Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Mengapa orang menjadi di

Leiden: kitlv, 1981 resensi oleh: j. moeliono. (bk)

25 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

REBELLION UNDER THE BANNER OF ISLAM -- sebuah thesis doktoral-Oleh: C. Van tijk Penerbit: Koninklijk Instituut voor Taat Land en Volkenkunde, Leiden, 1981 DISERTASI Cornelis Van Dijk (Leiden 1981) setebal 450 halaman lebih ini bertujuan membahas gerakan Darul Islam dalam rangka keadaan politik di Indonesia setelah 1945, dan perbedaan pendapat tentang wujud nyata Negara Indonesia yang dipertahankan golongan yang waktu itu bersaingan. Pembaca, kata Van Dijk, jangan mengharapkan makalah yang berpokok pada segi agama untuk usaha menegakkan sebuah 'negara Islam' di Indonesia. Lalu setiap pemberontakan Darul Islam di berbagai provinsi selama kurang lebih 15 tahun diberikannya dalam lima bab (bab ke-1 sampai dengan ke-6). Dalam bab ke-7, terakhir, dicobanya menjawab pertanyaan, "mengapa orang menjadi pengikut DI." Telaah Van Dijk ini didukung kepus-, takaan sampai 400 judul. Jadi sebagai buku sejarah pemberontakan DI, karya ini sungguh lengkap lagi padat dengan tamsil yang dapat dimanfaatkan para peminat sejarah untuk melengkapi pengetahuan tentang gerakan itu. Gerakan yang bertopang pada sebuah ideologi, yang juga sekaligus dijadikan topeng. Kepustakaan yang dibacanya tahuntahun 1959-1973 di Negeri Belanda, dan mungkin juga di Indonesia ketika dia mengunjungi Indonesia 1976 dan 1978 --berturut-turut dua dan empat bulan-lebih dari setengahnya terbitan 1960-1970. Kebanyakan buah tangan pengarang Indonesia. Grafik kepustakaan itu, yang dapat dibuat menurut tahun terbitnya, bahasanya, dan banyaknya terbitan yang seusia (misalnya terbitan 1914 yang dibacanya 32 buah dalam bahasa Belanda, satu buah dalam bahasa Indonesia dan satu buah dalam bahasa Inggris), sesungguhnya sudah menyifatkan disertasinya dan kesimpulan yang akan dicapainya. Dapat diduga sebelumnya, disertasi ini akan berupa penjejeran ulasan beberapa pengarang terdahulu tentang DI, dan kesimpulannya akan menyerupai semacam "kelipatan pembilang terbesar". Dengan demikian pertanyaan "mengapa orang menjadi pengikut DI" dijawabnya dengan menyebut empat faktor uuma yang saling berkaitan: 1. Kekecewaan dan rasa sakit hati pasukan gerilya/badan perjuangan karena pengaruh Angkatan Darat Republik bertambah besar, dan karena kebijaksanaan pemerintah menyisihkan mereka dengan demobilisasi. 2. Pengendalian pemerinuh provinsi oleh pemerinuh pusat yang makin ketat berkat dukungan angkatan bersenjata, serentak dengan usaha membangun pemerinuhan dengan pamongpraja yang setia lagi efisien. 3. Perubahan norma dan nilai budaya yang bertalian dengan pemilikan tanah, yang merenggangkan ikatan individu dengan lingkungan sosialnya, dan membuat orang tidak dapat lagi menerima perbedaan sosial yang sebelumnya dianggap wajar. Jadi bukan mutlak kemisknan yang semakin parah, bukan juga benalu tuan unah (Van Dijk mengaca pada Mortimer 1974: 100-102) yang mendorong orang memberonuk (hlm. 365). 4. Berlainan dengan pemberontakan berlatar agama di zaman kolonial yang dipimpin para kiai, Di di zaman Republik melampaui batas "daerah" dan menjadi masalah nasional. Sebabnya ke-4 faktor (pilihan Van Dijk) dalam ruang dan waktu, di Indonesia pada tahun-tahun itu, saling memperkuat dan mempengaruhi dengan tiada yang dapat disebut yang perdana. Dengan pendekatan sehati-hatinya dan selengkapnya itu, terpampanglah gambaran tentang Dl dl Jawa Barat dan Tengah, Sul-Sel, Kal-Sel dan Aceh, yang menampakkan perbedaan dan persamaan yang menarik, ibarat sediaan jaringan yang diteropong melalui mikroskop obyektif kecil yang mengabaikan tamsil-tamsil tertentu. Itu pun tak apa-apa, karena hasil karya Van Dijk sesuai dengan metode penelitiannya. Bahwa pendekatan lain dengan tujuan lain akan menghasilkan kesimpulan lain pula agaknya terlupakan. Ini bisa terlihat ketika dia menyanggah habis-habisan kesimpulan K.D. Jackson, pengajar ilmu politik di Universitas California, Berkeley, yang bertentangan dengan kesimpulannya sendiri. Sanggahannya terhadap Jackson (K.D. Jackson: Traditional Authority and National Integration: The Dar'ul lslam Rebellion in West Java, 1971) terlihat panjang lebar delapan halaman (hlm. 374-381 dan 394-395) dan pada dalil pertamanya. Pertanyaan "mengapa orang menjadi pengikut DI" dapat ditangkap dan dijawab pada berbagai tingkat kemujaradan (abstraksi). Pengerahan politik (menggerakkan pengikut), menurut Jackson, "pada saat gawat menghadapi pilihan politik, lebih efektif terlaksana dengan menuntut ketaatan pada wibawa tradisional (seorang pemimpin atau "bapak") daripada menyebut-nyebut ideologi, kepentingan ekonomi, atau perbedaan nilai budaya asasi" (l.c. 1971), dan itu tidak terlepas pula dari konteks sejarah. Pengujian atau eksperimen eks post Jacto atas kejadian yang lampau hendaknya dilihat juga dalam ruang dan waktu pada tahun-tahun silam itu. Van Dijk sendiri dalam bab akhir disertasinya, sebagai penutup, mengingatkan pembaca pada peran waktu. Dapat dibayangkan, katanya, sejarah Dl akan lain bila tidak berhimpit dengan keruntuhan sistem kolonial dan pembangunan negara berdaulat pada kurun setelah 1945. Yang mengasyikkan Jackson pada hakikatnya bukan masalah Dl. Melainkan proses integrasi aneka unsur masyarakat ke dalam tubuh negara kesatuan-integrasi yang dalam sejarah RI terancam pelbagai pemberontakan. Penelitian Jackson mencontoh eksperimen laboratorium: percobaan diulang sekian kali, dengan tiap kali sebuah faktor dari sekian faktor yang diperkirakan berperan diubah -- misalnya suhu, tingkat keasaman dan sebagainya. Ada faktor yang dalam batas tertentu dapat diubah-ubah tanpa banyak mempengaruhi hasil percobaan. Demikian oleh Jackson diuji tiga dari 19 desa yang eksosbud dan geografinya (syarat penting untuk gerilya) sama, hanya polnya yang berbeda: satu desa basis DI, satu desa benteng Republik, dan yang satu lagi plin-plan atau ikut sana ikut sini (sikap yang menurut Jackson ditentukan oleh sepuh, pimpinan dan tokoh desa yang ditaati masyarakat berdasar wibawa tradisional atau wibawa nenurut adat). TERNYATA yang ditemukan Jackson bertentangan dengan buah plkiran Van Dijk (hlm. 374). Kritik Jackson cukup tajam, tapi karena yang diteropongnya seakan sediaan yang sama pada kedalaman yang berbeda, jadinya yang kena sebagian. Karena resensi ini bukan untuk Jack son, baik diakhiri saja dengan beberapa catatan pribadi: 1. Ketaatan pada atasan (raja) yang jadi "adat anak Melayu " (cf Hang Tuah) hakikatnya juga bersumber pada akal budi. Anak buah yang secara membuta melaksanakan perintah atasan, percaya sepenuhnya bahwa "bapak" punya alasan yang masuk akal yang dapat diterangkannya asal ditanyakan, di situlah kesulitannya. Tapi sikap ini tak pula asing di Barat, misalnya dalam ketentaraan, atau dalam Ordo Yesuit. 2. Segalanya berubah dalam waktu dan tergantung waktu. Siasat yang pernah berhasil tahun 1965 -- misalnya-gagal pada tahun 1978 (? - red.). 3. Karya ilmiah yang tak dapat dicela boleh jadi tak bermanfaat untuk mengatur siasat. Sedang karya ilmiah yang banyak kekurangannya menghasilkan gagasan yang langsung bisa diterapkan. Bahwa untuk memperoleh wibawa tradisional dibutuhkan waktu lama sampai puluhan tahun, dapat menyebabkan jangka penugasan secara bergilir (tour of duty) misalnya dipersingkat, untuk menghindarkan terjalinnya hubungan yang menciptakan wibawa menurut adat Melayu. Akhirulkalam disajikan ungkapan seorang ilmuwan kemasyarakatan: pembantu utama sebuah revolusi (yang kalau gagal lalu disebut pemberontakan) agaknya 'cuaca'. J. Moeliono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus