Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Kembalikan (jalak) Bali Padaku

200 ekor burung jalak bali dari AS akan dikirim secara bertahap ke Indonesia. Di Bali sendiri nyaris punah, tapi di luar negeri malah berkembang biak. Kebun binatang Surabaya siap menangkarnya.

21 November 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEREKA diterbangkan langsung dari dari Los Angeles ke Denpasar. Di bandar udara Ngurah Rai, mereka transit satu setengah jam. Lalu melanjutkan penerbangan ke Surabaya. Senin 16 November lalu, diadakan upacara menyambut mereka di Kebun Binatang (KB) Surabaya. Prof. Syafi'i Hasan dari Ditjen PHPA (Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam) akan menerima 20 pasang jalak Bali itu, dan kemudian menyerahkannya pada Stanie Soebakir, Kepala KB Surabaya. "Ini kejadian pertama kali, jalak Bali Amerika pulang kandang," kata Ir. Bastian E. Van Helvoort. Ahli burung dari Belanda ini ditunjuk oleh Dewan Perlindungan Burung Internasional (ICBP) menjadi pelaksana proyek yang diberi nama Bali Starling Project III dan memakan biaya Rp 262 juta itu. Ini burung Bali, mengapa harus diterbangkan dari Amerika? "Populasi jalak Bali di habitat aslinya hampir punah," kata Kamil Usman. Ketua Perhimpunan Burung Indonesia ini, sewaktu mengunjungi ke AS, 1981, berkunjung ke Washington National Zoo dan kaget. Di sana jalak Bali bisa dibiakkan dan berkembang banyak. Lalu terpikir olehnya, "Bagaimana bila burung itu dikirim kembali ke Indonesia ?" Ide segera berkembang. Kontak dilakukan. Kebun binatang di sana mewartakannya ke para penyayang binatang dan kebun binatang lain yang memiara jalak Bali. Tanggapan ternyata luar biasa. Banyak sekali yang menawarkan jalak Bali mereka untuk dikirim kembali ke Indonesia. Pihak Amerika segera meneliti kawasan Bali Barat -- habitat asli burung itu -- pada 1984-1986 untuk mengetahui mungkinkah jalak Bali asal Amerika itu dilepas di sana. Ternyata dianggap kurang memadai. Jalak Bali asal Amerika, kesimpulan mereka, lebih baik dibiakkan dulu di KB Surabaya. Hasil penangkaran itulah yang nantinya akan dilepaskan di Bali Barat. Lalu dibikinlah memorandum of understanding antara PHPA dan berbagai lembaga penyayang binatang di AS dan Inggris, 15 Juni lalu. KB Surabaya kini telah siap. "Ini tahap pertama dari 200 ekor yang bakal dikirim dari Amerika," ujar Hendryk Darus, kepala Penelitian dan Pengembangan kebun binatang itu. Sebuah sangkar seluas 30 X 6 meter disediakan. Suasana dalam sangkar disesuaikan dengan alam aslinya. Jalak Bali memang khas. Para ahli menamainya Leucopsar rotschildi. Sedang orang Bali sendiri menyebutnya curik putih. Bulunya putih bersih. Pada sayap dan ekor ada sedikit warna hitam. Pelupuk matanya berwarna biru tua. Burung jantan mempunyai jambul yang bisa ditegakkan saat mereka berjoget. Menurut Dr. Hadi S. Alikodra, dosen Fakultas Kehutanan IPB yang pernah meneliti jalak Bali untuk menyelesaikan studi di pascasarjana, burung itu termasuk jenis burung bernyanyi. "Suaranya nyaring dengan dua macam bunyi yaitu 'teet' dan 'cliiing'." Aslinya, burung ini hanya ada di Bali. Pulau Menjangan yang berada persis di utara Taman Nasional Bali Barat juga tak dihuni burung ini, karena jalak Bali ini tak bisa menyeberang laut. Mereka suka terbang rendah, berkelompok. Bila mencari makan, bisa sejauh 3 sampai 10 km dari sarangnya. Makanan di tempat aslinya adalah murbei, bidare, pisang, pepaya. Juga ulat, belalang, capung, rayap, dan semut. Jalak Bali sangat peka terhadap gangguan, mudah mengalami stres dalam lingkungan yang tidak wajar, yang mempengaruhi pengembangbiakannya. Sarangnya adalah lubang di pokok kayu, berupa lubang alam atau yang dibikin burung pelatuk. Bulan September hingga Desember adalah musim kawin mereka. Mereka terbang berpasangan, sambil mencari makan. Lalu bertelur, paling banyak tiga butir. Warnanya hijau kebiruan. Populasi jalak Bali ini kian menyusut, meski mereka dilindungi dalam Taman Nasional Bali Barat yang luasnya 77 ribu hektar. Berkali-kali mengunjungi Bali Barat sejak 1982, Alikodra menyebut, "Semakin sulit untuk bertemu dengan Jalak Bali." Diperkirakan populasinya kini di bawah 100 ekor. Semua sepakat, penyusutan itu ka rusaknya habitat. "Sebenarnya gampang mengembangbiakkan burung ini: habitatnya jangan diganggu," kata Prof. Dr. Sukarja Somadikarta, seorang 'ornitologis' (ahli burung) di Bogor. Pengambilan kayu seenaknya menyulitkan burung itu bersarang gangguan dari musuh alaminya: ular elang. Belum lagi ulah penduduk yang menangkapi burung-burung itu untuk dijual. Cukup dengan getah, jalak Bali bisa ditangkap. Harga setempat memang murah -- Rp 5-10 ribu. Di Amerika, seekornya sekitar Rp 200 ribu. Kabarnya, di Jakarta, Singapura dan Hong Kong harganya lebih mahal. Bila di Bali sendiri merana, di luar negeri hidup jalak putih ini ternyata lebih terjamin. Menurut Bastian van Helvoort, di berbagai kebun binatang di dunia kini terdapat sekitar 900 ekor jalak Bali. Tanggal 8 Juni 1971, untuk pertama kali jalak Bali dicatat menetas di luar negeri. Kebun binatang San Diego dan Bronx Zoo termasuk yang paling berhasil mengembangbiakkan. Hingga akhirnya terjadilah peristiwa jalak Bali pulang kandang sekarang ini. KB Surabaya sendiri cukup berhasil menangkarkan burung itu: dari 5 ekor pada 1975, kini telah menjadi 16 ekor. Malah dua pasang sudah dihutankan kembali di Bali Barat. Karena itu, Bastian --yang hidupnya serupa jalak Bali (lahir di Surabaya, dibawa ibunya pindah ke Belanda, dan kemudian sejak 1977 datang lagi ke Indonesia untuk mengurus burung) -- optimistis proyek ini akan berhasil. Di alam bebas burung itu hanya bisa sekali bertelur dalam setahun, tapi di sangkar bisa tiga kali. "Mungkin karena dikurung, kemauannya kawin jadi banyak," kata Bastian. Masalahnya kini, jika burung-burung hasil penangkaran itu kelak dilepaskan ke alam bebas, apakah suara "teet . . . cliiing" akan bisa dinikmati. Apakah kita sanggup menjaga habitat si burung Bali itu? Diah Purnomowati (Jakarta), Jalil Hakim (Surabaya), dan I Nengah Wedja (Denpasar)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus