Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mimpi sosialis seorang macan

Serbuan tentara india terhadap gerilyawan macan tamil sulit, karena mereka berbaur dengan warga sipil banyak ranjau, jebakan. pertempuran 16 hari di jeffna, 200 ribu tentara india melawan 2500 gerilyawan.

21 November 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG perwira India memasuki sebuah rumah di Jaffna, menjelang kota itu jatuh. Ia hanya menemukan seorang gadis muda belia, sendiri, duduk gemetar ketakutan. Tak ada yang mencurigakannya, sang perwira pun melangkah keluar. Tiba-tiba gadis itu bergerak, dan sebuah senapan sudah di tangannya. Blamblam..., perwira itu pun gugur. Inilah bagian operasi dari rumah ke rumah. Dan cara tentara India ditembak seperti itu banyak sekali terjadi dalam 16 hari pertempuran Jaffna. "Sulit sekali mengenali siapa gerilyawan Macan, siapa warga sipil," tutur Sepoy Govindan, anggota Resimen Madras, kepada India Today. "Setiap orang Tamil, lelaki maupun perempuan, di atas 10 tahun, mungkin saja bersenjata dan sangat berbahaya. Saya melihat seorang gadis belia tiba-tiba saja mengeluarkan senapan dari bawah roknya dan menembaki kami. Bagaimana kami bisa bertempur melawan musuh seperti itu ?" Jatuhnya Jaffna memang harus dibayar mahal oleh tentara India. Itulah perang yang oleh seorang perwira India disebut "perang yang kotor". Sekitar 20.000 tentara dari tiga divisi diterjunkan untuk merebut Jaffna mulai 10 Oktober lalu. Jauh lebih besar dalam jumlah tentara, lebih lengkap persenjataannya, dan mereka tentara profesional dibandingkan dengan musuh yang mereka hadapi -- yang hanya 2.500 gerilyawan Macan, sejumlah kesatuan gerilya yang lain. Tapi memang, medan Jaffna bagi pasukan India sulit dan berbahaya: penuh ranjau dan jebakan lainnya. Tercatat di akhir perang, 200-an tentara gugur, termasuk 15 perwira, dua di antaranya kolonel 36 orang dinyatakan hilang, kemungkinan besar ditawan gerilyawan dan sekitar 700 luka-luka. Sebuah kemenangan tanpa sebiji pun bintang kehormatan. Ini boleh disebut perang yang memalukan. Resminya, tentara India di Jazirah Jaffna itu disebut IPKF, Indian Peace Keeping Force tentara perdamaian India. Pada mulanya hanya sekitar 6.000 tentara dikirimkan India atas permintaan Presiden Junius Jayewardene guna menjaga kesepakatan perdamaian 29 Juli di kawasan utara dan timur Sri Lanka. Tapi insiden demi insiden terjadi antara tentara perdamaian itu dan gerilyawan Tamil, terutama dari kelompok Macan (LTTE, Liberation Tigers of Tamil Eelam) yang memang paling kuat. Akhirnya, suatu hari di awal Oktober, sekitar dua bulan kemudian IPKF menemukan dirinya terjebak dan mau tak mau harus melawan bila tak ingin mati konyol. Pecahlah perang. Dan India pun mengirimkan tentara bantuan yang akhirnya sampai berjumlah sekitar 20.000 itu. Menurut Komandan IPKF, Letjen Depinder Singh, mereka memang serba salah. "Melawan gerilya kota merupakan pengalaman baru bagi kami," kata Jenderal itu. "Apalagi sebagian besar wilayah Jaffna telah dipasangi ranjau, dan tiap bangunan merupakan jebakan. Kami bergerak sangat lambat." Tapi yang paling membingungkan tentara India yaitu musuh mereka yang bila muncul ternyata sebagian besar masih remaja, termasuk pula remaja putri. Padahal mereka tegas-tegas diperintahkan agar tak salah menembak warga sipil dan tak menghancurkan rumah-rumah penduduk. "Musuh kami bertempur dengan gigih karena didorong motivasi tinggi, kami bertempur dengan sebelah tangan terbelenggu karena perintah," kata Brigjen Manjit Singh, komandan Brigade Infanteri ke-41. Bisa dimengerti bila tentara India seolah-olah tertipu. Mereka tak menduga sama sekali bahwa gerilyawan Macan bisa segarang itu, dan bahwa ternyata mereka memiliki persediaan amunisi tak terbatas. Hampir tiap jalan di Jaffna dipasangi ranjau. Hampir tiap rumah menyimpan jebakan yang dikendalikan dari jarak jauh. Dalam satu operasi akibat sebuah ledakan 29 tentara India tewas seketika, dan 20-an luka parah. Akhirnya didatangkan tank T-52 penyapu ranjau. Tak cuma di bawah, di atas pun para Macan siap menerkam. Di tiap pohon tinggi, termasuk di pohon kelapa juga di atap rumah-rumah bersembunyi Macan-Macan penembak tepat. Dilengkapi senapan berteropong inframerah, nyaris tiap peluru yang mereka lepaskan memakan korban. Bahkan lima helikopter yang mengangkut pasukan para rusak berat oleh penembak-penembak jitu. Yang juga merepotkan, gudang senjata para Macan tersebar di seluruh Jaffna. Bahkan di danau-danau yang tersebar di luar kota, dalam kemasan tahan air senjata-senjata disimpan, yang biasanya terdiri dari AK-47 bikinan RRC, roket antitank RPG-7 bikinan Soviet, mortir 60 mm, dan peluncur roket bahu. "Sebenarnya, mereka sering salah sasaran, tapi orang-orang itu bertempur bagaikan seekor harimau," kata Brigjen Kulwant Singh, seorang wakil komandan divisi yang memegang kunci penyerangan Jaffna. Pertempuran terbesar terjadi di Kopai Utara, Kokuvil, dan Kurruparai. Kata Havildar Raosaheb Gaekwad, tentara berusia 38 tahun, anggota resimen yang bertempur di tiga tempat itu, "Musuh-musuh kami tak lain cuma anak-anak. Tapi peluru mereka seperti tak akan pernah habis. Rentetan tembakan tak pernah putus." Malam, 11 Oktober, hari kedua pengiriman tentara India ke Jaffna. Sejumlah helikopter mengedrop 100 pasukan para di sebuah lapangan terbuka dekat Universitas Jaffna. Celaka, tanpa mengingat lagi konvensi perang internasional, selagi tergantung-gantung mereka dihujani peluru. Menurut sumber tidak resmi, 30 anggota para tewas, 18 orang ditawan. Inilah cerita Sepoy Lok Ram, 38 tahun, anggota resimen Para ke-1: "Kami pikir segalanya mulus berjalan. Tak tahunya, begitu meloncat dari heli, kami dihujani peluru dari segala penjuru. Kami terjebak dalam posisi yang sulit, seolah-olah dari tiap rumah keluar penghuninya, menembaki kami, lalu menghilang. Sejumlah orang bersenjata bersembunyi di pohon-pohon. Karena tak membawa senjata berat, kami tak bisa bergerak. Kami dikepung musuh yang tak terlihat." Pasukan ini harus tiarap terus selama 24 jam. Mereka baru bisa lolos dan mundur setelah pasukan tank angkatan darat datang menolong. Adalah Mayor Anil Kaul, 40 tahun, dari resimen tank. Ia terluka dan tetap heran mengingat musuh-musuh yang dihadapinya. Tuturnya, "Para Macan itu aneh. Cara mereka bertempur, cara mereka menembak, menujukkan seorang tentara profesional. Tapi taktik mereka bukan seperti militer, karena mereka tak berseragam." Kesulitan lain yakni tentara India itu tak tahu persis situasi setempat. Sebuah truk penuh tentara terpisah dari konvoi di depannya, dan nyasar. Terjebak dalam tembak-menembak, akhirnya lima serdadu meninggal, dua luka parah, dan 18 yang lain menyerah setelah kehabisan peluru. Titik balik terjadi pada hari ke-10. Hari itu pasukan Kolonel Brar sukses merebut kawasan Benteng Kuno Belanda, setelah mengepung benteng itu dua hari dua malam. Kepungan itu menyebabkan terputusnya hubungan antara benteng dan daerah Nalur, sarang pusat para Macan. Dan enam hari kemudian, 26 Oktober, Jaffna jatuh. Suara tembakan pun mereda. Pihak India mengklaim telah menewaskan 700 gerilyawan. Sementara itu, pihak gerilyawan menyatakan bahwa tentara India telah menembak mati 200 orang sipil, meruntuhkan rumah-rumah, termasuk sebuah rumah sakit. Sebuah gereja Katolik di Jaffna kabarnya menampung 100 orang sipil korban salah tembak. Didesas-desuskan juga bahwa pasukan India memperkosa wanita-wanita Tamil. Kata Letjen Depinder Singh, "Ada perintah untuk membatasi korban penduduk sipil seminim mungkin. Dan sungguh tak terhormat memerintahkan warga sipil keluar dari rumah, menderetkan mereka, lalu menembakinya. Dan kami tak melakukan itu. Tapi bila seorang serdadu membalas memberondong sebuah rumah karena ia ditembaki dari dalam rumah itu, Anda tak bisa menuduh ia telah membantai warga sipil." Tapi, benarkah perang usai sudah? Menurut taksiran, anggota gerilyawan Macan yang sekitar 2.500 itu belum termasuk para simpatisan Tamil, yang tentulah sulit dihitung (sebagian besar warga Jaffna orang Tamil, dan kota Jaffna menurut perhitungan pada 1982 berpenduduk 121.000). Bukti para simpatisan ikut bertempur adalah kesaksian pasukan India bahwa musuh mereka sebagian besar berusia remaja. Wartawan India Today sendiri melihat sejumlah remaja putri menenteng-nenteng senjata maut. Maka, bila benar sekitar 700 Macan mati dan 80-an tertawan tentara India, setidaknya lebih dari 1.500 Macan telah lepas di depan hidung pasukan Letjen Depinder Singh. Entah mereka telah lari ke lain daerah atau berbaur dengan warga sipil. Termasuk, Velupillai Pirabhakaran, sang pendiri dan panglima gerakan Macan, dan beberapa pimpinan lain, misalnya Dilip Yogi, Anton Balasingham, dan Mahattaya, yan populer disebut si komandan Jaffna. Itu semua berarti satu perang gerilya kota dengan taktik "hantam dan lari" segera berkecamuk di Sri Lanka, terutama di kawasan timur dan utara, yang mayoritas warganya Tamil. Dan bila dugaan sementara pengamat benar, bahwa Macan atau LTTE akan bekerja sama dengan JVP, Janatha Vimukthi Peramuna atau Front Pembebasan Rakyat yang berhaluan Marxis yang terlarang, perang bakal seru. Karena kawasan perang gerilya kota akan meluas ke selatan, tempat beroperasinya JVP. Dan aksi teror memang telah meledak di selatan. Senin pekan lalu di Ibu Kota Sri Lanka, Kolombo, sebuah bom meledak menewaskan 32 orang warga sipil. Rabunya, pusat instalasi komunikasi + 100 km timur laut Kolombo diledakkan. Aksi JVP membongkar rel kereta api, memadamkan aliran listrik memang meningkat di hari-hari belakangan ini. Sementara itu, menurut komandan pasukan India yang menduduki Jaffna, mereka akan tetap di situ untuk beberapa lama. Padahal, menurut Mahattaya, salah seorang pimpinan Macan, kepada wartawan India Today, salah satu syarat gencatan senjata adalah penarikan tentara India dari Jaffna. Sri Lanka tampaknya memang negeri yang retak dari dalam. Rencana pemungutan suara tentang otonomi wilayah utara dan timur ditunda sampai gerilyawan Macan menyerahkan senjata mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus