Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Cerita Lamut yang Terbakar

2 Agustus 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kebakaran menjelang akhir 2009 di Gang Mujahid Aman, Kelurahan Alalak Selatan, Kecamatan Banjar Utara, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, itu menghanguskan rumah dan harta benda keluarga Gusti Jamhar Akbar, maestro seni tradisional lamut. Dari sumbangan berbagai organisasi kemasyarakatan, instansi, dan dermawan, Jamhar membangun kembali rumah di tepi Sungai Barito itu, tempat ia hidup bersama istri, Ko Liang Chin, dan enam anak.

Bencana itu telah menghanguskan Pakem Lamut, kitab yang diwarisi Jamhar secara turun-temurun. Tapi dia sudah hafal isi kitab setebal 500 halaman itu, sehingga mampu menuliskannya kembali. Lelaki kelahiran Alalak pada 1942 itu menulis tiga salinannya, yang dia bagikan ke Museum Kalimantan di Banjarbaru, Sanggar Budaya Banjarmasin, dan Gusti Pansurna, anaknya selaku ahli waris lamut.

Lamut merupakan seni bertutur yang dibawakan dengan iringan musik terbang besar yang mengisahkan kehidupan Prabu Awang Selenong, raja di Palimbangan, dan para keturunannya, yakni Raja Bungsu, selanjutnya Raja Kasanmandi, Bujang Maulana, Bujang Busur, Bujang Jaya, dan Bang Bang Teja Aria. Menurut Jamhar, tokoh utama dalam cerita bertutur ini adalah Paman Lamut, lelaki berbadan pendek, gemuk, dan baik budi pekertinya, mirip punakawan dalam pewa yangan. Tokoh lain adalah Panglima Jaga Labai Buranta, Anglung, Angsina, Raja Kasanmadi, dan Raja Bungsu.

Syairnya berupa pantun, seperti: Kasanmandi gunung diguyang/kecil mulik, lamaknya sedang/rabah rimbunai, rambutnya panjang/ibu ramanya terlalu sayang//Kasanmandi yang ayu bang bang/elok rupanya, rambutnya panjang/babini balum, hanyarlah bujang/ibu ramanya terlalu sayang. Bila ditampilkan utuh, pertunjukan lamut akan berlangsung 28 hari.

Lamut ada dua jenis: lamut biasa untuk hiburan dan la mut tatamba yang disertai hundang-hundang (memanggil penghuni alam gaib) untuk pengobatan. Pertunjukan lamut tatamba dilengkapi sesajen berupa 43 jenis makanan dan buah kelapa.

Kemunculan kesenian ini berawal saat pedagang Cina pemilik kapal dagang Bintang Tse Cay mendarat di Amuntai (kini ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Utara) pada 1618. Raden Ngabe Jayanegara, datuk Jamhar, mendengar nya nyian lamut berbahasa Cina di kapal itu dan tertarik. Sang pedagang lantas menerjemahkannya ke dalam bahasa Melayu dan memberikannya kepada Raden Ngabe.

Sejak itu, Raden Ngabe suka melantunkannya. Ketika musik hadrah masuk kawasan itu, lamut pun dilantunkan dengan terbang. Lamut makin berkembang setelah masyarakat memintanya dimainkan setiap panen. Nama ” lamut” konon berasal dari bahasa Arab, laamauta (tidak mati). Raden Ngabe mewariskan tradisi lamut secara turun-temurun hingga ke Jamhar.

Masa keemasan lamut terjadi pada 1960-1980-an. Pertunjukan Jamhar pasti disesaki penonton, yang betah mende ngarkannya semalam suntuk. Dulu Jamhar hanya bisa libur pada Jumat, tapi kini dia harus menunggu order yang mulai sepi. Dia menetapkan tarif Rp 1 juta untuk lamut hiburan dan Rp 1,5 juta untuk lamut tatamba. Jamhar sempat berpikir untuk pensiun dari lamut karena, menurut dia, la mut hanyalah cerita yang tak pasti kebenarannya. ”Ini hanya kisah orang bahari,” katanya. Tapi ia tetap tak bisa menolak permintaan orang untuk balamut.

Khaidir Rahman (Banjarmasin)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus