BAK itu mungkin mampu menyulap air keruh Kali Surabaya menjadi bening. Bentuknya kotak beruas, panjang 3,5 meter, lebar sekitar 70 cm, dan tinggi 2,4 meter. Tangki yang terbuat dari pelat besi berlapis baja antikarat ini mampu menghasilkan dua meter kubik air bersih per jam. Elektroflukolator nama alat itu. "Air akan dibersihkan dari segala macam bahan pencemar," kata Agus Heriyanto, 32 tahun, instruktor laboratorium fisika dasar pada Pusat Pengembangan Tenaga Perminyakan dan Gas Buml Cepu, Ja-Teng, yang mendesain instalasi penjernih air ini. Kekeruhan air bisa diturunkan 92%. Kandungan silikon dioksida (SiO2), material pengeruh, ditekan dari 1.500 ppm hingga tinggal 138 ppm. Kesadahan air, yang menunjukkan besarnya logam terlarut, diturunkan dari 710 ppm menjadi 473 ppm. Dan populasi bakteri Coliform disikat habis, dari 125 ribu sel per 100 ml menjadi nol. Prototip mesin penjernih dengan listrik itu -- konon yang pertama di Indonesia -- akan segera dikirim ke BPP Teknologi, Jakarta, untuk diuji kelaikannya. Agus menggunakan aliran litrik untuk membersihkan air tercemar itu. Satu ruas pada instalasi itu digunakan sebagai reaktor elektroflukolasi: menggumpalkan material koloid, partikel halus yang melayang dalam air, dengan cara reaksi listrik. Lempengan-lempengan aluminium digunakan sebagai kutub positif (anoda), dan lempengan besi sebagai kutub negatif (katoda). Koloidal bermuatan negatif, seperti partikel lumpur dan material organik, akan terendapkan di sekitar anoda. Oksida aluminium menetralkan dan menggumpalkan partikel itu. Sedangkan katoda menenggelamkan logam-logam yang melayang. Derajat keasaman air bisa dikatrol hingga pH berada di sekitar angka 7. Perubahan pH dan reaksi listrik itu diduga yang menyebabkan bakteri tak mampu bertahan hidup. Dengan biaya operasi Rp 650 per meter kubik air yang dihasilkan, kerja alat ini masih terhitung mahal. Pembersihan air dengan tawas, kapur tohor, dan kaporit, seperti dilakukan di hampir semua PAM, masih lebih murah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini