Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Bukan Kaliber Kelas Dua

Univ. Hasanuddin menolak jadi anggota proyek perintis I. menurut rektornya, A. Amiruddin karena bila ikut serta akan tertutup kesempatan mengembangkan usaha pembaruan dalam penerimaan siswa baru.

7 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERGURUAN tinggi hanya mau menerima calon mahasiswa terbaik. Dengan alasan agar ditemukan mahasiswa baru yang mampu menjalani dan menyelesaikan pendidikan tinggi, dan agar dana terbatas yang dimiliki perguruan tinggi itu bisa digunakan seefisien mungkin, dilakukanlah seleksi dengan cara ujian masuk. Alasan itu tidak seluruhnya bisa diterima. "Kalau begitu kapan murid di pedesaan dapat kesempatan masuk ke perguruan tinggi?" tanya Prof. Dr. A. Amiruddin, rektor Universitas Hasanuddin, menyinggung laporan dies natalis ke XXII perguruan tingginya, 23 September yang lalu. Memang mendidik para mahasiswa baru yang mempunyai angka ujian masuk yang tinggi cenderung lebih efisien. Tapi mempergunakan prestasi ujian masuk sebagai alat saringan memberikan perlakuan yang kurang adil terhadap calon-calon mahasiswa dari lapisan bawah masyarakat dan daerah pedalaman. Penyaringan semacam ini cenderung membuat lembaga pendidikan tinggi menjadi lembaga pendidikan elitis. Dengan alasan itu, kata Amiruddin, dapatlah dimengerti mengapa Universitas Hasanuddin menolak ajakan untuk bersama beberapa universitas negeri lainnya menjadi anggota Proyek Perintis I Penerimaan Mahasiswa Baru. Menghadapi tahun kuliah baru mendatang, pemerintah lewat SK Dirjen Pendidikan Tinggi memang sudah menetapkan adanya dua proyek perintis penerimaan mahasiswa baru. Yang pertama dengan cara ujian masuk bersama yang anggotanya terdiri dari kelornpok Skalu (UI, ITB, IPB, UGM dan Unair) plus beberapa perguruan tinggi negeri terkemuka lainnya seperti ITS, Undip, USU, Unpad, Unhas. Sedangkan proyek perintis kedua terdiri dari IPB, ITB dan UGM. Kelompok kedua ini selain melakukan saringan lewat ujian masuk (karenanya masuk juga pada proyek perintis yang pertama) juga menerima mahasiswa baru tanpa harus melalui ujian masuk. Caranya seperti IPB misalnya, dengan memilih calon-calon mahasiswa yang paling baik pada beberapa SMASMA (yang biasanya juga SMA terbaik) berdasarkan angka-angka pelajaran selama di sekolah lanjutan tersebut. Tapi nampaknya cara yang dilakukan oleh kedua proyek perintis itu tidak berkenan di hati Amiruddin. Rektor perguruan tinggi negeri yang terbesar di Indonesia Timur itu menyadari betul kalau mutu sekolah-sekolah lanjutan yang memproduksi calon-calon mahasiswa itu tidak merata. SMA di daerah-daeran umumnya lebih parah dibanding dengan yang terdapat di kota-kota besar. Karena itu sejak dua tahun yang lalu Unhas, sebagaimana IPB, menerima mahasiswa baru tanpa ujian masuk. "Hanya bedanya kami tidak memilih calon-calon yang terbaik," kata Amiruddin. Ianpa melihat angka-angka pelajaran maupun ujian, asal mereka memiliki potensi untuk berkembang, akan diterima di Unhas. Dan untuk mengetahui potensi itu dilakukan psiko-test. Mahasiswa baru yang diterima seluruhnya masuk .ialam program Kelas Pesiapan (serupa dengan masa matrikulasi di ITB) selama enam bulan. "Ternyata hasilnya 90% rata-rata baik," kata Amiruddin. Maksudnya, terbukti mereka yang angka rata-ratanya selama di SMA tidak luar biasa, toh mampu mengikuti kuliah dengan ratarata baik. Penolakan Unhas untuk menjadi angota Proyek Perintis I itu nampaknya dimaklumi pemerintah. "Sebab dengan menjadi anggota proyek perintis itu tertutuplah kesempatan bagi Unhas untuk melaksanakan dan mengembangkall usaha pembaharuan dalam sistim penerimaan mahasiswa baru," kata Amiru-ldin, ketika melantik 296 lulusan berbagai program dalam kesempatan dies itu. Dan, katanya lagi, untuk menunjukkan bahwa perguruan tinggi yang tidak termasuk proyek perintis I itu bukan universitas kelas dua.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus