Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Kenapa rakyat tidak diprotes?

Wawancara tempo dengan menteri kehutanan hasjrul harapan,61, soal kelanjutan konsensi hph di pulau yamdena, maluku.

20 Maret 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KASUS hutan Yamdena tidak hanya belum tuntas, tapi kini bahkan membuat masyarakat Tanimbar penasaran. Soalnya, isi SK Menteri Kehutanan perihal kelanjutan konsesi HPH di Pulau Yamdena sampai kini masih dirahasiakan. Padahal SK itu sudah ditandatangani akhir Februari silam. Sementara itu, di luar kebiasaannya yang suka ceplas-ceplos, Menteri Hasjrul Harahap, 61 tahun, kali ini cenderung berteka-teki. Bahkan ketika masalah ini dikonfirmasikan kepadanya, pekan lalu. Berikut petikan wawancara dengan Menteri Kehutanan tersebut, yang dilakukan Diah Purnomowati dari TEMPO, di sela-sela Sidang Umum MPR. Kapan SK tentang kelanjutan Yamdena diumumkan? Sesudah Sidang Umum. Persisnya nggak tahu saya, Gubernur Maluku yang akan mengumumkan. Kenapa diumumkan di Ambon? Lo, jadi SK itu mesti diumumkan di Jakarta? Apa tidak bisa di daerah. Yang menderita kan orang di sana? Bagaimana hasil penelitian tim kaji ulang itu? Kalau melihat penelitian itu, Yamdena tidak akan tenggelam bila dibuat HPH dengan selective cutting. Kalaupun ada kerusakan, bisa diperbaiki dengan alamiah karena tanaman-tanaman itu masih bisa tumbuh Bukankah tanah di sana tidak baik? Dan untuk tumbuh pohon, dibutuhkan waktu bertahun-tahun? Kalau begitu, kenapa ada perkebunan dan ladang? Komentar saya mengenai masalah ini, apakah ini masalah murni lingkungan atau tidak. HPH itu memakai selective cutting, sedangkan pihak perkebunan dan rakyat melakukan tebang habis. Kok, mereka tidak digugat? Perkebunan itu ada dua buah, masing-masing 3.000 dan 4.000 hektare. Ladang rakyat lebih luas lagi. Di sana orang sudah berladang berpuluh-puluh tahun, dan pulaunya ternyata tidak tenggelam. Tapi kalau HPH yang melakukan penebangan selektif, dikatakan pulaunya segera tenggelam. HPH itu menebang kan ada siklusnya seperti ladang rakyat. Sudah ratusan tahun petani di sana melakukan penebangan untuk kehidupan mereka, kok pulaunya tidak tenggelam. Yang saya tidak senang, kok masalahnya didramatisir. Apa saya tidak merasa dosa besar, ketika mereka membikin spanduk: ''Tuan Hasjrul, SK-mu menenggelamkan Pulau Yamdena''. Saya membuktikan tidak. Tapi ada laporan, pohon yang ditanam per hektare tak sesuai dengan janji pengusaha? Ya, daripada yang dibuka perkebunan dan tak ditanami lagi. Itu perkebunan besar, tapi kenapa tidak diprotes? Siapa yang memberikan izin untuk perkebunan? Departemen Pertanian, tapi pelepasan hak dari Departemen Kehutanan. Mengapa Departemen Kehutanan melepaskan? Ya, kenapa tidak? Itu kan untuk rakyat juga? Apakah pelepasan hak yang diberikan sesudah izin HPH dikeluarkan, bukannya sengaja agar masalah HPH tak menonjol? Ya, kenapa perkebunan tidak diberi?Dari mana rakyat memperoleh penghasilan? Soal HPH ini kan karena ada interest saja. Apakah dengan begitu HPH di Yamdena bisa dioperasikan lagi? Tunggu saja, apa bunyi SKnya. Oleh Skephi saya dikatakan melarang masalah ini diumumkan. Tidak ada itu, tidak saya larang. Studi itu tidak dilarang, tapi ini kan satu tim kajian, kenapa mesti dibuka semuanya. Lagi pula, Skephi itu sudah berani mengatakan bahwa sudah dipastikan SK HPH itu akan dilanjutkan. Coba lihat nanti keputusannya. Itu saja. Lihatlah sesudah pengumuman, apa Skephi yang benar atau saya yang bohong.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus