Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aroma amonia menyengat indra penghidu begitu pintu dua daun itu dibuka. Selangkah masuk ke dalam, dua tabung merah berbentuk bola terpajang di tengah ruang. Pipa berbagai ukuran saling silang, berfungsi meng alirkan air. ”Di tabung inilah proses terakhir penyaringan air limbah. Setelah itu, dimasukkan ke tangki penyimpanan,” kata Wahid, operator instalasi pengelola air limbah.
Wahid bersama rekannya, Ade Suhairi, menjelaskan dan menunjukkan proses pengolahan limbah cair yang dimiliki gedung Menara Karya, di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, kepada Tempo, Selasa pekan lalu. Instalasi pengolahan limbah cair itu berada di basement lantai tiga gedung milik PT Karyadeka Pancamurni tersebut, yang terletak antara tempat parkir mobil dan sepeda motor.
Instalasi pengolahan yang dinamai sewage treatment plant (STP) itu berada dalam ruangan berukuran sekitar 10 x 20 meter. Setidaknya lima tahap proses pengolahan air limbah yang berasal dari segala jenis pemakaian, seperti mandi, masak, dan buang air berlangsung di sana.
Pertama, semua limbah cair ditam pung dalam bak grease trap berkapasitas 3 meter kubik. Di tempat itu, air di pisah dari lemak. Setelah itu, air dialirkan ke bak equalizing tank yang berfungsi menyaring air dari endapan. ”Ada tiga tahap pengendapan dalam tangki,” ujar Wahid.
Dari proses pengendapan itu, air kembali dialirkan ke kolam rotating biological contactor. Lima buah rotor berbentuk roda dengan ketebalan setengah meter dan diameter tiga meter berputar memproses air. Pada tahap ini, diasupkan bakteri yang berfungsi mengurai zat berbahaya dalam air. Rotor terus berputar untuk memastikan pasokan oksigen cukup bagi bakteri.
Setelah bebas dari zat berbahaya, selanjutnya air dimasukkan ke dalam effluent tank yang berkapasitas 40 meter kubik. ”Di sini berlangsung pengen dapan tahap akhir,” kata Ade. Setelah itu, air mengalir ke dua tabung merah tadi untuk disaring dengan pasir dan karbon. ”Keluar dari sini, air sudah dapat digunakan kembali untuk keperluan tertentu,” ucap Ade. Air ditampung dalam bak penampung yang ada di bagian dasar gedung (ground tank) berkapasitas 350 meter kubik dan di atap gedung (roof tank).
Menara Karya adalah gedung baru yang berdiri di atas lahan seluas 3 hektare yang berada di tepian kawasan Mega Kuningan. Sedikitnya 60 perusahaan menyewa kantor di gedung 32 lantai tersebut. Selain menerapkan penggunaan ulang air (water reuse), gedung yang satu grup dengan Menara Kadin ini menerapkan program penghematan lainnya, seperti hemat energi dan kertas. Menara Karya mendapat penghargaan sebagai salah satu Green Office pada 2009.
Pengolahan air limbah mandiri sudah menjadi tren gedung-gedung perkantoran anyar, termasuk Menara Karya yang baru berusia tiga tahun. Building Manager Menara Karya, Amran Nukman, mengatakan instalasi pengolahan limbah sudah dirancang sejak awal pembangunan gedung itu. ”Tren bangunan baru sekarang memang mene rapkan teknologi ini,” ujar Amran.
”Investasi hijau” seperti pembangunan instalasi daur ulang air ini memang tidak kasatmata. Orang luar tidak dapat langsung melihat tingkat ramah lingkungan gedung tersebut. Tidak seperti penanaman pohon dan tanaman lain, penghematan kertas, dan penggunaan lampu hemat energi, semangat hijau dengan penggunaan ulang air tidak bisa langsung dirasakan. Namun, setelah berlangsung sekian lama, baru terasa penghematannya.
Memang, ketika air menjadi langka dan harga air komersial meningkat tajam, sejumlah gedung dan industri pun menerapkan teknologi daur ulang limbah air. Menara Karya menghabiskan Rp 400 juta untuk instalasi itu. Ganjarannya, dari total kebutuhan air 4.200 meter kubik per bulan, 1.800 meter kubik dipasok dari hasil olahan limbah itu. ”Penghematannya sampai 40 persen,” kata Amran. Air hasil olahan digunakan kembali untuk air siram toilet, menyiram tanaman, dan pendingin mesin air conditioner. Sementara itu, air untuk mandi, wastafel, dan keran lainnya berasal dari air Perusahaan Air Minum (PAM).
Hal yang sama juga dilakukan sejumlah perusahaan, seperti Grup PT Astra International dan Grup Pakuwon. Selain menjadi bagian dari program pelestarian lingkungan dengan menghemat air, instalasi pengolahan air limbah menjadi investasi yang menguntungkan bagi entitas bisnis. ”Untuk jangka panjang, ini merupakan investasi,” ujar juru bicara Astra, Julian Warman.
Gedung Federal International Finance (FIF), gedung perkantoran milik Astra yang berdiri sejak September 2009 di kawasan T.B. Simatupang, Jakarta Selatan, menerapkan teknologi ini. Gedung 16 lantai itu diisi kegiatan perkantoran asuransi Astra. Pengolahan limbah FIF digabung dengan gedung Asuransi Astra Buana yang sudah ada sebelumnya. ”Metodenya dengan STP, menggunakan bakteri pengurai,” kata Kepala Divisi Environment and Social Responsibility Astra Riza Deliansyah.
Dua gedung perkantoran Astra International lainnya yang ada di Sunter, Jakarta Utara, juga menerapkan teknologi yang sama. Limbah dari gedung yang dihuni pegawai Astra dan Politeknik Manufaktur Astra itu digunakan kembali untuk menyiram tanaman. Adapun proses pengolahan limbah industri Astra memiliki tingkat kerumitan lebih tinggi. ”Kami menggunakan proses kimia untuk mengolah limbah industri,” kata Riza.
Tren menggunakan teknologi water reuse ini juga diadopsi Grup Pakuwon. Proyek megaproperti Gandaria Square dipastikan menggunakan instalasi pengolahan air limbah domestik. Di lahan sekitar 8 hektare itu, Pakuwon tengah mendirikan kompleks apartemen, hotel, lengkap dengan mal dan perkantoran. Rencananya kompleks ini akan dibuka Agustus mendatang. ”Alasan utamanya adalah penghematan. Apalagi harga air PAM mahal, Rp 12 ribu per liter,” kata Direktur Grup Pakuwon Stefanus Ridwan.
Rumah Sakit Kanker Dharmais juga menerapkan pengolahan limbah air sesuai dengan aturan pemerintah. Namun hasil olahannya tidak digunakan kembali. ”Menurut badan lingkungan hidup daerah, air kami tidak boleh digunakan untuk menyiram tanaman sebelum sama dengan kualitas air tanah,” kata Muslina Handayani, Kepala Instalasi Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Dharmais.
Mengolah kembali air limbah agar dapat digunakan merupakan hal yang signifikan dilakukan di masa krisis air bersih, terutama di Kota Jakarta yang air tanahnya mengalami degradasi. Setiap orang membutuhkan 200-300 liter air setiap hari untuk segala keperluan. Karena itu, dibutuhkan sumber air alternatif. Menurut pihak Green Building Council Indonesia, penghematan air dengan instalasi pengolahan air limbah masih merupakan hal yang jarang di Indonesia. ”Kebanyakan perkantoran menerapkan hemat energi dan kertas,” kata Bintang, salah satu penggiatnya.
Menurut dia, penggunaan instalasi pengolahan air limbah tampaknya perlu diwajibkan bagi setiap gedung baru. Kepala Dinas Tata Ruang DKI Jakarta Wiriatmoko menyatakan pe merintah sedang merancang aturan tersebut. ”Ini akan menjadi syarat membangun gedung di Jakarta. Sedang digodok,” ujar Wiriatmoko. Selain menghemat air, pengolahan kembali limbah cair membantu beban drainase perkotaan.
Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan menyambut baik rencana mewa jibkan pengolahan limbah itu. ”Tanpa disuruh, pengusaha akan melakukan itu. Soalnya, menguntungkan,” kata Stefanus Ridwan, yang juga Ketua Asosiasi, ”juga untuk kelestarian alam.”
Tito Sianipar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo