Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Kayu, Beton, Juga Kabel Termakan

Rayap telah diketahui menyerang kayu, beton & kabel penanggulangan telah diusahakan dengan berbagai cara. Cara lain adalah dengan menggunakan kayu tua & diawetkan dulu.(ling)

13 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SERANGGA buta yang juga sering disebut rayap atau "semut putih" telah merajalela. Di Jakarta, serangga hama ini betul-betul tak pilih hulu. Rumah bintang film seperti Rahayu Effendi. Dicky Zulkarnain dan Rima Melati diserangnya. Banyak wartawan di Cipinang Muara yang terpaksa mengganti kosen pintu dan jendela rumah yang udah lapuk. Atau memanggil perusahaan pembasmi hama. Usaha pembasmian hama (pest control) cukup beruntung dibuatnya. Apa lagi rumah pejabat tinggi seperti gubernur Bank Indonesia Rachmat Saleh, Ka-Bulog Bustanil Arifin, Ketua DPR-RI Daryatmo, tak luput gerayangan rayap. Bahkan juga rumah bekas Menteri PUTL ir Sutami. Gedung BNI dan BDN serta Executive Club Hotel Hilton termasuk daftar yang kena serangan rayap. Unilever menghabiskan Rp 4 juta untuk pemberantasan rayap yang menyerang kantor pusatnya. Sebanyak itu pula yang dikeluarkan Kedutaan Besar Jerman Barat yang berseberangan dengan Hotel Indonesia. Bukan cuma Jakarta saja. Survei terhadap hotel dan bangunan pemerintah sepanjang pantai Sanur, Bali, awal tahun ini membuktikan juga di sana ada serangan rayap -- "rata-rata sesudah 4-6 tahun dibangun,' tutur ir. Robi Sularto, Kepala Pusat Informasi Bangunan Bali kepada TEMP0 Di Jawa Tengah, dilaporkan bahwa banyak bangunan kayu proyek Inpres ambruk dimakan rayap. Sedang dari Soroako di pedalaman Sulawesi Selatan\terbetik berita betapa banyak rumah karyawan tambang nikel PT Inco yang dibangun dari kayu dalam negeri mulai keropos karena rayap. Serangga sepupu kacoak ini, memang doyan makan segala sesuatu yang ada mengandung jaringan cellulose. Seperti kayu, kertas, dan goni. Di India, Pilipina dan juga di Indonesia ribuan hektar tebu, kapas, sayur-mayur, pohon buah-buahan, perkebunan teh dan karet telah hancur lantaran subversi rayap. Tapi bukan cuma negeri-negeri berkembang yang jadi korban. Australia menurut laporan jurnal ekologi CSIRO, Ecos, setiap tahun menderita kerugian jutaan dollar lantaran gedung, jembatan, bantalan rel kereta api, tiang telepon dan hutan yang terserang rayap. Boleh percaya atau tidak di sebuah pangkalan AU Australia di sebelah utara benua kanguru itu, ada kabel telkom yang bolong dimakan rayap. Padahal kabel itu sudah dibalut pita baja. Tapi tetap juga kawanan serangga itu berhasil mengunyah, menembus pita baja itu, terus menembus lapisan timah hitam sampai ke lapisan plastik pembungkus kawat tembaga. Hubungan telepon terganggu di Surabaya belakangan ini. Setelah diperiksa benar, para petugas menumpai serangga itu menggerogoti kabel bawah tanah yang baru dipasang tahun 1977. Sebagian jaringan kabel itu kini dipindahkan ke atas -- memakai tiang kembali seperti cara lama. Kembali ke Australia, petani-petani besar yang agak ceroboh meninggalkan traktornya berhujan dan berangin di luar. Kemudian mereka terkejut melihat roda traktornya tinggal pelg saja -- ban karetnya telah dimakan rayap! Apa yang mendorong 'ledakan rayap' ini? Buat Jakarta, banyak tanah urukan yang gembur menarik minat rayap untuk bermukim dan berkembang-biak di dalamnya. Juga di Depok, yang termasuk wilayah Kabupaten Bogor, tanah merah di kawasan Perumnas memiliki kemungkinan bagi rayap. Kepala Proyek Perumnas Depok Baru sudah mengeluarkan selebaran ke alamat semua penghuni rumah murah di sana agar waspada terhadap bahaya rayap. Dalam tanah yang gembur itu, ratu rayap yang tubuhnya 40 x rayap biasa dapat bertelur sampai 10 juta biji setahun, selama satu dasawarsa. Itu berdasarkan penelitian di Australia. Sedang di Jakarta, kalangan pembasmi rayap menaksir telur seekor ratu itu 2000 biji seharl. Jadi belum ada sejuta butir setahun. Tapi itu pun sudah cukup hebat. Dan sementara sang ratu terus bertelur, golongan rayap tentara aktif menggali terowongan menuju ke arah sumber makanan, sedang golongan pekerja mengangkut makanan itu ke dalam sarang. Jenis sarangnya ada dua di atas tanah, berupa gundukan yang kadang-kadang dapat mencapai tinggi 4 meter, atau berupa jaringan terowongan (labrinth) di dalam tanah. Dalam pengembaraannya mencari makan, serangga ini selalu membawa sejemput tanah sebagai selimut pelindung dirinya. Dia dapat menyusup sampai celah-celah sesempit 0,3 mm, membor terowongan di tembok, beton ringan, celah lantai tegel dan tentu saja, kayu. Senang pada tempat yang lembab, umpamanya, kawanan serangga itu membuat gudang atau sarang tambahan di atas plafon kamar mandi lantai 2, 3 dan 5 di gedung BDN, Jl. M. H. Thamrin, Jakarta. Serangga ini masih dapat hidup tanpa air antara satu sampai lima minggu. Radius pengembaraannya sampai 200 meter dari sarangnya, tapi siklus yang pergi dan yang pulang tak pernah dibiarkan terputus. Eksplosi rayap juga timbul karena rendahnya mutu kayu yang digunakan. Lebih-lebih dalam berbagai proyek rumah murah. Selain masih muda, kayu bahan bangunan itu pun sering belum dirawat agar tahan rayap dan cendawan. Pada proyek rumah mewah dan hotel-hotel parlente, diduga rayap timbul karena keteledoran waktu membangunnya. Maksudnya, "bekas gergajian, bekas bekisting (papan pembungkus cetak beton) dan kawul (bekas pasahan) tak dibersihkan dari lokasi," komentar Rachmat Sudiono dari PT Mutia Pest Control. Sisa-sisa kayu itu kemudian menjadi tempat rayap bertelur. Penanggulangan serangan hama ini di Jakarta umumnya dilakukan dengan penyuntikan racun serangga ke dalam kayu dan tanah tempat rayap bersarang. Insektisida itu ada yang berwujud cairan kental (emulsi), atau bubuk, yang diencerkan dengan air. Pada umumnya ia merupakan jenis chlorinatedhydrocarbon. Tanah dan lantai rumah yang terserang rayap dilubangi sampai sedalam 60 senti, dan ke dalam setiap lubang disuntikkan sampai 9 liter cairan anti-serangga. Paling cepat dua atau tiga jam sesudah aksi anti-rayap itu, baru orang atau binatang baleh makan di rumah itu. Sebab racun itu keras sekali. "Ayam atau kucing kalau terkena langsung bisa koit," tutur Sudiono. Sementara itu, cacing dalam tanah yang disuntiki insektisida itu langsung bisa mati. Begitu pula tanaman lunak yang akarnya tak terlalu dalam, seperti bunga mawar. "Cara begitu sangat berbahaya karena dapat meracuni air tanah," kata ir. Adhi Moersid dari Ikatan Arsitek Indonesia. Kekhawatirannya ini terutama bila para pemilik rumah langsung menyedot air minumnya dari tanah dengan pompa, atau sumur. Walaupun sudah dimasak, zat kimiawi itu toh tak akan terurai. Apalagi, "racun untuk ground treatment itu lebih kuat dari pada garam wolfram yang biasa dipakai untuk mengawetkan kayu," tambahnya. Adakah cara lain yang lebih kecil risiko pencemaran lingkungannya? "Ada," kata insinyur muda itu. Robi Sularto, rekannya di Bali misalnya, berhasil mengusir rayap yang masuk ke tiang-tiang gedung dari batang kelapa di sana dengan rembesan minyak tanah. Namun cara ini, tak efektif lagi kalau rayapnya sudah terlalu banyak dan jauh merasuk ke seluruh sendi rumah. Sama halnya dengan teknik mengusir rayap dengan membiarkan semut hitam berkeliaran di rumah. Kalau populasi rayap sudah terlalu banyak, semut hitam pun dapat dibuatnya keok. CSIRO, LlPI-nya Australia sudah beberapa tahun mencoba mengkombinasi beberapa cara untuk mengendalikan populasi rayap. Misalnya, ia menggunakan berbagai zat bio-kimia seperti feromon dan hormon yang mengacaukan kegiatan rayap serdadu dan rayap pekerja, sehingga seluruh koloni rayap jadi berantakan. Atau menggunakan isotop radio-aktif lemah untuk menjejak sarang rayap, agar penggunaan pestisida lebih efektif pada dosis rendah. Sementara itu, di daerah di mana ditanam beberapa jenis cemara seperti cemara radiata dan cemara cypress, terbukti populasi rayap punah dengan sendirinya. Sementara itu, saran Adhi Moersid dan kawan-kawannya buat yang baru mau membangun rumah pilihlah kayu yang cukup tua, dan awetkan lebih dahulu. Atau gunakan kayu jati dan kayu kampar, yang juga tak disenangi rayap. Sedang konstruksinya -- arsitektur tradisional menyelipkan batu penunjang antara tiang rumah dan tanah -- munkin dapat diadaptasi pada arsitektur gedung masa kini pula. Sedang saran Perumnas Depok: musnahkanlah sedini mungkin gejala serangan rayap, misalna dengan penyemprotan Raid, Mortein dan Baygon. Hanya saja, kalau itu dilakukan, semut musuh rayap pun akan ikut mati. Walhasil, matakuliah rayap mungkin ada baiknya diselipkan pula dalam pendidikan arsitek, insinyur dan pemborong. Sebab bak kata seorang penulis Barat: Inilah Abad Rayap!

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus