Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aktivitas perburuan satwa Kuskus Mata Biru di Ternate, Maluku Utara, semakin masif. Hewan endemik khas Maluku Utara ini diburu hampir tiap hari untuk dikonsumsi dagingnya. "Kami resah dan marah atas kejadian ini karena sangat merusak dan menghancurkan keberadaan satwa yang dilindungi," kata Ketua Komunitas Pulau Tareba, Junaidi Abas, dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa, 2 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kejadian terbaru ihwal penangkapan pelaku perburuan kuskus, kata Junaidi, terjadi Ahad, 30 Juni 2024 malam. Ada lima pelaku yang diamankan masyarakat dan diketahui berasal dari Halmahera Barat. Sedikitnya pelaku mendapatkan enam ekor dari aktivitas perburuannya malam itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Junaidi, masyarakat mencegah aktivitas perburuan dengan patroli rutin dan menyita alat panah atau senjata yang dipakai untuk berburu kuskus, Biasanya pelaku perburuan ini sering berkeliaran di sekitar Pulau Tareba, habitat populasi dari satwa liar itu. Namun masyarakat tak bisa menahan pelaku karena tidak ada dasar hukum untuk melakukan tindakan terhadap mereka.
"Kami dari komunitas hanya membantu melakukan pencegahan saja. Semoga pemerintah, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Ternate, dan komunitas terkait bisa mengatasi perburuan satwa liar ini," kata Junaidi. "Bagi kami Kuskus Mata Biru ini menjadi hewan endemik Pulau Ternate yang benar-benar berada dalam bahaya."
Hewan Endemik Indonesia Timur yang Terancam
Kuskus merupakan hewan berkantung atau marsupialia yang menjadi satwa endemik Indonesia Timur, khususnya di Papua, Maluku, Sulawesi dan Timor. Menurut Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), populasi kuskus dilaporkan semakin menurun akibat hilangnya habitat dan perburuan liar.
Peneliti di Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN, Wartika Rosa Farida, dalam situs BRIN mengatakan, di Indonesia terdapat empat genus atau marga dari kuskus, yaitu Phalanger, Spilocuscus, Ailurops dan Strigocuscus. Sedangkan di luar Indonesia penyebaran kuskus juga dicatat berada di New Guinea dan sebagian Australia.
Menurut Rosa, lebih dari 18 jenis kuskus di Indonesia berstatus dilindungi. International Union Conservation of Nature (IUCN) juga memasukan Kuskus dalam redlist atau buku merah sebagai satwa vulnerable atau terancam sejak 2016, serta terdaftar pula daftar CITES Appendix II.
Kuskus di Indonesia dilindungi sejak 1990 melalui Peraturan Perburuan Binatang Liar No. 226/193 Undang-Undang No. 5/1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem. Serta juga diatur dalam Undang-Undang No. 7/1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.
Salah satu upaya melindungi kuskus dari kepunahan, menurut Rosa, bisa dilakukan dengan menjaga dan melindungi habitatnya, serta membatasi perburuan dan perdagangan liar. Sosialisasi kepada masyarakat juga diperlukan untuk menanamkan kepedulian terhadap keberlangsungan keseimbangan ekosistem alam.