WARGA Desa Tiduan, Tulungagung, Jawa Timur, sedang berkabung. Sejak pekan lalu, penduduk Jarang ke luar rumah. Pasar sepi dan sejumlah warung, yang biasanya menjual keperluan sehari-hari, tutup. Penyebab suasana duka yang membalut desa itu adalah 36 warga Tiduan mati mendadak. Karena penyebab musibah itu tak segera diketahui, penduduk desa, yang berjumlah sekitar 6.150 orang, sempat panik. Banyak di antara mereka mengungsi ke rumah sanak saudaranya yang punya rumah agak besar agar bisa berkumpul bersama-sama. Sebab, dalam keadaan seperti itu, cerita dari mulut ke mulut tentang "hantu pencabut nyawa" lebih cepat dipercayai penduduk daripada keterangan pamong desa. Begitu hebatnya pengaruh cerita hantu itu sehingga warga Desa Tiduan merasa perlu memberlakukan ronda. Setiap malam, sekitar 200 pria, yang dipecah menjadi kelompok beranggotakan 50 orang, berjaga keliling kampung sambil meneriakkan takbir. "Kami melakukan sambil menyerahkan diri kepada Tuhan," kata seorang penduduk. Suasana Desa Tiduan baru berangsur tenang setelah tim bantuan dari Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian datang dan membangun pos darurat di dekat balai desa. Tim ini bekerja keras memeriksa penduduk yang sakit dan membongkar beberapa kubur untuk meneliti penyakit yang mencabut nyawa korban. Setelah bekerja keras, sekitar seminggu, barulah Dokter Bambang Supeno, kepala Dinas Kesehatan Tulungagun, bisa memastikan kematian beruntun itu. Ternyata, penyebabnya adalah pestisida jenis diazinon. Obat pemberantas hama ini, menurut Bambang Supeno, tercampur dalam minyak goreng, kerupuk, tepung terigu, dan bahan makanan pokok lainnya. "Jadi, tak benar ada wabah. Kematian beruntun terjadi semata-mata karena kecerobohan penduduk dalam menyimpan racun serangga itu hingga bisa tercampur dengan makanan," katanya. Bambang Supeno tak memperinci bagaimana proses pencampuran terjadi. Seorang penduduk mencurigai pencampuran itu terjadi di warung. Sebab, "ada warung yang menjual pestisida sekaligus menjual bahan makanan," katanya. Selain itu diduga banyak di antara penduduk, yang mungkin karena tidak tahu, menyimpan racun itu berdekatan dengan bahan makanan. Untuk mencegah meluasnya kematian, beberapa warung yang dicurigai diperintahkan tutup oleh pejabat setempat. Tapi, belakangan, bupati Tulungagung Poernanto mencabut larangan itu. "Masak orang mau dagang dihalangi," katanya. Penutupan warung memang bukan jalan keluar yang tepat. Sebab, seperti dikatakan Irwan, dokter Puskesmas Desa Tiduan, kesadaran penduduk akan bahaya pestisida dan lingkungan yang kotor masih kurang sekali. "Penyuluhan sudah sering dilakukan, tapi masyarakat seperti tak tergerak," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini