Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Pati - Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) mengangkat isu kerusakan kawasan Karst di Pegunungan Kendeng, bagian utara Pulau Jawa, pada Hari Kartini dan Hari Bumi. Anggota JMPPK memperingati momentum yang jatuh pada 21-22 April di Langgar Yu Patmi, Desa Larangan, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka menilai Kendeng seharusnya menjadi tempat penyimpanan air ketika hujan. Wilayah pegunungan tersebut memiliki Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih dan Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Sukolilo yang bisa menekan laju air. Kenyataannya, area itu justru dijejali pertambangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Berdampak terhadap rusaknya kawasan karst yang seharusnya sudah dibaca prediksinya melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pegunungan Kendeng," kata perwakilan JMPPK, Gunretno, melalui keterangan tertulis, Rabu, 24 April 2024.
Pada awal 2024, banjir sempat melanda beberapa area di sekitar Pegunungan Kendeng. Wilayah yang diterjang banjir, antara lain Kabupaten Grobogan, Kudus, dan Pati. Bahala itu juga melumpuhkan jalur pantai udara atau Pantura Demak-Kudus. Dampaknya juga menyebar ke pemukiman warga dan lahan pertanian.
Peringatan Hari Bumi dan Hari Kartini JMPPK diisi dengan berdoa bersama. Mereka mendoakan para anggota JMPPK yang telah meninggal, salah satunya Patmi. Wanita yang disebut sebagai Kartini Kendeng itu aktif menolak industri semen.
"Doa bersama juga dimaksudkan sebagai wujud refleksi dan permohonan maaf atas tingkah perilaku manusia yang selama merusak ibu bumi," kata Gunretno.
Para anggota JMPPK menilai Pegunungan Kendeng memasuki masa kritis. "Akibat operasi produksi pabrik semen dan aktivitas pertambangan, baik dari kegiatan berizin maupun tidak,” kata dia.