Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Ikan Mati. Pabrik Dituduh

Kali Kamojing di desa Dawuan dan Purwasari, Cikampek, terkena polusi air, menyebabkan ikan-ikan di kolam penduduk mati. Sementara tuduhan ditujukan kepada pabrik PT Pupuk Kujang di Dawuhan.

7 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KARAWANG ribut lagi dengan kasus polusi racun hama. Kejadiaunya mulai 13 Agustus lalu, sebelum Lebaran. Sore itu, Endang, seorang penduduk Babakan Sereh Desa Dawuan, Kecamatan Cikampek, pergi melongok kolam-kolam ikan di belakang rumahnya Orang ini punya tujuh kolam ikan yang baru saja ditaburi benih ikan tiga bulan sebelumnya. Namun pemandangan yang menyambut Endang, kontan membuat dia ternganga. Ikan-ikan tawes, nila, mas dan jenis-jenis lain di kolamnya megap-megap mengambil udara ke permukaan, berkelojotan seperti mabuk, lalu diam. Mati. Tak ada yang sisa. Nasib itu tak cuma menimpa Endang. Juga penghuni balong-balong lainnya di kampung Babakan Sereh, yang memang terletak persis di pinggir saluran irigasi Kali Kamojing. Penduduk kampung itu jadi tercengang dan gemetar melihar ikanikan air tawarnya punah semua. Lebih-lebih setelah penduduk Desa Dawuan dan Desa Purwasari yang biasa mandi-cuci-berak di Kali Kamojing juga merasakan gangguan yang tak enak. "Air kali mendadak terasa dingin dan gatal," tutur seorang penduduk. Ini dibenarkan oleh Kepala Desa Dawuan, Abdul Sukur. Di sore hari yang naas itu, bangkai-bangkai ikan langsun dinaikkan ke darat. Dari 46 kolam yang keracunan menjelang Lebaran itu terangkat 250 ribu ekor bangkai ikan. Besar-besar lagi ada yang hampir 3 kg beratnya. Lurah Abdul Sukur kemudian memerintahkan agar ikan itu segera dimusnahkan, dengan jalan ditanam saja. Maksudnya jangan sampai ada manusia dan hewan yang ikut kcracunan lantaran memakannya. Penduduk kampung memang setuju. Cuma begitu kata 26 pemilik kolam, "kami minta ganti rugi." Harganya setelah mufakat dipukul rata Rp 10 tiap ekor. Tapi itu "masih harus ditambah biaya pemeliharaan dan biaya penaburan benih," ujar Aedy, seorang pemilik kolam yang sampai sekarang menganggur karena tak punya penghasilan lain kecuali dari balongnya itu. Aldrin Dari Mana? Tapi kepada siapa mau minta ganti rugi? Aedy dan kawan-kawannya kontan saja mengajukan permintaan ganti rugi kepada PT Pupuk Kujang di Dawuan, yang pabriknya tak jauh dari kolam mereka. Soalnya, saluran irigasi Kali Kamojing mengalir persis di belakang pabrik itu. IIingga tak pelak lagi, "penyebabnya pasti dari sana," kata mereka serentak. Mereka menduga, mungkin ada amoniak atau urea yang bocor dari pabrik ke kali -- padahal pabrik yang baru dibangun itu baru akan diresmikan 10 Nopember mendatang. Tuduhan para pemilik balong itu segera saja ditangkis oleh pihak pabrik. Kata seorang pejabat pabrik "Air limbah pabrik disalurkan ke luar lewat pipa-pipa bawah tanah. Itupun setelah air kotor tadi dinetralkan dengan separator. Di situ minyak dipisahkan dari air. Minyaknya dibakar, sedang airnya diendapkan lagi dalam dua kolam, baru dialirkan ke luar melalui saluran pembuangan bawah tanah itu. Pembuangannya pun bukan ke Kali Kamojing, melainkan ke Kali Karanggelam yang tak ada hubungannya dengan saluran irigasi itu." Biar jelas duduk perkaranya, PT Pupuk Kujang esok harinya segera mengirim tim meninjau kolam-kolam ikan itu, dan memboyong sampel air kolam dan air saluran irigasi Kamojing untuk diperiksa oleh Lembaga Ekologi Unpad di Bandung. Hasilnya? Air tadi mengandung 0,35 ppm aldrin -- sejenis racun hama, yang lebih kuat dari pada endrin. Hasil penelitian Lembaga Ekologi Unpad itu memhuat para pimpinan Pupuk Kujang bernafas lega. "Di tempat kami tak pernah ada aldrin," kata seorang pejabat pabrik itu. Kalau betul begitu, boleh jadi hujan besar beberapa hari sebelum musibah ikan balong itu telah menghanyutkan racun hama tadi dari sawah turun ke kolam. Namun tak urung pimpinan pabrik pupuk Kujang mencoba juga mengecilkan kerugian para petani. Jumlahnya masih sedang ditaksir. Tapi, tuntutan Rp 10/ekor --apalagi untuk jumlah bangkai ikan sampai 250 ribu ekor -- tak dapat diterima oleh pimpinan pabrik. Kata seorang pejabat Pupuk Kujang: "Bagaimana bisa diterima, kalau yang kami lihat hanya beberapa puluh ekor saja?" Tuduhan Ahmad Suta Untuk menjelaskan 'ketidakterlibatan' pabrik itu, Dirut PT Pupuk Kujang ir Salmon Mustafa mengundang 52 penduduk desa Dawuan dan Purwasari yang tercemar empangnya ke pabrik itu. Itulah pertama kalinya penduduk setempat mendapat kesempatan memasuki dan melihat dari dekat kawasan Pupuk Kujang. Pertemuan yang diakhiri peninjauan keliling kawasan pabrik tak banyak menghasilkan apa-apa bagi penduduk. Mereka tetap juga menuntut ganti rugi. Ahmad Suta, seorang sesepuh desa yang sudah jompo tapi ikut dalam pertemuan itu bahkan tetap menuduh pabrik itulah yang bersalah membunuh ikan-ikan. Bukan cuma itu. Kehadiran pabrik itu menurut Suta juga menyebabkan frekwensi banjir meningkat menjadi rata-rata tiga kali sebulan. Padahal dulu hanya sekali setahun. Mungkin karena desakan penduduk itulah, PT Pupuk Kujang ada rencana memindahkan saluran irigasi yang sekarang melintang di belakang pabrik. Untuk mencegah risiko di kemudian hari, rupanya. Sementara itu para pemilik kolam belum berani menabur benih ikanikan baru di kolam warisan moyangnya. "Kolam-kolam itu perlu dinetralisir dulu dari racun yang masih berkeliaran di air," kata sumber TEMPO di kantor Bupati Karawang. Tapi sayangnya, sebegitu Jauh belum ada petunjuk dari pemerintah bagaimana caranya menetralisir air kolam yang tercemar itu. Yang juga menjadi pertanyaan penduduk adalah: kalau betul zat kimia yang mematikan ikan-ikan mereka adalah sejenis pestisida, dari mana datangnya aldrin berkadar begitu tinggi? Apa kah penyuluh pertanian lapangan (PPL) agak lalai menjalankan tugasnya? Ataukah memang ada unsur kesengajaan? Yang menarik menurut seorang mahasiswa Bandung yang sedang KKN di Kecamatan Cikampek dan ikut nyelip di antara rombongan petani balong yang meninjau pabrik, ada seorang penduduk yang tertegun lantaran mencium bau pesing yang sangat menyengat. Kontan orang desa itu nyeletuk dalam bahasa Sunda: "Bau ini mah, seperti yang tercium pada air kolam ikan saya! " Petani itu tak tahu nama gas itu. Tapi menurut mahasiswa tadi, itu bau amoniak (NH3), salah satu bahan baku pembuat urea. Cuma, bisakah ikan-ikan di empang pada mati hanya lantaran tercekik amoniak?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus