Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Jojoba di gurun pasir?

Tanaman jojoba yang ditemukan di gurun sonora, a.s, kini akan dibudidayakan di afrika dan timur tengah selain bermanfaat sebagai penahan perkembangan gurun pasir, potensi ekonomisnya juga besar. (ling)

27 Februari 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMAKIN banyak salon kecantikan di Amerika dan Eropa mempromosikan sabun, cream atau shampoo yang mengandung minyak jojoba. Konon minvak itu punya berbagai khasiat unggul, menandingi khasiat vitamin E, sari rumput laut, minyak kura-kura atau pun sari buah alpokat. Produk kosmetika yang mengandung minyak jojoba itu ternyata cukup laris dan merangsang minat banyak orang. "Ini contoh lagi tentang sesuatu yang aneh dan jarang digabungkan dengan supaya promosi yang unggul," ujar seorang peneliti ilmiah skeptis. Jojoba, yang dalam bahasa SpanyolMeksiko diucapkan hohoba, tumbuh di bagian tertentu Gurun Sonora. Gurun ini mencakup bagian dari Meksiko Utara, dan bagian selatan California dan Arizona di AS. Orang Indian di situ, terutama dari suku Apache, sudah lama memanfaatkan tanaman itu. Jojoba -nama resminya Simmondsia chinensis atau Simmondsia californica--termasuk hangsa tanaman jarakjarakan (Euphor biales). Ia tanaman perdu besar, berdaur rindang kecil-kecil. Bila sudah dewasa, menumbuhkan biji yang punya kada minyak sampai 50%. Minyak itu bisa di pakai sebagai minyak rambut, bahan pesolek wajah dan tubuh, makanan, bahan pelemas kulit dan untuk bikin lilin. Sejak tahun 1972, Bagian Penelitian Lahan Setengah Kering dari Universitas Arizona di AS memulai suatu program bersama suku Indian Apache San Carlos untuk mengembangkan potensinya sebagai tanaman ekonomi. Sejak itu perhatian terhadap jojoba cepat meluas. Bahkan para spekulan tanah menggaet banyak uang dengan menjual bagian tanah yang, kata mereka, cocok untuk menanam jojoba. Semua itu hanya berdasarkan anggapan bahwa panennya bakal memberi keuntungan yang fisbat. Kejadian serupa terulang juga di Australia. Harga minyak jojoba di pasaran memang menarik. Kalau tahun 1979 harga per ton berkisar sekitar US$ 15.000 (Rp 9,7 juta), saat ini sudah melebihi US$ 35.000 (Rp 22,7 juta)! Ini disebabkan permintaan jauh melebihi penyediaan, terutama oleh industri komestika di AS, Jepang dan Eropa. Saat ini produksi minyak itu hanya mencapai puluhan ton. Demam jojoba membuat banyak pihak menginvestasikan uangnya di bisnis pertanian itu. Menurut mereka yang mengolah jojoba di Costa Rica, tanaman ini bakal menghasilkan 200% laba setiap tahun dalam jangka waktu 10 tahun. Juga majalah Wall Street Diges, yang memberi saran dalam berbagai investasi, pernah menilai jojoba--sesudah real estate dan uang logam kuno--sebai satu "di antara sepuluh bidan terbaik menginvestasikan uang sekarang". Tapi tak semua orang seantusias begitu. Apalagi dengan meningkatnya produksi, harga minyak jojoba pasti anjlok. "Tak ada investasi pertanian yang terjamin," ujar Ralph Boyd yang memiliki American Jojoba Industries Inc. Perusahaan itu mengolah 1 500 hektar untuk menanam jojoba di California dan Arizona. "Tak semudah itu menjadi jutawan," ujar Boyd lagi. Tapi, selain sebagai bahan berbagai produk kosmetika, minyak jojoa juga punya aplikasi dalam indusrri sebagai minyak pelumas, pengolahan kulit, obat-obatan dan cat. Minyak itu juga bisa !iolahmenjadi wax, bahan baku untuli industri lilin, bahan pemoles, kosmetika dan lapisan pelindung. Dan sisanya setelah diperas minyaknya, bisa dimanfaatkan sebagai makanan ternak yang tinggi gizinya. Satu lagi kemungkinan pemanfaatan minyak jojoba ialah sebagai pengganti minyak ikan paus sperm. Produksi minyak ikan itu semakin merosot, terutama karena berbagai tindakan menyelamatkan ikan paus itu. AS, misalnya, melaran impor minyak itu di akhir tahun 1971, dan tahun lalu Komisi Pemburuan Ikan Paus Internasional (IWC) menetapkan penangguhan perburuan ikan paus selama satu tahun. Pemakai minyak ikan dalam industri sibuk mencari penggantinya. Mereka meneliti minyak jojoba, yang secara kimiawi memang mirip minyak ikan. Terutama di industri kulit, minyak ikan paus itu banyak dipakai. "Daftar manfaat potensial cukup panjang," ujar Demetrios M. Yermanos, profesor ilmu agronomi di Universitas California. Dr. Yermanos memang seorang yang mempelopori pembudidayaan jojoba. Ia juga menjiwai sebuah proyek penanamannya di Sudan, yang dimulai tahun 1979. Eksperimen itu didukung UNDP (United Nations Development Program dan Kementerian Pertanian Sudan. Dr. Yermanos bertindak sebagai satu-satunya konsultan dalam proyek itu. Belakangan berbagai negara Arab dan Afrika mulai menaruh perhatian terhadap tanaman itu. Salah satu sebab ialah karena konon tanaman itu bisa mencegah menjalarnya gurun pasir. Saat ini di Sudan, misalnya, gurun pasir berkembang dengan kecepatan 6 km setiap tahun Tapi juga menjadi perhatian ialah potensi ekonomis yang dimiliki jojoba itu. Mencegah Erosi Kini Yermanos meneliti kemampuan penyesuaian diri tanaman itu di berbagai wilayah Sudan. Juga ditelitinya kemungkinan manfaat ekonomisnya, sebagai lapangan kerja bagi penduduk setempat. Menurut Akram Qursha, kepala proyek nasional UNDP di sana, eksperimen itu cukup berhasil. "Bahkan jika penaksiran potensi industri tanaman itu terlalu berlebihan, kita masih memiliki semua manfaat pertaniannya," ujar Qursha. Menurut orang UNDP ini, jojoba "sama baiknya" seperti tanaman lain yang dipergunakan untuk mencegah erosi dan perkembangan gurun pasir. Kekurangannya ialah karena jojoba memerlukan "pengairan sekedar" pada dua tahun pertama. Tanaman lainnya tak memerlukan masa pengairan selama itu. "Tapi ini eksperimen yang amat baru," ujar Qursha. "Apa yang kami kumpulkan sampai sekarang ialah menunjuk pada potensinya yang amat baik." Agaknya berdasarkan ini, pekan lalu di Khartoum, Sudan, berlangsung sebuah seminar tentang jojoba. Semua negara Arab dan negara Afrika sekitar Gurun Sahel diundang. Qursha melihat seminar ini sebagai titik-tolak pengembangan tanaman jojoba. Selain Sudan, Persatuan Emirat Arab sudah menyetujui rencana membudidayakan tanaman itu. Diduga Arab Saudi, Iran dan Jordania segera akan memulai pula proyek itu, sementara Mesir sudah memulai suatu program penelitiannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus