Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA) menolak kebijakan kenaikan tarif air bersih yang dilakukan oleh PAM Jaya untuk warga Jakarta karena tidak ada penjelasan yang rasional serta tidak ada proses konsultasi publik yang melibatkan masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kordinator Nasional Kruha, Muhammad Reza Sahib mengatakan kenaikan tarif tersebut hanya didasarkan pada pertimbangan ekonomis yang sangat sempit dan tidak memperhatikan prioritas pemenuhan hak dasar masyarakat akan akses terhadap air.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami juga sangat mengkhawatirkan bahwa kebijakan ini masih berlandaskan pada sistem full cost recovery, yang bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa kekayaan bersama seperti bumi, air dan angkasa, dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," kata Reza kepada Tempo, Selasa, 7 Januari 2024.
Menurut Reza, sistem full cost recovery berfokus pada pemulihan biaya operasional dan investasi yang ditanggung oleh penyedia air. Namun model ini seringkali mengabaikan prinsip keadilan sosial dan pemerataan akses bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya mereka yang paling rentan.
Soal kenaikan ini, PAM Jaya beralasan bahwa tarif air minum di Jakarta selama 17 tahun terakhir tetap sama, padahal biaya untuk memenuhi kebutuhan penyediaan air minum terus meningkat. Menurut Reza, alasan kenaikan itu merupakan bukti bahwa komersialisasi layanan publik untuk air minum masih berlangsung dan dilegalisasi lewat keputusan Gubernur DKI.
Reza menyebutkan kebijakan penetapan tarif air minum haruslah selaras dengan kebijakan pengelolaan air terintegrasi yakni air tanah, pengelolaan limbah, sanitasi dan sumber-sumber air. Salah satu tantangan besar yang dihadapi Jakarta adalah tidak saja maraknya penggunaan air tanah yang tidak terkendali yang berujung pada penurunan kualitas dan kuantitas air tanah.
Pemerintah, kata Reza, harus memastikan bahwa ada insentif yang cukup untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada air tanah dan beralih ke sistem penyediaan air yang lebih ramah lingkungan. "Hal ini dapat tercapai dengan meningkatkan pelayanan air dan sanitasi yang lebih merata dan terjangkau. Serta, adanya pengawasan ketat terhadap penggunaan air tanah secara illegal oleh gedung–gedung komersial berskala besar," ucapnya.
Reza mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kembali kebijakan ini dan menggantinya dengan pendekatan yang lebih berpihak pada rakyat. Salah satunya adalah dengan menghentikan penghentian penggunaan sistem full cost recovery dalam pengelolaan air.
Menurut Reza, air adalah hak dasar, bukan komoditas yang hanya dipandang sebagai barang dagangan. Pengelolaan PDAM tidak boleh berorientasi profit, dan biaya pengelolaan sumber daya air tidak boleh dibebankan kepada masyarakat. Hal ini berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2005 dalam Judicial Review Undang-Undang Sumber Daya Alam Nomor 7 tanun 2004.
"Penelusuran kami, sedang terjadi finansialisasi layanan air tahap baru dengan adanya kontrak-kontrak baru PAM Jaya dengan entitas bisnis air. Finansialisasi layanan air tahap baru tersebut berpotensi memberikan beban tambahan baik kepada PAM Jaya atau warga negara itu sendiri," kata Reza.
Kruha, kata Reza, juga mendorong penerapan subsidi silang yang adil. Hal ini untuk memastikan bahwa masyarakat berpendapatan rendah dapat terus mengakses air dengan harga yang terjangkau. "Fokus PDAM atau PAM Jaya haruslah pada pemenuhan jaminan hak atas air dan bukan hanya misalnya mengenakan tarif pemakaian minimal 10 meter kubik," kata dia.
Selain itu, Reza meminta PAM Jaya dan Pemprov DKI meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam kebijakan pengelolaan air, serta memastikan adanya pengawasan yang ketat terhadap kebijakan tarif dan pengelolaan air. Pengelolaan layanan air di Jakarta, dan Indonesia pada umumnya, kata dia, masih jauh dari model pengelolaan layanan air modern karena minim transparansi dan akuntabilitasnya.
Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya (PAM Jaya) resmi menaikkan tarif air di Jakarta mulai Januari 2025. Tarif baru ini bakal dihitung dalam tagihan air pada Februari mendatang. Kebijakan ini didasarkan pada Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 730 Tahun 2024 tentang Tarif Air Minum Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya.