Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Calon Wakil Presiden nomor urut satu, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, mengungkapkan visi dan misinya dalam pembangunan program pangan nasional, reforma agraria, serta peningkatan target Energi Baru Terbarukan (EBT). Pernyataan tersebut dia sampaikan dalam debat cawapres kedua yang berlangsung pada Ahad, 21 Januari 2024, di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Hasil sensus pertanian BPS menunjukkan bahwa sepuluh terakhir ini telah terjadi jumlah petani rumah tangga gurem berjumlah hampir 3 juta, ini artinya 16 juta rumah tangga petani hanya memiliki tanah setengah hektar,” ujar Cak Imin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cak Imin juga menyentil soal proyek Giant Sea Wall atau tanggul Jakarta yang menurutnya tidak bisa menyelesaikan masalah. “Tidak hanya mengandalkan Proyek Giant Sea Wall yang tidak mengatasi masalahnya. Kita harus sadar bahwa krisis iklim harus dimulai dengan etika, sekali lagi, etika. Etika lingkungan,” katanya.
Cak Imin menjelaskan bahwa dalam membangun nasional dan merancang kebijakan nasional, prinsip yang mendasari haruslah berlandaskan pada konsep keadilan. Prinsip-prinsip keadilan tersebut mencakup keadilan iklim, keadilan ekologi, keadilan antar generasi, keadilan agraria, dan keadilan sosial.
Tentang Proyek Giant Sea Wall
Proyek pembangunan Giant Sea Wall atau pembangunan tanggul laut raksasa adalah cara pemerintah untuk mengatasi masalah banjir rob di Pantai Utara (Pantura) Jawa, yang disebabkan oleh penurunan permukaan tanah dan kenaikan air laut.
Dikutip dari laporan Koran Tempo edisi 12 Januari 2024, proyek tersebut ditargetkan selesai pada 2030 dengan membentengi Teluk Jakarta dari kenaikan permukaan air laut.
Juru bicara Kementerian Koordinator Perekonomian, Haryo Limanseto mengatakan keberadaan proyek tersebut penting untuk melindungi aktivitas perekonomian. “Pembiayaan proyek dibagi secara bertahap,” kata Haryo pada 11 Januari 2024.
Proyek itu direncanakan dibagi menjadi tiga bagian. Pembangunan dua fase pertama diperkirakan memakan anggaran Rp164,1 triliun sementara fase ketiga belum diketahui kebutuhannya.
Namun, menurut Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja menyatakan bahwa proyek ini akan menimbulkan masalah baru.
“Kalau kita bergantung pada mekanisme seperti itu, otomatis ada uang-uang yang akhirnya terserap ke situ. Uang yang mestinya bisa dianggarkan untuk program kesejahteraan (rakyat), bisa terserap ke situ,” kata Elisa dalam diskusi publik Dampak Giant Sea Wall di Pantura Jawa yang digelar secara virtual pada Jumat, 12 Januari 2024.
Dalam diskusi publik mengenai Dampak Giant Sea Wall di Pantura Jawa, Elisa menyampaikan kekhawatiran bahwa solusi ini tidak akan menyelesaikan masalah, dan dampak kerugiannya akan terasa di berbagai aspek.
Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Maleh Dadi Segoro (MDS) juga telah menyuarakan penolakan terhadap pembangunan giant sea wall.
Martha Kumala Dewi, Koordinator MDS, mengungkapkan kekhawatiran bahwa pembangunan tanggul laut akan mengkonsentrasikan pembangunan dan aktivitas ekonomi di Pantura Jawa, yang dapat memperparah kondisi ekologi akibat amblesan tanah.
Dia menyoroti bahwa konsentrasi ekonomi tersebut akan meningkatkan beban dan permintaan air, yang saat ini banyak dipenuhi melalui ekstraksi air tanah dalam.
“Jadi, konsentrasi ekonomi di Pantura Jawa yang datang bersama dengan tanggul laut akan semakin memperparah amblesan tanah melalui pembebanan fisik dan ekstraksi air tanah dalam yang akan bertambah,” ujarnya.
ANANDA BINTANG I ADINDA JASMINE PRASETYO I RIRI RAHAYU I ALI AKHMAD NOOR HIDAYAT