Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KADAR Wiryanto kaget bagai tersundut rokok. Manajer Senior Lingkungan Hidup PT Newmont Pacific Nusantarainduk dari Newmont Minahasa Raya yang tengah menjadi kontroversiterenyak ketika sebuah kabar melayang dari televisi. Isinya singkat: Markas Besar Kepolisian RI merekomendasikan tambang Newmont ditutup sementara.
"Saya kaget luar biasa mendengarnya," kata Kadar, yang sedang mengikuti rapat di Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral saat mendengar kabar tadi.
Berita itu tak cuma menyengat Kadar, tapi juga semua sudut kantor pusat Newmont di gedung Menara Rajawali lantai 26. Kasan Mulyono, Manajer Humas Newmont, kalang-kabut memberikan penjelasan. "Kami juga belum mendapatkan konfirmasi resmi dari Mabes Polri," ujar Kasan kebingungan. Prinsipnya, kata Kasan, Newmont akan mematuhi apa pun ketentuan hukum dan peraturan di Indonesia.
Jumat siang pekan lalu, Mabes Polri memang mengeluarkan perintah mengejutkan. Mereka meminta kegiatan pertambangan emas baik oleh Newmont, yang limbahnya dibuang ke Teluk Buyat, maupun pertambangan rakyat di Ratatotok Timur, Sulawesi Utara, dihentikan sementara. Soalnya, proses penyidikan segera dimulai. Tim independen yang diketuai Kementerian Lingkungan Hidup yang terdiri atas 28 pakar juga akan segera bekerja.
"Kami akan segera menyurati Kepala Polda Sulawesi Utara untuk sebisa mungkin menghentikan kegiatan tambang oleh PT Newmont agar tidak meluas dan berdampak pada kesehatan masyarakat. Juga menghentikan kegiatan yang di Ratatotok," kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Suyitno Landung, Jumat pekan lalu.
Perintah kilat itu turun karena hasil sementara pemeriksaan sampel dari laboratorium forensik Polri menunjukkan adanya pencemaran yang melebihi ambang batas. "Jadi betul ada pencemaran," kata Suyitno.
Penjelasan Mabes Polri ini menengahi kontroversi tentang ada-tidaknya pencemaran di Teluk Buyat dan darah warga Pantai Buyat. Sebelumnya, Dr. Budiawan dari Pusat Kajian Risiko dan Keselamatan Lingkungan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia mengumumkan bahwa dari penelitian atas empat warga Buyat yang datang Jakarta, ditemukan kandungan merkuri pada darah mereka 9,51 sampai 23,90 mikrogram per liter. Jumlah itu melebihi ambang normal yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 1990, yakni 8 mikrogram per liter.
Meski sudah banyak indikasi, Departemen Kesehatan, Newmont, dan Kementerian Lingkungan Hidup, pihak yang digugat masyarakat Buyat, bersikukuh mengatakan kandungan logam berat pada darah, air laut, dan biota laut tak perlu diributkan karena masih di bawah ambang baku mutu.
Departemen Kesehatan, misalnya, menggunakan "senjata" berupa hasil uji 15 sampel rambut warga Buyat oleh National Institute for Minamata Disease di Jepang. Dari pengujian tercatat, kadar total merkuri terendah ke-15 warga itu adalah 0,9 part per million (ppm) dan kadar tertinggi 5,6 ppm. Angka itu masih jauh dari kadar total merkuri di dalam darah yang menimbulkan gejala awal penyakit minamata, yaitu 200 mikrogram per liter.
Data berbeda datang dari hasil uji Laboratorium Pemeriksaan Doping dan Kesehatan Masyarakat DKI Jakarta. Mereka menemukan darah keempat warga Buyat semuanya mengandung merkuri di atas 30 mikrogram per liter (mg/l). Masing-masing Juhriah sebanyak 38,75 mg/l, Sri Fika 51,25 mg/l, Masna 33.75 mg/l, dan Rasyid 52,5 mg/l. Inilah temuan tertinggi yang pernah ada. "Temuan inilah yang proyustisia (yang dipakai Polri) untuk penyidikan," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Iskandar Sitorus.
Apa pun kata lembaga atau pemerintah, warga Buyat sendiri kini hidup nelangsa. Mereka tak berani lagi melaut. "Kami tak mau mencari mati di sini," kata Anwar Striman, nelayan yang kini belajar beralih pekerjaan menjadi tukang kayu.
Nelayan lainnya memilih diam di rumah. "Kami hanya hidup dari bantuan yang datang," ujar Mansur Lombonaung, lesu. Menanggapi rekomendasi penutupan tambang Newmont, Jemmy Bawole meminta perusahaan tambang emas terbesar kedua di dunia itu tak cuci tangan. Mereka harus merelokasi warga Buyat ke tempat yang tak tercemar serta menanggung segala kerugian yang diderita nelayan. "Sebab, tak mungkin mengangkat limbah tailing yang ada di teluk," kata Jemmy.
Gubernur Sulawesi Utara A.J. Sondakh pekan lalu dalam pertemuan dengan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Sri Astuti berjanji, bila Newmont terbukti mencemari Teluk Buyat, pemerintah daerah siap membantu warga. "Kami akan membantu merelokasi ke tempat baru," kata Sondakh sungguh-sungguh.
Burhan Sholihin, Verrianto Madjowa (Manado), Martha Warta (Tempo News Room)
Teka-teki di Balik Benjolan
CUMA ada dua potong ikan cakalang dengan bumbu cabe yang menemani nasi di meja dapur kusam berwarna hitam itu. Untuk ukuran orang Jawa, nasinya terbilang agak keras. Tapi ini Minahasa, Pantai Buyat. Dan Mansur Lombonaung menyantap makan siangnya dengan lahap. Duduk santai mengangkat kaki di kursi, warga Pantai Buyat itu memakan sisa-sisa nasi yang menempel di jari-jarinya. "Ayo makan, jangan takut. Tak akan membuat benjol-benjol. Ikan ini tak ditangkap di Teluk Buyat," katanya menawari TEMPO, pekan lalu, sambil mencomot sepotong ikan.
Benjol-benjol di tubuh memang fenomena yang paling mencolok di dusun ini. Dari 264 orang yang tinggal di sana, Mansur mencatat ada 40 orang yang mengalami benjol-benjol. Semua itu menurut dia gara-gara Newmont. Ada yang benjolannya sebiji jagung, ada juga yang hampir sebesar bola tenis. Benjolan itu juga tumbuh tak pilih-pilih tempat. Kebanyakan muncul di tangan, lengan, dan kaki. Ada juga yang nongol di dada, punggung, dan dekat alis mata.
Gorhan Moko adalah salah satu contohnya. Sekujur tubuh lelaki kurus kering ini ditumbuhi benjolan-benjolan. Ada 24 benjolan di tangan kanan-kiri, paha kanan-kiri, dada, dan punggung. "Benjolan ini muncul empat tahun lalu," kata ayah dua anak itu. Kini petani Desa Buyat itu mengharamkan makan ikan. "Kalau lagi kambuh, terasa pusing. Rasanya ingin mati saja," ujar Gorhan.
Benarkah benjolan itu akibat kontaminasi logam berat? Dokter spesialis bedah dari Universitas Sam Ratulangi, Frans Tangel, yakin benjolan itu bukan akibat logam berat. Benjolan yang menimpa warga Buyat itu, menurut Frans, sama saja dengan benjolan yang dialami banyak orang yang tidak tinggal di pertambangan. "Di Manado juga banyak. Saya sering mengangkat benjolan seperti itu," kata Frans yakin.
Dalam dunia medis, benjolan sering disebut kista ateroma (benjolan akibat penyumbatan kelenjar keringat), kista ganglion (benjolan karena luka pada sendi), atau lipoma (benjolan karena penumpukan lemak). "Tak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa benjolan itu karena pencemaran logam berat," kata Dokter Untung Suseno, Ketua Tim Kesehatan untuk Buyat.
Kesimpulan sementara itu diambil setelah sebanyak 29 anggota tim9 di antaranya dokter spesialis, 8 dokter umum, 2 ahli perikanan, dan beberapa ahli kesehatan lingkunganmengubek-ubek Desa Buyat pada 7-9 Agustus lalu. Dari 400 orang lebih yang diperiksa di Desa Buyat dan desa sebelahnya, Ratatotok Timur, umumnya warga menderita penyakit biasa seperti infeksi saluran pernapasan atas, dermatitis (kulit), anemia, gangguan mag, rematik artritis, dan hipertensi.
Sejauh ini, memang tak ada alasan pasti mengapa benjolan seperti itu muncul. Namun benjolan memang tak cuma menghinggapi warga Buyat belaka. Daeng Ali adalah contohnya. Warga Ratatotok Timur itu punya benjolan sebesar bola tenis di tengkuknya sejak 30 tahun lalu, sebelum dia hijrah ke Ratatotok lima tahun lalu. Saat itu, Newmont belum beroperasi di sana. "Ini tak sakit. Tapi, kalau tidur, susah karena letaknya di tengkuk. Kepala jadi bergulir tuing-tuing ke sana-kemari," kata nelayan yang kini hidup makmur di rumah megah lengkap dengan parabola itu.
Burhan (Buyat)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo