direktur Utama Yeni Nawawi, Manajer Proyek Slamet Rianto, Penyelia Pengeboran Rahenold, Subie serta Slamet B.K., anggota staf supervisi pengeboran. Sejumlah nama lain adalah Sulaiman bin Ali, pengawas rig; Lilik Marsudi, juru bor; dan Sardianto, mandor pengeboran.

Polisi menjerat semua tersangka dengan Pasal 187 dan 188 KUHP tentang perbuatan yang membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang. Ancaman pidana untuk tuduhan ini adalah hukuman penjara dari 12 tahun sampai seumur hidup. Juga, Pasal 41 dan 42 ayat 1 dan 2 tentang ketentuan pidana Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Direktur Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Rusli Nasution membantah soal ketidaksiapan jajarannya. ”Berkasnya sudah cukup, yang belum nyambung hanya soal pemahaman dalam melihat kasus,” ujarnya.

Pada rapat Komisi Lingkungan DPR dengan Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo di Jakarta pada Kamis pekan lalu, Kepala Polda Jawa Timur Inspektur Jenderal Polisi Herman Suryadi Sumawiredja menjelaskan bahwa ada perbedaan penilaian antara polisi dan jaksa soal penyebab semburan lumpur. Polisi kini tengah merancang agenda bedah kasus Lapindo bersama jaksa penuntut dengan mengundang ahli hukum, geologi, dan lingkungan agar pemahaman polisi dan jaksa bisa sesuai.

Kontroversi penyebab semburan telah membelah ahli geologi menjadi dua kubu: antara pendukung teori fenomena alam mud volcano yang menyebabkan semburan dan kubu yang menyalahkan pengeboran sebagai sebab utama. Profesor R.P. Koesoemadinata, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia periode 1973-1975, misalnya, ada di pihak penentang teori mud volcano. Sebaliknya Ketua Umum IAGI Achmad Luthfi yang juga Deputi Perencanaan Badan Pelaksana Migas pendukung teori ini.

Menanggapi kontroversi itu, Herman berjanji bahwa polisi akan berpegang pada hukum pembuktian. ”Tidak ada pembonsaian dalam kasus ini. Saya pertaruhkan jabatan,” katanya kepada anggota DPR.

Sumber Tempo di Tim Nasional menjelaskan bahwa pihaknya telah menyerahkan bukti baru kepada polisi berupa temuan soal tekanan dari mesin pengeboran Lapindo yang ternyata melebihi tekanan Maximum Allowable Surface Pressure (MASP) yang diperbolehkan. ”Ini akibat penanganan semburan dari bawah tanah yang terlambat,” katanya.

MASP merupakan tekanan maksimal di permukaan agar tak terjadi retakan di bawah kaki pipa selubung. Pipa selubung memang terpasang sampai kedalaman 1.074 meter. Kondisi akan aman selama tekanan di dalamnya tak melebihi tekanan pecah batuan di permukaan yang diindikasikan dengan MASP.

Dimas Adityo, Untung Widyanto, Kukuh S. Wibowo (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus