Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Tak Ada Tuhan Di Balon Itu

Akhir-akhir ini muncul perampokan bergerombol, di desa firdaus, deli serdang (sum-ut) dan desa meteseh, semarang, muncul garong yang menyerbu rumah penduduk kawanan perampok ada yang berjumlah 50 orang. (krim)

15 Januari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMPAI pekan lalu Nyonya Nurmaina, 53 tahun, dan tiga orang tetangganya, belum berani tidur di rumah mereka yang berdinding papan beratap rumbia di pinggiran Desa Firdaus. "Kalau hari mulai gelap kami mengungsi," kata janda beranak delapan itu . Kukayaan berupa pakaian dan perabotan ala kadarnya turut ia ungsikan ke rumah famili. Aksi kawanan perampok di rumah Zainuddin Batubara, Abdullah Kumari dan Abdulrahman (bukan nama sebenarnya), 21 Desember lalu, telah membuat kecut hati penduduk desa di Kecamatan Sungai Rampah, Deli Serdang, Sumatera Utara itu. Apalagi karena kawanan rampok terdiri dari 10 orang bersenjata clurit dan pisau panjang itu mengancam akan beraksi lagi. Pokoknya "selama beras mahal, kami akan merampok," kata kawanan penjahat. Ternyata mereka tak hanya merampok. Dua anak gadis Abdulrahman turut digagahi bergantian. Salah seorang korban, yang dalam ketakutan setengah mati mencoba mengingatkan bahwa perbuatan itu dikutuk Tuhan, malahan dipelototi. "Tak ada Tuhan sama kami!" bentak seorang perampok. Rupanya Tuhan memang tak bersama perampok. Buktinya kawanan rampok di Kampung Parungareuy-Karihkil. Parung, Bogor, enak saja membabat dengan golok dan menembak Affandi, tuan rumah, dan Minan bin Entong, sopir keluarga itu. Warman, 13 tahun, yang secara tak sengaja memergoki penjahat yang melarikan diri dengan dua sepeda motor curian, sambil membawa 20 gram emas, arloji dan uang Rp 20 ribu, tanpa ampun dihajar peluru. Ketiga korban meninggal pada dini hari 28 Desember lalu. Perampokan nampaknya kambuh lagi mulai penghujung 1982. Seolah para penjahat hendak mengucapkan selamat datang kepada Letjen Pol Anton Sudjarwo, yang Desember lalu dilantik sebagai Kapolri menggantikan Jenderal Pol Awaloedin Djamin. Setelah ke-14 Kadapol baru dilantik Januari 1983 ini, perampokan juga belum nampak mereda. Selain rumah gedongan di kota, kampung di daerah terpencil dengan penduduk yang miskin pun kini turut menjadi sasaran penjahat. Contohnya Desa Firdaus di Deli Serdang itu. Tentu saja hasil rampokan mereka tak seberapa. Di rumah Abdullah, misalnya, mereka hanya mendapat Rp 6.000 dan beberapa helai kain. Bahkan di rumah lain mereka tak menemukan apa-apa yang bisa dibawa, sampai kawanan bedebah itu berkomentar: "Rupanya kita samasama miskin, he?" Kawanan pencoleng yang beraksi di Kampung Gabus, Kecamatan Kresek, Tangerang, minggu lalu, juga tak banyak menggondol rampasan. Untuk obat kecewa, setelah menyikat cincin dua gram milik istri Saimin, mereka menyambar handuk dan sprei. Yang bisa bikin keder penduduk ialah garong di Desa Meteseh, Semarang Selatan. Jumlah mereka tak tanggung-tanggung: 50 orang. Bersenjatakan clurit, kelewang dan golok, dengan gagahnya mereka menyerbu rumah penduduk. Mbok Mijah, 50 tahun, penjual sayur, di desa itu sampai heran. "Apa yang mereka harapkan dari desa miskin ini" tanyanya. Memang, ketika kawanan itu beraksi Desember lalu, mereka hanya berhasil menggondol Rp 29 ribu dari rumah Mahfud. Bahkan penduduk yang sudah terlatih dengan Siskamling (Sistim Keamanan Lingkungan) mengadakan perlawanan. Mendengar teriakan minta tolong, mereka menghambur ke luar rumah sambil menggenggam golok atau pentungan. Perampok yang sempat merusakkan sembilan rumah penduduk terdesak. Lalu melarikan diri. Tapi seorang di antaranya tertangkap dan dihajar orang-orang yang diluapi emosi. Polisi mengakui, kawanan perampok sampai berjumlah 50 orang itu merupakan modus operandi baru. Kawanan yang biasa beroperasi di daerah pemukiman orang berada di Jakarta, menurut Kadit Serse Kodak VII Jaya Kol. Pol. Hindarto, biasa bergerak dengan 4 sampai 7 orang. Jumlah yang sedikit itu rupanya untuk memudahkan mereka lari bila kepergok. Tapi yang tergabung dalam komplotan itu bisa banyak jumlahnya. Contohnya kawanan yang biasa menyatroni rumah orahg asing, anggotanya sampai 22 orang. Sepuluh di antaranya tertangkap dua pekan lalu, tak berapa lama setelah merampok seorang warga negara Jepang serta menggerayangi rumah Sudardji, Ketua PPP. Tentang komplotan yang ini, Hindarto menolak anggapan seolah mereka punya motif politik. "Kediaman orang asing itu menjadi sasaran semata karena menyolok dibanding rumah di sekitarnya," katanya. Rumah Sudardji di bilangan Slipi pun menjadi sasaran karena paling mentereng. "Mereka penjahat biasa," kata Hindarto mencoba meyakinkan. Buktinya mereka tak tahu rumah siapa yang sudah mereka satroni itu. Mayor Pol. Haryono, Kasi Pendak Kodak IX Jawa Tengah, juga berpendapat bahwa perampokan di rumah penduduk miskin tak punya motif selain mengisi perut. Sampai pekan lalu, kawanan perampok di Semarang Selatan itu belum tertangkap. Namun, kata Haryono, untuk membantu penduduk di desa-desa yang dianggap rawan, beberapa polisi ditempatkan di sana. Lengkap dengan peralatan dan senjata api. Maka polisi optimistis, para bajingan itu akhirnya bakal terjaring juga. Kata Hindarto, akhirnya "Kejahatan itu ibarat balon. Dipencet di sini muncul di sana. Dan tak bisa dipencet di semua tempat, sebab bisa mbledos (meletus)." Dengan kata lain, penjahat di daerah-daerah terpencil itu beraksi semata karena tekanan dari pihak aparat keamanan dibantu masyarakat yang terus dilancarkan di daerah perkotaan. Dan bagaimana dengan yang di kota sendiri?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus