Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ERICK Thohir, 47 tahun, seperti tak punya waktu untuk beristirahat. Hari-harinya dipenuhi pertemuan untuk memastikan Indonesia siap menjadi penyelenggara Asian Games XVIII, 18 Agustus-2 September 2018.
Ibarat bola basket, olah tubuh kegemarannya, Erick masuk di tengah pertandingan dan harus mengatasi ketertinggalan. Pada akhir 2014, Dewan Olimpiade Asia (OCA) menunjuk Jakarta dan Palembang sebagai tuan rumah setelah Hanoi, Vietnam, yang terpilih pada 2012, mundur karena tidak sanggup membangun gelanggang dan fasilitas penunjang. Erick menjadi Ketua Indonesia Asian Games Organizing Committee (Inasgoc) pada pengujung 2015 setelah terpilih menjadi Ketua Komite Olimpiade Indonesia. "Waktu ini tidak ideal," kata Erick.
Sampai bulan lalu, Erick cs bahkan belum memegang dana untuk membayar uang muka sewa gelanggang buat pesta olahraga Asia itu. Ia makin mumet karena Wakil Presiden Jusuf Kalla, selaku Ketua Dewan Pengarah Inasgoc, memotong anggaran dari Rp 8,7 triliun menjadi Rp 4,5 triliun.
Rabu malam pekan lalu, setelah rapat Inasgoc, Erick menerima wartawan Tempo Sapto Yunus, Reza Maulana, dan Indra Wijaya di Hotel Mulia, Jakarta. Selain menjelaskan persiapan Asian Games, Erick bercerita soal kepemimpinannya di Inter Milan setelah penjualan mayoritas sahamnya di klub sepak bola Italia itu pada tahun lalu. "Saya belum bisa mundur dari jabatan Presiden Inter karena pemilik saham lain tidak setuju," ucapnya.
Pemerintah hanya mengabulkan sekitar setengah dari anggaran yang diajukan Inasgoc. Apa dampaknya bagi penyelenggaraan Asian Games 2018?
Filosofinya begini, Rp 8,7 triliun itu adalah total perkiraan anggaran tanpa sponsor swasta. Itu termasuk biaya-biaya berdasarkan host city contract (kontrak kerja tuan rumah) dengan Dewan Olimpiade Asia (OCA) yang sudah terjadi sebelum saya menjadi panitia, seperti US$ 45 juta atau sekitar Rp 700 miliar untuk OCA buat biaya penyiaran dan kehumasan. Jadi bukan aji mumpung dan ingin mengambil uang negara.
Apakah pengajuan Anda terlampau tinggi?
Sebagai penyelenggara, kami ingin di zona sempurna. Berpikirnya memang harus seperti itu. Tapi, sebelum anggaran dipastikan dipotong, kami sudah mulai ada feeling. Maka kami bernegosiasi dengan OCA untuk meniadakan Asian Youth Games, yang sejatinya rangkaian pendahulu Asian Games. Kami sampaikan tidak mungkin melaksanakannya karena panitia baru terbentuk November 2015. Dana saat itu hanya Rp 52 miliar. OCA oke. Asian Youth Games kami ganti dengan test event Februari mendatang dan kita berhemat Rp 600 miliar. Keputusan itu tercapai sebelum Pak Jusuf Kalla menjadi ketua dewan pengarah, April lalu. Beliau lalu mengarahkan mesti lebih efisien lagi jadi Rp 4,5 triliun.
Hitungan Rp 4,5 triliun itu berdasarkan apa?
Pak Jusuf Kalla berpikir kami bisa mendapatkan sponsor dan memotong ini-itu. Beliau lebih tahu dinamika keuangan negara. Lebih baik begitu daripada, misalnya, oke di awal tapi saat last minute tidak ada anggaran.
Penghematan yang panitia lakukan masih jauh dari batas anggaran?
Dikurangi perhitungan biaya untuk OCA dan peniadaan Asian Youth Games, anggaran kami jadi Rp 7,4 triliun. Kami cari penghematan lain. Misalnya hanya 36 tayangan live. Test event bridge, tinju, dan taekwondo kami gabungkan di JIExpo Kemayoran supaya menghemat sewa tempat dan transportasi. Begitu juga sepak bola, digeser dari Bandung ke Bekasi supaya lebih dekat dari penginapan atlet di Kemayoran. Honor panitia test event pun tidak akan sama besarnya dengan Asian Games. Kami belum tahu bisa mencapai batas Rp 4,5 triliun atau tidak.
Pengurus cabang olahraga tidak keberatan?
Mereka setuju. Habis mau bagaimana? Kami harus lakukan efisiensi.
Berapa target dana dari sponsor?
Kami targetkan total sponsor Rp 1 triliun. Sudah ada Ssang Yong, 361 Degrees (perusahaan peralatan olahraga asal Cina), dan Swiss Timing, yang tanda tangan dengan OCA. Kami sedang tunggu jumlah dana dan barter yang kami dapatkan. Kami harapkan dana lain dari badan usaha milik negara dan swasta nasional.
Ada kesan peran Jusuf Kalla kelewat besar....
Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2017 tentang Panitia Nasional Penyelenggaraan Asian Games XVIII memang seperti itu. Beliau punya berbagai pemikiran, tapi detailnya lebih di kami.
Apa saja kewenangan dewan pengarah?
Seperti penentuan struktur organisasi level ketua dan deputi, harus ada persetujuan mereka. Saya hanya boleh mengangkat dan memberhentikan level staf.
Anda merasa kewenangan dilampaui dewan pengarah?
Tidak. Justru saya sangat mendapat support dari Pak JK, juga Pak Sjafrie Sjamsoeddin, bekas wakil menteri pertahanan, yang menjadi Wakil Ketua Inasgoc. Mereka expert di bidang pemerintahan dan keuangan negara. Maka saya, yang latar belakangnya murni swasta, bisa berfokus ke bisnis dan praktis, bukan administratif.
Itukah tujuan perubahan struktur panitia?
Perubahan struktur kemarin diputuskan Presiden Joko Widodo. Setelah itu, Pak JK memanggil dan tanya saya perlu bantuan apa. Saya sampaikan saya lemah di birokrasi dan sistem keuangan negara. Diutuslah Pak Sjafrie, juga Pak Eris Herryanto, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan, sebagai sekretaris jenderal.
Kenapa banyak militer?
Bukan berarti lebih banyak militer. Di keuangan, misalnya, ada 50-an orang, dari militer hanya 3. Sisanya dari Kementerian Keuangan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, dan lainnya.
Ada pertimbangan keamanan sehingga memasukkan purnawirawan Tentara Nasional Indonesia?
Tidak. Lebih karena mereka punya cara berpikir berbeda dari birokrasi lain dan swasta. Ini tugas negara dan harus langsung diselesaikan. Sebab, keadaannya sudah mendesak dan perlu percepatan.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani sebagai wakil ketua pengarah memberi masukan apa?
Bu Puan banyak membantu di hubungan antarinstansi pemerintah. Contoh, pagi tadi kami rapat di kantor dia membahas pajak. Sesuai dengan host city contract, pajak diminta tidak jadi biaya karena ini adalah perhelatan negara. Palembang sudah menghapus pajak reklame. Jakarta, karena dalam peralihan kepemimpinan, masih ada pajak.
Jusuf Kalla bisa memutuskan cabang yang dipertandingkan?
Tidak. Itu hasil pembicaraan Pak JK dan OCA. Pak JK mendapat masukan dari pengurus cabang, Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Inasgoc. Juga Komite Olimpiade Indonesia dan Komite Olahraga Nasional Indonesia.
Kata akhir ada di siapa?
Di OCA. Di Indonesia, tentu di Pak JK.
Itukah penyebab Asian Games nanti banyak menggelar cabang tak populer di Indonesia, seperti bola tangan dan rugbi?
Keinginan Pak JK, cabang-cabang tak populer itu tak dimainkan. Tapi di OCA ada garis-garis yang harus disepakati. Misalnya, 28 cabang Olimpiade Rio de Janeiro 2016, termasuk bola tangan dan rugbi, tidak boleh dipotong. Ini tidak seperti SEA Games, yang bisa terserah penyelenggara, ha-ha-ha....
Ada pertimbangan lain dalam memutuskan cabang olahraga?
Kategori regional, misalnya kriket dan kabaddi dari Asia Selatan. OCA hanya meloloskan kabaddi karena di Asian Games lalu di Korea Selatan, India dan Pakistan tidak mengirim atlet terbaiknya sehingga dianggap tidak memberi value. Indonesia mengusulkan tiga cabang yang tidak pernah dipertandingkan di Asian Games sebelumnya, yaitu pencak silat, paragliding, dan jetski.
Sehingga Indonesia bisa tambah medali?
Ya, pikir sendiri deh, ha-ha-ha.... Makanya saya mengusulkan Indonesia harus punya blueprint prestasi di cabang unggulan yang ada di Olimpiade, sebagai puncak tertinggi prestasi olahraga.
Dengan cetak biru, butuh berapa tahun untuk berbicara di Olimpiade?
Tidak bisa di Tokyo 2020, tapi Olimpiade tahun itu bisa jadi tolok ukur. Misalnya, kalau waktu itu mendapat satu emas, selanjutnya harus tiga emas. Baru di Olimpiade 2024 dan 2028 kita bisa benar-benar berprestasi.
Pesta olahraga besar identik dengan upacara pembukaan dan penutupan megah. Apakah pemangkasan anggaran bakal mengurangi ekspektasi itu?
Opening dan closing ceremony jadi tantangan tersendiri buat panitia. Anggaran kami US$ 80 juta dipangkas jadi US$ 50 juta atau bahkan 40 juta (setara dengan Rp 533 miliar). Jangan sampai kalah dengan SEA Games di Kuala Lumpur, Agustus nanti. Sebagai perbandingan, pembukaan dan penutupan Olimpiade Rio de Janeiro 2016 menghabiskan US$ 80 juta (sekitar Rp 1 triliun). Sebenarnya banyak kekurangan di Olimpiade itu, tapi tertutup opening yang bagus dan tim sepak bola Brasil jadi juara.
Ada kekhawatiran renovasi infrastruktur Asian Games molor.
Ini wilayah Pak Basuki (Hadimuljono, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat). Tapi kerja Kementerian Pekerjaan Umum telah menyelamatkan kepanitiaan Inasgoc. Pada April 2015, ketika OCA minta kepastian pembangunan athlete village, Pak Basuki menyanggupi dan progresnya sudah 94 persen. Tanpa kesanggupan itu, Asian Games dialihkan ke negara lain. Cina sudah siap menyambar. Bulan depan, ada dua venue yang diserahterimakan, yaitu arena hoki dan stadion tennis indoor Gelora Bung Karno yang akan digunakan untuk voli.
Idealnya kapan venue siap?
Seharusnya setahun sebelumnya. Tapi kami baru mendapat mandat pada 2015, telat 16 bulan setelah Vietnam mengundurkan diri. Juga ada delay birokrasi beberapa belas bulan, sehingga waktu ini tidak ideal.
Kapan semua gelanggang selesai?
Sekitar 80 persen bisa selesai Desember. Beberapa tempat, seperti indoor arena untuk tenis di Palembang, baru akan jadi pada Februari.
Kemacetan Jakarta jadi pembahasan dengan OCA?
Nanti ada deputi yang membawahkan keamanan dan transportasi. Kami akan menyiasatinya dengan rekayasa lalu lintas. Kami percayakan kepada ahlinya.
Mass rapid transit dan light rail transit Jakarta dipastikan belum rampung saat Asian Games. Apa akan jadi hambatan?
MRT dan LRT Jakarta memang tidak menjadi fasilitas yang kami janjikan untuk Asian Games, hanya LRT di Palembang.
Saat Ramadan, Anda mengatakan belum ada satu pun venue yang uang mukanya dibayarkan. Sekarang bagaimana?
Sudah tersedia dananya di rekening kami Rp 500 miliar. Pekan depan, kami bertemu dengan pengelola. Yang penting kan down payment (DP) dulu. Gedung perkawinan saja butuh DP setahun sebelumnya, ha-ha-ha....
Dewan Perwakilan Rakyat mempertanyakan transparansi dana US$ 45 juta untuk OCA.
Tidak transparan bagaimana? Itu biaya kontrak kami ke OCA. Dalam kontrak tertulis harus kami laporkan sesudah Asian Games.
Kekhawatiran DPR menyangkut korupsi dana sosialisasi Asian Games yang menyeret Sekretaris Jenderal dan Bendahara KOI. Bagaimana kasus itu bisa terjadi?
Ada sistem yang mereka tabrak dan terlihat oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Anda mengetahuinya?
Saya tahu, makanya saya minta hentikan. Saya bikin tiga surat, yaitu minta pendampingan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, minta pelaku kembalikan Rp 16 miliar, dan minta mereka bertanggung jawab. Sesuai dengan hitungan BPK, kerugian Rp 2,3 miliar. Melihat reputasi dan kredibilitas saya di bisnis, tak mungkin saya lakukan itu. Saya buktikan saat pemeriksaan di Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Keputusan Presiden tentang Asian Games membolehkan panitia menunjuk pelaksana proyek tanpa tender. Aturan itu bakal memicu masalah?
Walaupun ada payung hukum dan waktu mepet, tetap kami usahakan ada tender. Misalnya, event organizer untuk upacara pembukaan dan penutupan ada tiga perusahaan yang ikut lelang. Di penyiaran, dari enam perusahan yang ikut, sekarang tinggal dua. Kami juga tak akan cari-cari alasan agar bisa tunjuk langsung.
Perusahaan Anda ikut tender?
Saya punya perusahaan yang bergerak di bidang-bidang yang dibutuhkan, dari penyiaran, katering, sampai pengelolaan tiket. Kalau mau penunjukan langsung, bisa saya tunjuk perusahaan saya. Tapi saya tidak bolehkan satu pun terlibat, untuk jaga reputasi.
Badan layanan umum, sebagai syarat pencairan dana oleh Kementerian Keuangan, sudah terbentuk?
Sudah. Sekarang sedang menunggu Kementerian Olahraga soal keputusan perangkat dan modal dasarnya. Akan diselesaikan dalam satu bulan ini.
Mengapa harus ada BLU?
Inasgoc adalah satuan kerja. Kalau terima sponsor, uang langsung masuk negara. Sedangkan tidak seratus persen dari nilai sponsor masuk kantong kami. Mereka, misalnya, minta iklan televisi dan reklame, sehingga butuh biaya. Uang yang masuk satuan kerja tidak bisa dikeluarkan lagi. Di BLU lebih fleksibel. Kemenpora juga mengharapkan BLU nanti membidik event kelas dunia, dengan melibatkan KOI dan cabang olahraganya. Namanya belum ditentukan.
Perubahan aturan, termasuk tuntutan pembentukan BLU, menghambat kerja Inasgoc?
Memperlambat. Tapi sekarang isu itu sudah selesai. Inasgoc tidak punya wewenang mencairkan dana tanpa BLU, karena kami satuan kerja sementara. Bubar setelah Asian Games. Saya juga baru mengerti hal-hal seperti ini.
Anda yakin semua bisa berjalan pada 18 Agustus tahun depan?
Ya, karena ini adalah tugas negara. Bukan saya negative thinking, tapi realitas kondisi sistem birokrasi dan kenegaraan kita memang seperti ini.
Apa rencana setelah Asian Games?
Kami mengajukan penawaran menjadi tuan rumah kejuaraan basket dunia 2023. Saya sudah meminta izin Menpora dan beliau mendukung. Keputusannya ditentukan Desember tahun ini. Kejuaraan besar seperti itu memang tidak bisa dadakan.
Pelaksanaannya di mana?
Istora Gelora Bung Karno. Sesuai dengan arahan Pak Presiden dan Pak JK, venue mesti terus dimanfaatkan. Jangan habis dibangun hanya digunakan untuk acara partai dan kawinan. Maka Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia memberanikan diri jadi host kejuaraan dunia. Kami maju bersama Jepang dan Filipina. Pesaingnya Rusia, Turki, dan konsorsium Argentina-Uruguay. Pasti seru, karena pemain NBA turun semua.
Menurut Anda, realistiskah rencana Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2034?
Kalau ini serius, harus segera buat tim untuk mempersiapkannya. Bayangkan, Kejuaraan Dunia Antarklub yang kurang dari dua pekan saja butuh biaya bidding US$ 25 juta (setara dengan Rp 333 miliar). Lalu harus punya delapan sampai sepuluh stadion berkapasitas di atas 59 ribu. Apa kita siap?
Sejak di Inasgoc, sepertinya Anda jarang mengurus Inter Milan.
Memang. Asian Games ini membuat saya harus undur diri dari perusahaan-perusahaan saya, kecuali Presiden Direktur ANTV dan Presiden Inter Milan. Saya tidak bisa mundur dari Inter karena dilarang pemilik saham lain. Dulu saya setiap bulan ke Milan, sekarang terakhir ke sana April lalu. Saya baru akan bertemu dengan tim lagi saat Inter melawan Bayern Muenchen di turnamen ICC di Singapura, 27 Juli nanti. Besoknya langsung balik ke Jakarta.
Kapan Anda minta mundur?
Kata-katanya bukan mundur. Saya mengatakan ke rapat pemilik saham bahwa tidak bisa seaktif dulu karena kesibukan Asian Games. Mereka jawab, "It's OK." Ada dukungan dari Suning Group (raksasa retail Cina, pemilik 70 persen saham Inter. Saham Erick tinggal 30 persen per Juni 2016). Sebab, Liu Jun, CEO Suning, dan Steven Zang, putra mahkota kerajaan bisnis mereka, ada di Milan untuk urusan sehari-hari. Mereka bilang butuh visi saya untuk Inter. Tapi saya tidak tahu apakah tiga-enam bulan lagi ada perubahan. Yang jelas, prioritas saya menyukseskan Asian Games.
Erick Thohir
Tempat dan tanggal lahir: Jakarta, 30 Mei 1970
Pendidikan:
Sarjana periklanan dari Glendale College, California, Amerika Serikat
Master administrasi bisnis dari National University, California
Karier:
Pendiri Mahaka Group
Direktur PT Lativi Media Works (2007-2012)
Direktur PT Visi Media Asia (2011-2013)
Direktur Utama PT Andalas Horizon Television (2013-sekarang)
Presiden FC Internazionale Milano (2013-sekarang)
Organisasi: l Ketua Komite Olimpiade Indonesia (2015-2019)
Ketua Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (2004-2006)
Ketua Asosiasi Basket Asia Tenggara (2006-sekarang)
Anggota Dewan Federasi Basket Internasional (2014-sekarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo