ENTAH apa namanya, orang Medan lebih enak menyebutnya sebagai
"lalat Berastagi" saja. Berastagi, suatu kota pegunungan di
Sumatera Utara, sudah jelas tidak sengaja beternak lalat seperti
mereka di Pasuruan.
Bila pergi melancong ke sana -- cuma 65 km dari Medan, orang
akan selalu menemui restoran atau kedai kopi yang berlalat
ramai. Namun, tulis Zakaria M. Passe dari TEMPO, para pelancong
saja yang merisaukannya, sedang penduduk Berastagi sendiri
selalu tenang berkata "Jangan sangsi. Lalat di sini tidak
menyebarkan penyakit."
Maka belakangan ini terkenal pula Berastagi sebagai "kota lalat"
yang sebenarnya tidak memperhatikan kebersihan lingkungan.
Menjadi agak cemar pula gambaran dirinya.
Berastagi bukan saja tempat pelancongan yang berhawa sejuk.
Dari situ mengalir ke Medan kembang, markisah, jeruk manis, kool
dan sayur mayurnya yang terkenal, bahkan sampai diekspor. Tapi
perdagangan ini justru menimbulkan banyak tumpukan sampah sayur
yang tidak terkendali di lingkungan kota kecil itu, yang
akhirnya membiakkan lalat. Jenis lalat Berastagi itu biasa saja
seperti yang hinggap di bangkai binatang yang membusuk.
Sepanjang yang diketahui orang, belum pernah ada kampanye
membasmi lalat itu. Tapi Tampak Sebayang, Bupati Tanah Karo,
belum lama ini memerintahkan para petani dan pedagang sayur
supaya gudang kubis digeser beberapa kilometer, agar tidak
terlalu mendekati kota. Kebersihan lingkungan pun sudah mulai
dianjurkan pada penduduknya, terutama sejak berjangkit wabah
muntah-berak baru-baru ini .
Wabah itu di Berastagi kini sudah mereda. Tinggal lalatnya masih
mengganggu kaum pelancong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini