Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Surabaya, oh, Kali Surabaya

Penggelontoran kali Surabaya dengan 7,5 juta meter kubik air waduk Sutami, Karangkates, senilai hampir Rp 1 milyar gagal. Air kali Surabaya kembali hitam, keruh & berbau. Masalah baru PDAM Surabaya.

7 November 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERSIHKAH Kali Surabaya setelah digelontor? Bersih. Tapi cuma sebentar. Sejak dua pekan lalu, kali di tengah kota Surabaya itu ngadat lagi. Airnya kembali seperti comberan: hitam, keruh, dan berbau. Akibatnya mudah diduga. Pelanggan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) yang mengambil air Kali Surabaya sebagai bahan baku -- berteriak. "Dua hari bak mandi tak dibersihkan, airnya pasti keruh dan kotor. Padahal, sudah saya saring dengan kain rangkap tiga, Iho," tutur Ny. Faizah, salah seorang dari 135 ribu pelanggan PDAM Surabaya. Tadinya, dari penggelontoran diharapkan ada peningkatan kualitas air PDAM. Sebelum 7,5 juta meter kubik air Waduk Sutami, Karangkates --senilai hampir Rp 1 milyar -- diempaskan ke Kali Surabaya 11 Oktober lalu, kadar oksigen terlarut air kali itu terus menurun. Bahkan, beberapa hari sebelum penggelontoran, kadar oksigen itu mencapai titik kritis 0 mg per liter. Artinya, tak ada lagi oksigen yang terlarut. Idealnya, air bahan baku PDAM sedikitnya harus mengandung oksigen 6 mg per liter. Untuk memenuhi standar itu digelontorlah Kali Surabaya. Mulanya agak menggembirakan. Sehari setelah penggelontoran, kadar oksigen naik menjadi 0,2. Dan terus meningkat menjadi 4,3 pada 16 Oktober. Tanda-tanda sungai itu akan sehat sudah tampak. Kandungan zat terlarut dicatat sebanyak 229 mg/liter, sedang zat tersuspensi sebanyak 45 mg/liter. Ini menggembirakan. Sebelumnya, zat tersuspensi -- yang lebih sukar diolah oleh PDAM -- selalu ditemukan dalam jumlah lebih besar. Dalam zat tersuspensi terkandung, antara lain, bahan organik. Melihat perkembangan baik itu, usaha pemantauan dihentikan sementara. Dan kala itulah ada perubahan mendadak. Itu terjadi 20 Oktober lalu. "Kami rupanya kecolongan. Kandungan oksigen itu turun menjadi 1,06. Dan air keruh lagi seperti sebelum digelontor," ujar Maryadi Broto Suwandi, Kepala Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Surabaya. Lebih parah, kini kandungan zat tersuspensi lebih tinggi daripada zat terlarut. Kalau toh air kali sempat bening setelah digelontor, menurut Maryadi, itu karena pengaruh lumpur air Karangkates yang berwarna kuning. Lumpur kuning ini menutup permukaan "luka" Kali Surabaya dan mengendapkan lumpur hitam yang tak sempat tergelontor air deras. "Ketika air Karangkates tak berpengaruh lagi, air kali kembali hitam," tutur Maryadi. Sementara itu, ekosistem baru belum terbentuk. Dan untuk memulihkan bekas kikisan air deras pada badan sungai, tentu butuh waktu. Repotnya, pembuangan limbah oleh sekitar 70 pabrik di sana masih berlangsung terus. "Nah, ibarat luka yang belum sembuh tapi diberi penyakit terus, 'kan makin parah?" kata Maryadi. Dokter Fuad Amsyari, Staf Ahli Menteri KLH, sejak-awal sudah pesimistis dengan penggelontoran. Karena, "Itu hanya upaya tambal sulam yang tak akan menawab problematik," katanya. Ahli kesehatan lingkungan ini melihat jalan keluar yang mendesak adalah mengupayakan penjernihan air seperti kondisi PDAM semula. Caranya bisa dengan peningkatan kemampuan peralatan PDAM atau pemakaian bahan-bahan kimia -- yang tentu ada batasnya. Budiono Darsono dan Herry Mohammad (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus