Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yang paling dahsyat, Menteri Sonny meminta agar PT Inti Indorayon Utama ditutup. Produsen rayon terbesar di Indonesia itu dinilai teledor dalam menangani pencemaran, termasuk mengelola kemasan pestisida, selama sepuluh tahun terakhir. Kebocoran tangki penyimpanan gas klor juga menjadi salah satu petunjuk kelalaian Indorayon.
Menteri Sony juga mulai mengutak-atik perusahaan tambang emas raksasa PT Freeport Indonesia, salah satu "tabu" dalam pemerintahan sebelumnya. Sonny meragukan hasil audit lingkungan yang dilakukan Montgomery Watson, sebuah auditor independen masalah lingkungan, Desember lalu. "Masa, audit itu tak punya catatan negatif sama sekali," katanya.
Padahal, menurut hasil penelaahan tim Menteri Sonny, pembuangan limbah Freeport ke laut tidak klop dengan kondisi lingkungan Indonesia. Sistem pembuangan limbah itu cuma meniru cara-cara di Alaska, yang sebenarnya dipakai untuk melindungi satu jenis tanaman tertentu. Untuk itu, Sonny berniat untuk menguji kembali hasil audit Montgomery.
Bukan itu saja, Sonny juga menggedor perusahaan tambang PT Newmont Minahasa Raya (Sulawesi) dan Batu Hijau (Nusatenggara). Kedua perusahaan ini membuang ampasnya ke laut sampai kedalaman cuma 80 meter. Ini dianggap tak cukup "bersih" karena mengganggu habitat ikan. Sonny minta agar tailing dibuang lebih jauh sampai kedalaman sedikitnya 300 meter. Jika tak mampu, sistem pembuangan limbah Freeport harus diganti.
Selain Indorayon, Freeport, dan Newmont, Sonny juga menggebrak impor limbah beracun dari Singapura dan pengembangan lahan gambut di Kalimantan Tengah. Sonny minta agar impor material keruk itu segera dihentikan karena mengandung bahan beracun.
Soal proyek lahan gambut, Sonny minta agar sebagian kawasan itu dikembalikan ke ekosistemnya semula. Dari luas sejuta hektare itu, kata Sonny, cuma sebagian yang cocok dikembangkan sebagai areal pertanian dan transmigrasi.
Langkah-langkah keras ini belum tentu terealisasi di lapangan. Soalnya, gebrakan Sonny cuma berupa rekomendasi. Bagaimana pelaksanaannya, tergantung pada departemen teknis yang bersangkutan. Ini yang membuat Emmy Hafild, salah satu penggiat lingkungan, ragu dengan efektivitas langkah Sonny.
Meskipun belum tentu terealisasi, keputusan ini, toh, sudah mengundang reaksi keras. Menteri Negara Penanaman Modal, Laksamana Sukardi, misalnya, menyesalkan rekomendasi penutupan Indorayon. Ini dinilai bisa merusak iklim investasi Indonesia. Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Jusuf Kalla, menyebut penutupan pabrik harus melalui proses hukum. Kalau Indorayon kalah, barulah penutupan dilakukan.
Sonny sendiri mengakui praktek beking-bekingan dan pertimbangan ekonomi selama ini sering menjadi penghambat dalam menindak perusak lingkungan. Menggebrak Freeport dan Indorayon dengan begitu keras, misalnya, dikhawatirkan bisa memadamkan animo para investor baru. Padahal, Indonesia sangat membutuhkan masuknya modal asing.
Jadi, tepatkah langkah Sonny? Entahlah. Yang pasti, rekomendasi itu diambil Sonny berdasarkan hasil telaah kelompok kerja selama tiga bulan. Beberapa ekonom meragukan kompetensi tim pokja ini karena tak melakukan penelitian baru yang tuntas dan menyeluruh. "Taruhannya terlalu besar untuk penelaahan yang terlalu singkat," katanya.
Ia menduga, boleh jadi Sonny ngebut mengambil keputusan karena terdesak deadline para penggiat lingkungan. Tiga bulan lalu, ketika baru dilantik, Sonny diultimatum agar menyelesaikan pelbagai persoalan lingkungan dalam waktu 100 hari.
Kompetensi tim pokja secara tak langsung juga diragukan para "korban". Komisaris Utama Indorayon, Palgunadi T. Setiawan, misalnya, mengaku heran dengan rekomendasi Sonny. Soalnya, audit lingkungan yang dilakukan Labart Anderson empat tahun lalu tak menemukan penyimpangan yang berarti. Dari aspek lingkungan, Indorayon mengaku masih bisa mengurus diri. "Saya sudah melakukan apa pun permintaan pemerintah," kata Palgunadi, mencoba membela diri.
Agaknya, sebuah audit yang tuntas dan menyeluruh harus dilakukan sebelum vonis dijatuhkan.
Agung Rulianto, Dwi Arjanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo