Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Koral Indonesia di Parlemen Dunia

Forum Legislator Globe menggelar pertemuan tingkat tinggi antarparlemen di Kopenhagen pada 24 dan 25 Oktober lalu. Menelurkan tiga poin penting pra-COP15, Globe—organisasi parlemen internasional—menghadirkan 16 negara maju dan berkembang. Indonesia, salah satu negara terbesar, diwakili tim terkecil: satu legislator. Tempo melaporkan dari Kopenhagen, Denmark.

2 November 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI atas galeri pers The Second Chamber Old Room, wajah Indonesia tampak kesepian, nyaris merana, dalam ruang konferensi Folketinget—parlemen Denmark—yang klasik, megah, dan meriah berhiaskan bendera 16 negara. Pagi itu, Sabtu, 24 Oktober, Forum Legislator Globe, pertemuan tingkat tinggi antarparlemen, dibuka di Kopenhagen, ibu kota Kerajaan Denmark.

Pesertanya negara-negara maju G-8 dan delapan negara berkembang, termasuk Indonesia. Meja setiap negara dihiasi bendera kecil-kecil, sesuai dengan jumlah delegasi. Rata-rata negara mengirim minimal lima legislator. Cina bahkan menghadirkan belasan legislator, dilengkapi sederet penerjemah. Indonesia? Raksasa khatulistiwa ini tampil dengan satu legislator saja: Bomer Pasaribu, anggota Komisi Pertanian dan Kehutanan Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Golkar.

Bendera kecil di meja Indonesia nyaris tak terlihat, diapit bendera-bendera delegasi India dan Italia yang riuh. Bomer mengisi kursi Indonesia di Komisi Perubahan Tata Guna Lahan dan Ekosistem Globe. Dua kursi lain untuk Indonesia pada Komisi Ekonomi dan Komisi Energi Globe melompong hingga akhir acara.

Forum Legislator ini digagas Globe Internasional, organisasi parlemen tingkat mondial untuk keseimbangan lingkungan. Mereka menghadirkan 120 legislator dalam forum sepanjang dua hari. Sekretaris Jenderal Globe Internasional Adam Matthews menyatakan para legislator diharapkan menyampaikan kepentingan domestiknya dengan fokus dan lantang di Forum.

Bagi Indonesia, tentu sulit untuk berlantang. Nyanyian solo Bomer segera tenggelam di tengah raksasa negara berkembang serba agresif semacam Cina, Brasil, India, dan Korea Selatan. ”Bandingkan dengan Brasil dan Afrika Selatan yang begitu vokal, dan dalam delegasi besar,” ujar Bomer—yang mengaku amat sulit bergerak seorang diri.

Rendahnya minat legislator Indonesia pada isu perubahan iklim, menurut Bomer, terutama dipicu minimnya penguasaan mereka terhadap isu ini. ”Ini forum parlemen ekonomi 16 negara untuk tiga komisi. Tapi bayangkan, Indonesia cuma bisa berbicara di komisi yang saya wakili,” kata Bomer.

Steen Gade, 64 tahun, Ketua Komisi Lingkungan Parlemen Denmark sekaligus Presiden Globe Eropa, menjadi tuan rumah acara ini bersama Adam Matthews. Gade menyatakan pelaksanaan kesepakatan isu-isu perubahan iklim lebih menjadi tugas eksekutif pemerintah. Tapi, ”Kami, legislator, memandang penting mendesakkan percepatan agenda kerja serta menyampaikan sejumlah poin pra-COP15,” ujarnya kepada Tempo (lihat wawancara khusus Tempo dengan Steen Gade).

Poin itu lahir di akhir pertemuan dengan tiga fokus utama. Pertama, pemanasan global tak boleh melebihi dua derajat Celsius. Kedua, kerangka perubahan iklim pasca-2012 harus dapat menjamin sistem ekonomi berkelanjutan, penciptaan lapangan kerja baru, keamanan energi bersih, peningkatan kesehatan, dan pengurangan kemiskinan. Ketiga, para legislator harus menjadi penggerak ekonomi karbon rendah dan meneruskan hasil pertemuan ini kepada parlemen domestik masing-masing.

Kepentingan domestik Indonesia mulai terdengar di hari kedua. Selain soal isu lama deforestasi dan degradasi hutan, perwakilan Indonesia diberi waktu khusus menyampaikan kondisi terbaru terumbu karang. Sebelumnya, Samuel Fankhauser, Peneliti Senior Grantham Research Institute untuk Perubahan Cuaca dan Lingkungan The London School of Economics, membuat presentasi kerusakan terumbu karang dunia. Sesi ini amat menyedot perhatian semua anggota Forum.

Hasilnya? Forum Legislator Globe, Kopenhagen, bersepakat merancang draf baru segera untuk menyelamatkan terumbu karang dunia dari kepunahan—termasuk terumbu Indonesia. Kepada Tempo, Fankhauser menyatakan Indonesia masuk kelompok negara paling parah kerusakan koralnya. ”Pemerintah Indonesia perlu menetapkan political will tentang manajemen berkelanjutan, sebagai bagian dari upaya serius menyelamatkan terumbu karang Indonesia,” ujarnya.

Fankhauser mengusulkan Indonesia memasukkan isu terumbu karang ke dalam COP15. ”Terumbu tak ada urusannya dengan kaya-miskin, tapi strategi, kebijakan politik, dan manajemen yang terfokus, agar suara Indonesia lebih keras terdengar,” kata Fankhauser. Munculnya terumbu karang Indonesia di Forum Legislator adalah follow-up hasil Coral Triangle di Manado pada Mei lalu. Untuk pertama kalinya pula kerusakan terumbu karang Indonesia masuk agenda perubahan cuaca di tingkat global.

Minggu petang, 25 Oktober, isu terumbu karang akhirnya masuk draf khusus Forum Legislator Globe. Lobi Folketinget yang dingin oleh angin musim gugur tiba-tiba menjadi hangat oleh tawa lebar Bomer Pasaribu. Dia berkata, ”Saya senang sekali, koral Indonesia mendapatkan tempat yang patut di forum ini.”

Hermien Y. Kleden (Kopenhagen, Denmark)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus