Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Informasi Pusat (KIP) memutuskan informasi tentang kemajuan pelaksanaan sanksi administratif Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ombilin, khususnya pemulihan kontaminasi abu batubara, tertutup untuk publik pada Senin, 7 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putusan ini menyusul permohonan informasi yang diajukan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) - Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Padang terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutana (KLHK).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kuasa Hukum LBH Padang Alfi Syukri mengatakan keputusan tersebut menunjukkan bahwa KIP gagal melihat urgensi keterbukaan informasi pada publik. Padahal, informasi yang dimohonkan pada KIP sejak 21 Februari 2024 itu seharusnya bisa mengungkap beberapa dugaan ketidaktaatan PLTU Ombilin yang tidak ditindak oleh KLHK.
Selain itu, Majelis Komisioner KIP juga telah sewenang-wenang menggunakan dasar kepentingan bisnis dan berdampak kepada kerugiannya jika kasus ini dibuka kepada publik. Hal ini tidak sebanding dengan dampak kesehatan yang dirasakan masyarakat sekitar PLTU Ombilin.
"Nilai ekonomi sebuah bisnis, terutama energi kotor seperti PLTU tua Ombilin ini, tidak sebanding dengan harga kesehatan atau pencemaran lingkungan yang ditanggung oleh masyarakat. LBH Padang akan melakukan banding karena keterbukaan informasi yang ditolak ini seharusnya dibuka untuk publik," ujar Alfi.
Alfi menjelaskan, sejak 2018 PLTU Ombilin telah dijatuhi sanksi paksaan pemerintah oleh KLHK. Namun, enam tahun setelah sanksi dijatuhkan, masyarakat terdampak maupun organisasi masyarakat lokal yang memantau pelaksanaan sanksi tidak mendapatkan informasi memadai mengenai kontaminasi yang terjadi dan kemajuan pemulihannya.
Sementara itu, Novita, Juru Kampanye Trend Asia, mengatakan sanksi terhadap PLTU Ombilin berkaitan dengan pelanggaran berulang yang berdampak pada kesehatan dan lingkungan masyarakat, sehingga ada urgensi mendesak agar KLHK membuka informasi karena pencemaran udara yang menyebabkan sesak napas sampai ISPA, terutama bagi kelompok rentan anak-anak, perempuan, dan lanjut usia.
“Keengganan pemerintah membuka data tentang PLTU Ombilin kepada publik sangat disesalkan. Padahal pengoperasian PLTU tua ini memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap masyarakat setempat. Sisa pembakaran, polutan, debu yang dilepaskan sangat membahayakan kesehatan masyarakat setempat. Sehingga, bukan saja meminta pertanggungjawaban atas kontaminasi polusi selama ini, kami juga mendesak agar PLTU ini dipensiunkan,” ujarnya.