Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Delapan lukisan berhadiah

Pada pameran besar seni lukis indonesia 1979 ini terpilih 3 lukisan terbaik karya lian sahar, sadali dan srihadi, selain itu terdapat 5 lukisan terpilih sebagai memberi harapan baik.(sr)

13 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUTKAN Sesuatu, judul karya Lian Sahar (46 tahun), adalah sapuan spontan warna-warna merah, hijau, kuning, hitam, biru dan lain lagi yang membentuk satu komposisi non-figuratif. 'Sesuatu' di situ memang tepat. Bagi seseorang mungkin imaji visual sebuah bunga yang lagi berkembang yang lain nungkin melihatnya seperti bulu-bulu burung merak yang diclose up. Karya tersebut adalah satu dari tiga buah lukisan yang 30 Desember kemarin dinyatakan sebagai 'lukisan terbaik', dan mendapat hadiah masing-masing Rp 250 ribu -- pada Pameran Besar Seni Lukis Indonesia (PBSLI) 1978, 14-31 Desember di Taman Ismail Marzuki. Dua buah lukisan yang lain adalah karya Sadali dan Srihadi. Pemandangan Alam Jakarta, ini yang punya Srihadi. Dia memotret satu kampung di Jakarta, yang jorok, tak teratur, terletak di pinggir selokan besar. Di balik kampung itu muncul gedung bertingkat yang di atasnya terpasang reklame Xerox, Gaya Srihadi, dengan sapuan spontan yang menuangkan esensi bentuk, memang tepat -- meski ini bukan lukisannya yang terbaik dalam pameran tunggalnya Nopember lalu. Bidang Omber dan Sisa-sisa Emas, lukisan Sadali, berlatar gelap kehitaman, di sana-sini pada tempat yang tepat ada pancaran warna emas. Komposisi lukisan vertikal pada bidang gambar yang horisontal. Dibanding lukisan Sadali yang satu lagi yang diikutkan Pameran Besar Seni Lukis Indonesia III, 1978, karya ini memang lebih mantap, lebih terasa berat -- hanya secara kompositoris ke seimbangan terasa kurang. Gelap latarbelakang dan gelap tekstur sulit dirasakan perbedaannya. Cenderung membosankan kalau lama kita lihat. Kecuali tiga lukisan itu, dewan juri masih memutuskan lima lukisan sebagai "memberi harapan baik," dengan hadiah Rp 100 ribu. Harapan satu Bunga November karya Nunung WS, 31 tahun. Berupa komposisi bidang-bidang yang nyaris geometris. Warnanya cerah, meski bulan Nopember biasanya kita kenal dengan hari-hari berawan dan hujan. Dibanding karya Nunung yang geometris benar, lukisan itu terasa cair. Interaksi bidang-bidang tak menimbulkan apa-apa kecuali memang selaras. Dan keselarasan ini rupanya dicapai dengan menyamakan intensias bidang lebar dan bidang sempit, dengan akibat: bidang gambar terasa tawar saja. Coba, lihat karya Nunung yang benar-benar geometris dulu itu. Bidang yang lebar benar mencekam, sementara garis-garis vertikal atau horisontal yang tajam terasa membelah atau menarik bidang-bidang yang luas. Pantai, adalah harapan kedua. Ini karya Nuzurlis Koto (32 tahun), sebuah lukisan non-figuratif. Ia menyusun lukisannya dari bidang-bidang luas, terasa tajam-tajam bentuknya dengan warna-warna yang keras: ada keselarasan antara warna dan bentuk. Ketegasan menyapukan warna ini memang memberi harapan -- meskipun rasanya ia baru berani menyapu, belum sempat menjaga bagaimana sapuannya membentuk satu keseluruhan yang kompak. Betapapun ia jauh lebih kuat dari karya Nunung. Harapan ketiga adalah Gubeng 2 karya Warsito, 32 tahun. Setasiun yang sepi -- tak kelihatan seorang manusia pun. Tapi cara menyusun gerbong-gerbong dan terutama tarikan garis-garis yang membentuk gerbong itu, tidak sepi. Bidang gambar yang tak cukup besar itu menjadi sarat dengan garis dan warna rasanya. Ada kecenderungan lukisan Warsito berubah menjadi surealistis. Kemungkinan yang paling dekat dengan gayanya ialah karya-karya pelukis Italia Chirico yang meninggal beberapa bulan lalu. Tapi itu baru kemungkinan. Dua Kelompok Harapan keempat diletakkan pada Ritme 77 karya Rudi Isbandi, 42 tahun. Pelukis yang juga sering menulis ini rupanya tidak suka warna menyolok. Karyanya biasanya bernada tunggal dan bukan warna yang tegas. Coklat muda keputihan, begitulah nada warna Ritme 77 yang non-figuratif itu. Kekuatan Rudi ialah pada aksen-aksennya yang kontras dengan bidang luas tak rata. Dan karenanya sangat berarti noktah hijau pada latar coklat muda keputihan itu. Opening Ceremony adalah karya Nyoman Gunarso, 34 tahun. Mengambil ide dari bentuk mata uang Bali dulu, ia menyusun satu paduan bentuk dan warna. Keseluruhan interaksi bentuk-bentuk, musikal. Cuma Nyoman agaknya suka mengabaikan latar belakang: goresan dan sapuan bentuknya, beberapa terasa mengambang, tak melekat pada latar belakang. Ini tentu saja bisa merupakan ide cemerlang, andaikata tak terasa kalau bidang itu terlepas dari komposisi keseluruhan. Dewan juri tentu saja punya kriteria sendiri kenapa delapan lukisan tersebut yang dipilih. Yang mungkin menimbulkan persoalan ialah adanya dua kelompok hadiah itu. Bukankah sejak dulu sudah disetujui untuk hanya menilai lukisannya, dan bukan pelukignya? Dengan membedakan dalam dua kelompok, disahkanlah adanya pelukis yang baru berkembang dan yang sudah matang. Padahal DKJ sendiri sudah mempersiapkan pengelompokan secara lain: dengan mengadakan pameran lukisan seniman muda, yang juga dua tahun sekali, bergantian dengan PBSLI. Agak susah menerima tersingkirnya lukisan Fadjar Sidik, Pirous, Oesman Effendi dan Dede Eri Supria dari kesempatan mendapat hadiah -- karena diperlukan adanya yang disebut lukisan "yang memberi harapan baik" itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus