Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ide itu meloncat dari kepala Syahraz Maghribi dan Imam Hartoko saat menyaksikan endapan lumpur Sidoarjo, Jawa Timur, yang kian meluas. ”Semestinya semburan bisa dilokalisir,” kata Syahraz.
Sarjana lulusan Teknik Sipil Universitas Diponegoro, Semarang, dan Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, itu lantas merancang kolam lumpur bertanggul secara bersusun. Bentuknya berjenjang mirip Candi Borobudur.
Menurut Syahraz, kolam susun ini bisa menampung lebih banyak lumpur, mengurangi tekanan semburan dan melokalisasi endapan. Kolam ini juga bisa meminimalkan dimensi kubangan bila terjadi keruntuhan tanah di sekitar pusat semburan. ”Saya yakin ini bisa mengatasi lumpur dalam jangka panjang,” kata Syahraz.
Dibuat dalam bentuk ideal berupa lingkaran dengan poros pusat semburan, radius kolam di lapisan terbawah mencapai 1.300 meter. Kolam atas radiusnya setengah dari kolam bawah. Setiap kolam dibelah tanggul yang merupakan lalu lintas lumpur dari setengah lingkaran atas dan bawah. Tanggul melintang ini mempunyai pintu tutup-buka yang mengatur masuknya lumpur. Selain pintu lumpur, ada juga pintu air di garis luar yang akan mengalirkannya ke Sungai Porong.
Sebagai tahap awal, lumpur dialirkan ke kolam setengah lingkaran hingga 70 persen. Setelah itu pintu lumpur ditutup dan pintu air dibuka. Sebaliknya lumpur mulai dimasukkan ke setengah kolam lain. Total luas kolam paling bawah ini adalah lima juta meter persegi. Dengan ketinggian delapan meter, kolam bisa menampung 35 juta meter kubik lumpur padat, 49 juta meter kubik lumpur cair dan 14 juta meter kubik air.
Setelah lumpur di kolam mengering, barulah dibuat tumpukan selanjutnya. Masih dengan pola yang sama hanya ukurannya lebih kecil setengahnya dari kolam bawah. Dengan asumsi semburan lumpur 132 ribu meter kubik per hari, enam kolam dengan tinggi 39 meter bisa melokalisasi lumpur. Total daya tampung enam tumpuk kolam ini sekitar 133 juta meter kubik. Sementara luas lahan yang diperlukan adalah 553 hektare. Kalau lumpur masih meluap, kolam bisa ditambah menjadi tujuh susun dan seterusnya.
Menurut Syahraz, metode ini belum pernah diujicobakan karena keterbatasan biaya. Departemen Pekerjaan Umum juga belum menjawab proposal mereka. Tak ingin ide itu hanya berakhir di kepala, Syahraz dan Imam memajangnya di halaman Internet. Dan, ternyata, mengundang diskusi yang ramai.
Yandi M.R., Rohman Taufiq
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo