Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Dari Johannesburg: Perbaikan atau Bencana?

Inilah hasil-hasil konferensi bumi di Johannesburg. Apa artinya buat Indonesia?

8 September 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SPANDUK hitam di deretan kursi paling atas itu ditulisi dengan cat putih mencolok: "Bush, manusia dan planet ini bukan ajang bisnis." Kecaman itu ditujukan pada George W. Bush, Presiden Amerika Serikat, yang sayangnya tidak datang di Konferensi Pembangunan Berkelanjutan (WSSD)—pertemuan sepuluh tahunan untuk menyoal nasib bumi—di Johannesburg, 26 Agustus-4 September. Colin Powell, Menteri Luar Negeri-nya, terpaksa jadi "korban". Pidatonya berkali kali terhenti karena diteriaki para peserta yang tak menyukai tindakan Amerika yang dianggap merusak lingkungan. Apa pun yang dikatakannya, apakah itu tentang upaya Amerika melindungi keanekaragaman hayati dan mendorong energi tergantikan atau mengenai produk transgenik yang aman dimakan, cacian terus berkumandang. Tidak ada wakil negara lain yang diperlakukan demikian. Panggung protes itu jadi penutup layar konferensi tersebut selama 10 hari. Sejumlah 104 kepala negara dan pemerintah berkumpul, 21 ribu orang hadir, 8.000 di antaranya dari LSM, dan 4.000 wartawan dari seluruh dunia. Walau acara akbar itu ditutup dengan caci-maki, sulit diabaikan bahwa konferensi bumi di dagu benua hitam Afrika kali ini telah berhasil menyelesaikan hampir semua perbedaan pendapat mengenai isu-isu besar, yaitu lima sektor yang jadi prioritas: air dan sanitasi, kesehatan, energi, keanekaragaman hayati, dan pertanian. Semua peserta sepakat menyediakan air bersih dan memperbaiki sanitasi, terutama di negara berkembang dan terbelakang seperti di Benua Afrika, pada tahun 2015. Amerika bersedia membantu, sedangkan Uni Eropa memperkenalkan proyek air untuk kehidupan bagi kawasan Afrika dan Asia Tengah. Dalam soal energi—dengan masalah utama energi terbarukan sebagai pengganti energi fosil—semua anggota delegasi untuk pertama kalinya dapat menyepakati peningkatan proyek energi terbarukan dan menempatkan isu ini dalam prioritas utama, serta mulai menyingkirkan proyek yang memakai energi tak terbarukan. Memang, perhelatan besar itu gagal menetapkan tenggat kapan dunia mulai memilih energi yang ramah lingkungan. Penolakan itu dimotori Amerika, Jepang, Arab Saudi, dan negara-negara penghasil minyak OPEC, yang sejak awal menentang tenggat untuk energi fosil. Kompromi ini adalah kekalahan bagi Uni Eropa dan kemenangan buat Amerika serta negara penghasil minyak dunia. Eropa sejak awal sudah mengusulkan agar konsumsi energi dunia pada tahun 2015 didapat dari 15 persen energi terbarukan seperti angin, sinar matahari, ombak, dan lain-lain yang potensinya berlebihan. Mereka mengambil contoh ekstrem kalau energi berbahan fosil terus dikeruk: jika Cina mengonsumsi energi berbahan fosil sama dengan yang dihabiskan Amerika tiap hari, mereka akan menghabiskan 80 juta barel minyak sehari—lebih tinggi dari produksi dunia, yang cuma 74 juta barel. Kompromi bisa tercapai setelah Amerika mengulurkan hibahnya untuk proyek-proyek energi. Tak hanya pemerintah yang bergerak, tapi juga pihak swasta setelah sembilan perusahaan listrik besar di dunia menandatangani perjanjian dengan PBB untuk menyediakan bantuan teknis bagi pengembangan energi di negara berkembang. Di mana posisi Indonesia dalam soal ini? Menurut kelompok aktivis lingkungan, pemerintah Indonesia telah bertekuk lutut kepada negara OPEC dan Amerika dalam soal energi terbarukan. Ini amat mengecewakan mereka. Menurut Direktur Eksekutif WWF-Indonesia, Agus Purnomo, posisi Indonesia di WSSD jauh lebih mundur dibandingkan dengan dalam pertemuan Prepcom Bali, Juni lalu. Saat itu Departemen Energi telah mengumumkan target pangsa energi terbarukan sebesar 5 persen pada tahun 2010. Sekarang malah tanpa target dan tenggat sama sekali. Untuk bidang kesehatan, para negosiator juga menyepakati penghapusan bahan kimia beracun yang akan dimulai tiga tahun lagi. Isu lama yang diangkat adalah proyek bersama melawan pengurangan lahan pertanian akibat proses penggurunan, terutama di Afrika. Soal menjaga keanekaragaman hayati bumi, kata Sekretaris Jenderal WSSD, Nitin Desai, konferensi itu berhasil mencapai beberapa kesepakatan. Misalnya, sudah disepakati untuk menurunkan kehilangan sumber-sumber keanekaragaman hayati—dari jasad renik hingga gajah—menjaga stok ikan, proyek perlindungan kawasan laut, dan penghapusan produksi serta pemakaian zat kimia perusak ozon dalam tujuh tahun ke depan. Inggris juga menaikkan komitmennya hingga 1 juta poundsterling untuk membantu Afrika memerangi kemiskinan. "Ini bukan hadiah, melainkan investasi untuk masa depan bersama," kata Perdana Menteri Inggris, Tony Blair. Khusus untuk Protokol Kyoto—soal yang selama ini jadi batu ganjalan—Rusia sudah menyatakan kesiapan untuk menandatanganinya. Ini sangat besar artinya karena, dengan masuknya Rusia, 55 persen—batas efektivitas penurunan emisi dunia—negara pembuang emisi di dunia sudah bersedia mengurangi limbahnya. Tinggal Amerika yang masih ngotot menolak dan Australia yang belum menyatakan sikap. Mulanya banyak orang ragu apakah WSSD bisa menyepakati program-program yang penting, karena begitu lebarnya perbedaan pendapat di awal konferensi dan saat acara Komite Persiapan di Bali. Tetapi, menjelang hari Minggu pekan lalu, keragu-raguan perlahan buyar. Hampir semua kesepakatan bisa dicapai, terutama soal kemitraan. Kemajuan lain adalah kesepakatan konferensi terhadap prinsip-prinsip Deklarasi Rio sepuluh tahun lalu. Misalnya prinsip tanggung jawab bersama tapi berbeda porsi, akses informasi, dan prinsip kehati-hatian. Emmy Hafild dari Indonesia People Forum, sebelum konferensi dimulai, sempat menyatakan rasa pesimisnya. "Terlalu banyak kepentingan industri multinasional," katanya. Tetapi nyatanya sepuluh prinsip itu diadopsi semua peserta. Memang, tidak semua hasil pertemuan bikin gembira pemerhati lingkungan. Kelompok lingkungan Friends of the Earth, misalnya, menyebut bahwa rencana implementasi konferensi ini mengecewakan karena tidak mengatur akuntabilitas perusahaan, malah berkutat pada agenda perdagangan yang didominasi negara industri. Dalam soal bantuan, kata mereka, juga tak ada perubahan karena sepuluh tahun yang silam negara maju sepakat menyisihkan 0,7 persen GNP-nya untuk bantuan luar negeri. "Kini, sepuluh tahun kemudian, nyanyiannya tetap sama," ujar Daniel Mittler dari Friends of the Earth kepada pers. Dalam pelaksanaannya selama ini, angkanya masih jauh dari yang dijanjikan: Uni Eropa masih 0,34 persen, dan AS yang menolak angka 0,7 persen tak beranjak dari angka 0,1 persen. Buat penduduk bumi, polusi udara masih jadi momok sepuluh tahun ke depan, meskipun kadarnya akan menurun secara global. Air bersih akan lebih banyak, dan kualitas kesehatan di beberapa belahan dunia seperti Afrika naik karena dana besar yang akan dibagi-bagi. Tetapi, untuk negara miskin dan berkembang, prinsip kesetaraan dalam perdagangan dunia tetap saja merugikan karena produk pertanian mereka tidak akan bisa bersaing dengan hasil pertanian negara maju, kalah oleh teknologi dan akses informasi. Kalau saja kedelai, gula, atau beras impor membanjiri pasar Indonesia yang tidak bersubsidi dan dilindungi bea masuk, tak pelak lagi para petani akan merugi karena harga barang impor itu biasanya lebih murah. Menurut Emmy, negara maju amat mendukung Protokol Doha, November lalu, yang meliberalisasi perdagangan dunia. Tak aneh, negara maju tidak mau mengerti soal ketimpangan dalam perdagangan. "WSSD bukan Rio plus ten melainkan Doha plus ten months," katanya, menyindir konferensi itu. Apa pun kritik mereka, perhelatan besar itu telah rampung. Segala kesepakatan sudah dicapai dengan harapan agar kehidupan di bumi masih bisa berdenyut lebih lama. Kalau tidak, kompromi itu hanya jadi bundel-bundel tebal seperti juga hasil Konferensi Rio sepuluh tahun lalu.

Komitmen dan Implementasi WSSD 2002
SektorKomitmenInisiatif
Air dan Sanitasi
  • Meningkatkan kualitas pada sanitasi dan akses air bersih, tenggat tahun 2015
  • Hibah dari AS sebesar US$ 970 juta dalam 3 tahun.
  • Bantuan ADB U$ 5 juta dan US$ 500 juta untuk air bersih di kota-kota Asia
  • Energi
  • Meningkatkan pemakaian energi bersih, terbarukan, dan efisien.
  • Menaikkan akses energi 35 persen penduduk Afrika.
  • Tidak ada tenggat, karena penolakan AS, Jepang, dan OPEC.
  • 9 kontraktor listrik Eropa sepakat dengan PBB memberi bantuan teknis dalam hal proyek energi berkelanjutan.
  • Dana US$ 700 juta dari Uni Eropa, dan dari AS sekitar US$ 43 juta tahun 2003.
  • PBB menerima 32 proposal kemitraan senilai US$ 26 juta.
  • Pertanian
  • Konvensi anti-desertifikasi di Afrika
  • Pengembangan program keamanan pangan di Afrika, 2005
  • AS membantu US$ 90 juta, tahun 2003
  • Kemitraan pertanian yang diterima PBB bernilai sekitar US$ 2 juta
  • Keanekaragaman Hayati
  • Mengurangi kehilangan keanekaragaman hayati hingga tahun 2010
  • Menjaga cadangan perikanan dunia dengan tenggat 2015
  • Membentuk jaringan perlindungan kawasan laut tahun 2012
  • Program Dunia untuk Perlindungan Lingkungan Kelautan dari Pen-cemaran di Daratan, tahun 2004
  • 2020 menghapus produksi bahan kimia yang merugikan manusia
  • PBB menerima 32 kemitraan senilai US$ 100 juta
  • US$ 53 juta diberikan AS untuk sektor kehutanan tahun 2002-2005
  • Dana proyek lingkungan lewat Global Environment Facility senilai US$ 2,9 miliar
  • Kesehatan
  • Mengurangi polusi udara
  • Meniadakan bahan perusak ozon, tahun 2010
  • Hibah dari AS US$ 2,3 miliar, tahun 2003
  • Kemitraan yang diterima PBB bernilai US$ 3 juta
  • Sumber: gerai internet WSSD 2002

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus