Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Geliat Sesar di Bawah Kota Palu

Sesar Palu-Koro menjadi ancaman besar yang siap menggoyang Sulawesi Tengah. Informasi sesar dan kegempaan wilayah ini masih minim.

17 Juli 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGI Izraman, gempa adalah hal biasa. Entah sudah berapa kali lelaki 64 tahun ini merasakan gempa. Yang terbaru adalah gempa di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, berkekuatan magnitudo 6,6 pada akhir Mei lalu, yang mengakibatkan sejumlah orang luka dan puluhan bangunan rusak. "Guncangannya cukup kuat," kata Izraman, warga Kelurahan Silae, Kota Palu, dua pekan lalu.

Namun, bagi dia, yang paling mencekam adalah gempa yang melanda Teluk Tambu, sekitar 100 kilometer dari Kota Palu, pada 1968. Banyak penduduk panik dan lari ketika melihat gulungan ombak setinggi lima meter menerjang rumah mereka. "Kami lari ke arah gunung di Duyu," ujar Izraman, yang saat itu berusia 15 tahun, mengenang peristiwa yang menewaskan 200 penduduk dan mengakibatkan lebih dari 700 rumah rusak tersebut.

Gempa kerap menggoyang Kota Palu, yang berpenduduk lebih dari 340 ribu jiwa. Di bawah kota ini dan wilayah di sekitarnya terdapat jalur patahan sesar Palu-Koro. Membelah Sulawesi dari utara Teluk Palu hingga Teluk Bone di bagian selatan, sesar Palu-Koro adalah patahan terpanjang kedua di Indonesia setelah sesar Sumatera. Panjangnya 500 kilometer dan separuhnya ada di daratan.

Sesar--dalam bahasa Inggris disebut fault--merupakan retakan di kerak bumi yang mengalami pergeseran atau pergerakan. Dikenal tiga jenis sesar: sesar normal (normal fault), sesar naik (reverse fault), dan sesar geser mendatar (strike-slip fault). Sesar dinyatakan aktif jika ada pergerakan dalam kurun 10 ribu tahun.

Di Sulawesi terdapat banyak patahan aktif karena pulau itu berada di kawasan pertemuan tiga lempeng besar, yakni Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Peta Sumber Gempa Nasional 2017, yang disusun Pusat Studi Gempa Nasional, menunjukkan ada 48 sesar atau sumber gempa di Sulawesi. Angka itu naik dibanding pada 2010 yang hanya 12 sesar.

Sesar Palu-Koro menjadi ancaman besar bagi Sulawesi Tengah, terutama Kota Palu. Setiap tahun pergeserannya sekitar 4,5 sentimeter. Rekaman sejarah menunjukkan gempa terkuat di sesar ini terjadi pada 1909, yang diperkirakan berkekuatan magnitudo 7. Menurut catatan ahli geologi Belanda, Abendanon, gempa itu menghancurkan desa-desa di Sulawesi Tengah.

Aktivitas sesar Palu-Koro juga pernah memicu gempa besar di Watusampu, Teluk Palu, 90 tahun lalu, yang menewaskan 14 orang. Ratusan rumah penduduk serta kantor pemerintah di Kota Palu dan Kota Donggala rusak. Gempa dengan magnitudo 6,5 itu pun memicu gelombang tsunami di Teluk Palu. "Masyarakat menyebutnya air laut berdiri," kata Trinirmalaningrum, Direktur Perkumpulan Skala, lembaga nirlaba yang aktif mengkampanyekan pengurangan risiko bencana, dua pekan lalu.

Sebagai salah satu patahan terbesar di Indonesia, ironisnya dokumentasi tentang sesar Palu-Koro sangat sedikit. Hal ini berbeda dengan sesar Semangko, yang membentang dari utara hingga selatan Sumatera. "Para peneliti gempa dunia lebih mengenal sesar Semangko. Sedangkan Palu-Koro kurang terdengar," ujarnya. Patahan besar lainnya adalah sesar Sorong. Hanya, sesar ini sebagian besar berada di laut.

Untuk mendapatkan data sesar Palu-Koro lebih detail, sejumlah peneliti dari berbagai bidang bergabung melakukan ekspedisi selama dua bulan, yang dimulai akhir Agustus nanti. Sudah ada 25 peneliti yang terdaftar, antara lain dari bidang geologi, antropologi, sosiologi, dan sejarah. "Ada 10 titik di kawasan sesar Palu-Koro yang akan dipelajari," kata Trinirmalaningrum, yang juga Kepala Ekspedisi Sesar Palu-Koro.

Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia Sukmandaru Prihatmoko mengatakan studi lanjutan tentang sesar Palu-Koro sangat penting. Gempa dari sesar ini dapat membawa dampak besar karena sebagian besar segmen patahan ada di darat dan melewati wilayah padat penduduk. "Jika sumber gempanya di segmen yang berada di laut, berpotensi memicu tsunami," ucapnya.

Di kawasan timur sesar Palu-Koro, ada segmen Palolo Graben, yang bergerak ke arah utara sejauh 3-4 sentimeter per tahun. Segmen yang terletak 40 kilometer barat laut Kota Poso inilah yang memicu gempa berkekuatan magnitudo 6,6 pada akhir Mei lalu. Lebih dari 180 guncangan lebih lemah menyusul. "Karena terus didesak lempeng Pasifik dari timur, ada kompresi yang tidak bisa ditahan batuan lagi dan akhirnya muncul gempa," ujar Sukmandaru.

Risiko bencana sesar Palu-Koro, kata dia, mirip dengan yang dibawa patahan Lembang di Jawa Barat. Sesar Lembang membujur dari timur ke barat sepanjang 29 kilometer. Sempat dianggap pasif, patahan yang terentang dari jalan tol Padalarang hingga kawasan barat di Gunung Manglayang ini menyimpan potensi ancaman serius bagi kawasan Lembang dan Cekungan Bandung, yang dihuni sekitar 3 juta jiwa.

Gempa adalah bencana yang tak bisa diprediksi. Catatan gempa menjadi informasi penting bagi peneliti untuk menyusun pola siklus kegempaan dan mitigasi bencana. Namun informasi kegempaan ini di masa sebelum era kolonial Belanda umumnya hanya berupa kisah lisan turun-temurun. Pengujian dengan paleoseismologi--mengidentifikasi jejak gempa dengan memeriksa kondisi tanah--menunjukkan, sebelum gempa 1909, ada jejak gempa besar pada 1285-1390 dan 1415-1460.

Siklus kegempaan sesar Palu-Koro diprediksi mencapai 130 tahun. Pola kegempaan ini sudah memasuki waktunya jika dirunut dari data yang ada. Sosialisasi informasi kegempaan menjadi sangat penting agar masyarakat sadar apa yang harus dilakukan ketika bencana terjadi. "Memang belum tentu ada gempa, tapi perlu meningkatkan kewaspadaan," ucap Sukmandaru.

Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Palu, Petrus Demon Sili, mengatakan seluruh Kota Palu termasuk daerah rawan bencana gempa bumi dan tsunami karena masuk jalur sesar Palu-Koro. Untuk memantau sesar itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memasang empat set seismograf di Sadaunta, Baluase, Labuan, dan Pombewe.

Kawasan pantai dan wilayah timur Sungai Palu lebih rentan terhadap tsunami. Ketinggian kawasan itu hanya 10 meter dari permukaan air laut. "Kelurahan paling rawan adalah Lere, Talise, Besusu Barat, dan Silae," kata Petrus.

Sepanjang pantai Taman Ria dan Talise menjadi kawasan "zona merah" yang rawan ancaman gempa besar. Di kawasan itu terdapat sejumlah bangunan besar, seperti hotel, pusat belanja, rumah toko, kantor pemerintah, dan permukiman penduduk. Dari penelusuran sejumlah kawasan yang dilewati jalur patahan Palu-Koro, hanya ada lima titik petunjuk evakuasi. Semua tanda itu terpasang di jalur pantai Talise, yaitu di sudut jalan lapangan Abadi, Kampung Nelayan, Jalan Cut Mutia, Radeh Saleh, dan Raja Moili.

Trinirmalaningrum menilai Kota Palu kurang siap menghadapi gempa. Peta lokasi patahan, zona rawan bencana dan longsor, hingga petunjuk arah evakuasi masih sangat minim. Struktur bangunan juga dinilai tak akan tahan guncangan hebat. "Saya tidak yakin bangunan-bangunan di sana memenuhi syarat sebagai bangunan tahan gempa," ujarnya.

Tak ada yang tahu kapan gempa akan terjadi. Tapi, bagi Izraman, pengalamannya beberapa kali menghadapi gempa membuatnya lebih tanggap meski tak ada pelatihan dari pemerintah untuk mengantisipasi gempa besar. "Untuk pemberitahuan atau latihan evakuasi tidak ada sama sekali di sini," katanya.

Gabriel Wahyu Titiyoga, Amar Burase (Palu)


Gempa yang Merusak Sulawesi

TahunLokasi
1907Danau Lindu
1909Saluki
1927Watusampu
1930Pantai Barat Donggala
1938Teluk Tomini (magnitudo 7,6)
1968Teluk Tambu (magnitudo 6)
1996Tolitoli (magnitudo 7)
1998Donggala (magnitudo 6,1)
2000Kepulauan Banggai (magnitudo 6,5)
2002Teluk Tomini (magnitudo 5,8)
2005Palu (magnitudo 6,2)
2012Donggala (magnitudo 6,2)
2017Poso (magnitudo 6,6)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus