DIAM-diam para janda di Bandung bersatu. Organisasi mereka
bernama Kerukunan Wanita Lestari Indonesia (K.W. Lestari).
Berdiri sejak 1 Desember yang lalu. Tujuannya: memberikan
perlindungan hukum dan kemanusiaan, saling menolong dalam
kebutuhan hidup agar tidak terjerumus ke lorong hitam dan
mencegah produksi janda karena perceraian yang tak wajar.
Menurut Ny. Peggy Droupady, ketuanya, organisasi ini bukan
organisasi profesi, tapi merupakan "kesatuan moril senasib
sepenanggungan saja." Karna itu keanggotaannya terdiri dari
janda-janda tua maupun muda.
Ny. Peggy sudah empat tahun menjanda. Punya seorang puteri,
Indrasari, 6 tahun. Ayahnya Jawa, ibu Belanda. Salah seorang
saudaranya aktif sebagai aktris film. "Kepahitan hidup mendorong
saya ingin membela sesama rekan senasib sepenanggungan, yakni
janda-janda yang berserakan diabaikan begitu saja," katanya.
Sehari-harinya iapun bergerak dalam dunia bisnis sebagai
leveransir alat-alat kantor.
Dorongan untuk mendirikan organisasi ini, menurut Ny. Peggy
bermula dari omong-omong santai dengan sebelas orang rekannya
yang senasib. Mereka memperhatikan kehancuran rumah tangga
banyak terjadi di tengah perjalanan. Dan janda-janda terlantar,
bahkan terperosok.
Tentang penderitaan seorang janda digambarkannya sebagai
penderitaan lahir bathin. Dan serba salah. "Tapi sudahkah ada
organisasi sosial yang mengurus atau memperhatikan nasib
tersembunyi di setiap dada wanita janda?" tanya Ny. Peggy.
Untuk itu KW Lestari akan mengusahakan perlindungan hukum dan
kemanusiaan dari perlakuan tidak wajar dari bekas suami. Yaitu
dengan meminta bantuan para sarjana hukum dan para ahli
pendidikan dan kemasyarakatan.
Se Jawa Barat
Dalam menanggulangi kesulitan ekonomi yang umum dialami para
janda KW Lestari akan membantu anggotanya mendapatkan sumber
kehidupan yang wajar dan pantas dilakukan wanita. Misalnya
"mendidik mereka soal keahlian kewanitaan, seperti berdagang
yang wajar, berketrampilan teknis yang bisa dijadikan sumber
kehidupan dan lain-lain. Bahkan sampai mempertemukan jodoh
dengan laki-laki yang disenanginya dan mau bertanggung jawab,"
kata Peggy.
Bagaimana usaha mencegah produksi janda? "Setelah ribuan janda
berserakan hampir di setiap pelosok tanah air, kami tidak
menghendaki jumlah terus bertambah. Produksi janda karena
ketololan, apalagi karena keserakahan baik isteri maupun suami,
harus di cegah," tambah Peggy. Caranya antara lagi disebut
"berusaha mendamaikan suatu rumah tangga yang bertengkar agar
tidak mengambil jalan cerai."
KW Lestari ternyata mendapat sambutan hangat, terutama dari para
janda sendiri. Baru satu bulan berdiri telah terdaftar tidak
kurang dari 50 orang janda tua muda. Prof. dr. Sikun Pribadi,
Pimpinan Sekolah Isteri Bijaksana (SIB) mendengar adanya
organisasi ini kontan menyodorkan tangan untuk bekerjasama.
"Memang sudah lama kurang adanya perlindungan terhadap nasib
mereka," kata Sikun. Sumber utama meningkatnya produksi janda,
menurut Prof. Sikun, karena Undang-Undang Perkawinan juga.
"Masih memberi peluang besar bagi terjadinya perceraian. Padahal
bertambah banyaknya jumlah janda, merupakan salah satu sumber
keresahan masyarakat juga," tambahnya.
Rupanya para janda ini cukup memiliki semangat tinggi. Sudah
direncanakan dalam waktu dekat KW Lestari akan menyelenggarakan
pertemuan besar janda-janda se-Jawa Barat, pembentukan bank dana
untuk janda, usaha perdagangan kolektif dan seminar tentang
janda. Tapi barangkali para duda juga akan melakukan hal serupa.
Apalagi jika golongan laki-laki ini tahu bahwa Peggy menuduh
para duda sebagai tukang jual obat. "Sehari-dua meneriakkan
kesedihan, besok sudah kawin lagi -- dengan gadis pula," kata
Peggy.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini