Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Konflik masyarakat adat dan pekerja proyek strategis nasional Rempang Eco-City kembali pecah.
Sejak konflik sosial pecah pada 7 September 2023, hari-hari di Pulau Rempang berubah mencekam.
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Ulumbu juga memicu konflik sosial dengan masyarakat adat.
SEPEKAN sebelum misa Natal, kecemasan Paulus Uran memuncak. Kekhawatiran pengurus Gereja Santo Petrus Pulau Rempang itu terbukti setelah kembali pecah konflik antara warga Kampung Sembulang Hulu dan pekerja PT Makmur Elok Graha (MEG)—pengembang proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City—pada Selasa malam, 17 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lokasi bentrokan itu hanya berjarak 10 kilometer di utara gereja yang berada di Kampung Sungai Raya, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau, tersebut. “Jelas keamanan dan ketenteraman ibadah terganggu. Umat takut suatu saat mereka pun bisa terpinggirkan,” kata Paulus saat ditemui pada Rabu, 25 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kericuhan bermula ketika empat orang yang diduga pekerja PT MEG merusak spanduk berisi penolakan proyek Rempang Eco-City yang dipasang warga. Warga memergoki aksi tersebut dan mengejar para pelaku yang berlari ke hutan. Salah satu pelaku terjatuh dan ditangkap warga, lalu ditahan di pos Kampung Sembulang Hulu.
Pihak PT MEG mengirim tim negosiasi untuk membebaskan pekerjanya yang disandera. Warga meminta syarat, yakni perusahaan membuat surat pernyataan tidak melakukan kegiatan di Sembulang Hulu. Negosiasi berjalan alot dan berakhir buntu. Selepas tengah malam, datang puluhan orang menggunakan truk dan sepeda motor. Mereka bersenjata tajam dan menyerang warga di pos. Sedikitnya delapan warga mengalami luka-luka dan pos rusak parah.
Konflik sosial ini satu dari banyak letupan yang terjadi di Pulau Rempang. Mulanya adalah bentrokan antara warga kampung tua dan polisi imbas penolakan rencana penggusuran oleh Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) pada 7 September 2023. Sedikitnya 17 warga mengalami luka-luka, 10 di antaranya siswa dan guru, akibat tembakan gas air mata yang mengarah ke sekolah. Polisi menetapkan 43 warga sebagai tersangka perusuh.
Seusai insiden tersebut, hari-hari di Pulau Rempang berubah mencekam. Kata Paulus, sering kali konflik kecil berulang. Misalnya karyawan PT MEG mulai rajin berpatroli keliling kampung, yang ujung-ujungnya merusak spanduk penolakan Rempang Eco-City yang dipasang warga. Mereka juga disebut sering menongkrongi kantor Kecamatan Galang sehingga acap memicu percekcokan dengan warga setempat.
PT MEG sejak 2001 menjadi pemegang konsesi untuk pembangunan pusat bisnis, industri, perumahan, dan pariwisata seluas 16.583 hektare. Sebaran area konsesinya berada di atas 16 kampung tua Pulau Rempang. Pada 2023, perusahaan milik taipan Tomy Winata itu berkongsi dengan sejumlah korporasi internasional, satu di antaranya Xinyi Group—perusahaan Cina yang berencana membangun pabrik kaca untuk panel surya.
Karena alasan mempertahankan ruang hidup, Paulus Uran bergabung dalam barisan perlawanan warga yang dinamai Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan Rempang dan Galang. Dia merasa perlu ikut turun ke jalan, meski menyadari bahwa ia adalah pendatang minoritas. “Saya masuk ke sini tahun 1995, mengurus sekolah gereja dari kecil hingga sudah sebesar ini. Jadi jangan bilang tidak ada orang di sini,” ujar pria yang lahir di Flores, Nusa Tenggara Timur, itu.
Tresia Tora, 40 tahun, anggota jemaat Gereja Katolik Santo Petrus, juga turut menolak rencana relokasi kampung untuk proyek Rempang Eco-City. Sebab, hidupnya bergantung pada kebun, sama seperti kebanyakan warga Rempang lain. “Kalau kebun kami sudah diambil, bagaimana kami akan hidup? Karena itu sumber penghasilan kami,” ucap Tresia.
Dia menolak dipindahkan ke hunian yang disiapkan oleh BP Batam di Kampung Tanjung Banon. Tresia memilih bertahan di kampungnya yang berada di Kelurahan Sembulang. Pertimbangannya adalah nilai ganti rugi yang diberikan pemerintah tak setimpal dengan apa yang ia miliki di Pulau Rempang. Salah satunya adalah kampung yang tak akan tergantikan.
Anggota Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi BP Batam, Sudirman Saad, menyebutkan upaya pemerintah tidak mengendur untuk melanjutkan pembangunan di Pulau Rempang, tak terkecuali rencana relokasi kampung warga. “Intinya, BP Batam tidak mungkin mempertahankan kampung di kawasan industri Pulau Rempang karena area nelayan akan dipakai sebagai pelabuhan,” tutur Sudirman pada Senin, 2 Desember 2024.
Posko warga menolak PSN Rempang Eco City dirusak diduga pekerja PT MEG di Pulau Rempang, Batam, Rabu (18/12/2024). TEMPO/Yogi Eka Sahputra
Manajer Riset Trend Asia Zakki Amali menunjukkan bahaya proyek Rempang Eco-City yang diklaim pemerintah sebagai bagian dari transisi energi untuk meninggalkan energi fosil. Selain karena mengokupasi lahan, proyek itu bakal menyingkirkan ruang hidup warga. “Padahal PSN Rempang Eco-City merupakan bagian dari program Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP) yang semestinya menjunjung tinggi hak masyarakat adat.”
Temuan Zakki itu berbasis kolaborasi riset yang juga mendapati adanya konflik kepentingan dalam pembangunan Rempang Eco-City. Kata dia, PT MEG sejak 2004 diduga menerima privilese dari pemerintah daerah untuk mengelola Kawasan Wisata Terpadu Eksekutif Kota Batam. Perusahaan itu ditengarai dimiliki Tomy Winata melalui perusahaan cangkang Grideye Resources Limited yang terdaftar di Kepulauan Virgin Inggris—negara suaka pajak di Karibia.
Meski nama Tomy tak dituliskan, menurut Zakki, dia sejak dulu menghadiri berbagai kerja sama yang melibatkan PT MEG. Misalnya, pada 19 Juli 2023, Tomy ikut datang ke Cina ketika PT MEG menjalin kerja sama dengan Xinyi Group, mendampingi Bahlil Lahadalia yang kala itu menjabat Menteri Investasi. Anak Tomy, Adithya Prakarsa Winata, juga pernah meneken perjanjian kerja sama yang dihadiri Presiden Joko Widodo pada 28 Juli 2023.
Tempo berupaya meminta penjelasan Tomy Winata mengenai perusahaan yang disebut terafiliasi dengan Grideye Resources Ltd. Namun pesan yang dikirim ke nomor telepon selulernya sejak sepekan lalu belum direspons. Sebelumnya, Tempo mewawancarai Tomy ihwal rencana investasinya melalui PT MEG. “Saya harus memobilisasi investasi. Di samping itu, saya harus bangun infrastruktur,” ujarnya pada 14 September 2023.
Tomy menceritakan bahwa Rempang dicanangkan akan menampung investasi senilai Rp 381 triliun. Adapun perusahaannya bakal menggelontorkan uang Rp 45-50 triliun untuk pembangunan infrastruktur, sumber air, hingga jalan. Kala itu dia turut menyebutkan sedang dalam pembicaraan mendapatkan komitmen investasi sebesar Rp 50-60 triliun dari negara-negara lain yang akan menciptakan sedikitnya 35 ribu lapangan pekerjaan.
Upaya permintaan konfirmasi juga Tempo lakukan melalui staf Artha Graha Network, Hanna Lilies Puspawati. Dia belum memberi jawaban, tapi sempat menjelaskan bakal mempelajari pertanyaan yang disampaikan tersebut. Hingga artikel ini ditulis, Hanna tidak kunjung memberi tanggapan.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Promosi, dan Protokol BP Batam Ariastuty Sirait menjelaskan, pelibatan PT MEG bermula pada 2004 oleh Otorita Batam bersama Pemerintah Kota Batam, juga Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. “Wilayah perjanjian meliputi seluruh Pulau Rempang dan pulau-pulau kecil sekitarnya, termasuk sebagian Pulau Setokok dan Pulau Galang,” kata Ariastuty ketika dimintai konfirmasi.
Pada 2019, pemerintah menjalankan rencana pengembangan investasi Rempang Eco-City. Disusul kemudian adanya penetapan sebagai proyek strategis nasional melalui Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2023 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam rangka Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Nasional. Konsekuensinya, pemerintah menurunkan status kawasan hutan produksi konversi menjadi area penggunaan lain dan rencana relokasi rumah warga dengan mekanisme ganti rugi rumah.
•••
DALAM pengamatan Cypri Jehan Paju Dale, pola-pola proyek transisi energi yang dibangun pemerintah berkedok proyek strategis nasional telah merusak di banyak daerah. Dia menyamakannya dengan zaman perburuan ladang minyak dan batu bara yang meninggalkan konflik dan memicu emisi gas rumah kaca. “Karena energi dipandang sebagai komoditas yang konsesinya diberikan ke perusahaan untuk melakukan eksploitasi,” kata research fellow di University of Wisconsin-Madison, Amerika Serikat, itu pada Selasa, 31 Desember 2024.
Antropolog itu mencontohkan ladang geotermal di kampung halamannya, Flores, Nusa Tenggara Timur. Di sana PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mencanangkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu di Kabupaten Manggarai. Rancangan itu masuk Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2021-2030 yang akan memanfaatkan sumber uap panas dari kaki Gunung Poco Leok—meliputi sepuluh wilayah adat di empat desa Kecamatan Satar Mese.
Menurut Cypri, proyek pembangkit geotermal Poco Leok akan didanai oleh Bank Pembangunan Jerman (KfW) yang menyasar 60 titik pengeboran. Persoalannya, pengeboran berada di dalam ruang hidup warga, seperti permukiman, lahan pertanian, dan situs-situs sakral masyarakat adat. Hal ini memicu penolakan masyarakat karena berpotensi merusak ekologi sekaligus meletupkan konflik sosial.
Poster-poster dari karung bekas berisikan tulisan 'Tolak Geothermal' terpajang di sisi kiri-kanan jalan di wilayah Poco Leok. Foto: Rosis Adir/TEMPO
Senior Manager Pertanahan, Perizinan, dan Komunikasi PT PLN Unit Induk Pembangunan Nusa Tenggara Dede Mairizal menjelaskan, pihaknya sejak awal mengutamakan sosialisasi dalam rencana pembangunan PLTP Ulumbu. “PLN tidak hanya berfokus pada pembangunan secara fisik terhadap PLTP, tapi juga tetap menghormati adat istiadat setempat sekaligus memastikan masyarakat dan lingkungan sekitar terjaga kelestariannya,” ujar Dede.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia turut memotret konflik sosial di Poco Leok yang dipublikasikan dalam laporan “Dampak Proyek Strategis Nasional terhadap Hak Asasi Manusia” pada 2024. Laporan itu menemukan peningkatan kekerasan aparatur keamanan serta konflik horizontal antara pendukung dan penolak PLTP Ulumbu. “Salah satunya terdapat dua perempuan yang diduga mengalami pelecehan seksual oleh anggota kepolisian Manggarai,” tulis laporan itu.
Kesimpulannya, PSN yang digadang-gadang mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan justru menjadi sumber petaka. Komnas HAM mendapati 114 kasus pelanggaran HAM di pelbagai daerah. Komersialisasi PSN juga memicu penyingkiran terhadap komunitas adat, petani, dan nelayan hingga berujung pada kerusakan lingkungan.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara atau AMAN ikut memberi label buruk pada implementasi PSN di Indonesia yang dipublikasikan akhir Desember 2024. Menurut mereka, kebijakan transisi energi untuk meninggalkan energi fosil justru menjadi kesempatan melakukan eksploitasi berkedok kebijakan hijau. “PSN justru menggurita ke semua lini dan sendi, menyasar sejumlah wilayah adat.”
Justru dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo dinilai telah memicu 687 letupan konflik agraria di berbagai daerah. Sedikitnya 11,07 juta hektare wilayah adat terkena dampak. Mayoritas terjadi akibat pembangunan PSN dan eksploitasi sumber daya alam. “Konflik ini muncul karena pemerintah menggunakan impunitas PSN yang menabrak aturan dengan dalih mempercepat pertumbuhan ekonomi,” ucap Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik. ●
Yogi Eka Sahputra dari Batam berkontribusi dalam penulisan artikel ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Proyek Strategis Menyingkirkan Masyarakat Adat