Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pengalaman membuktikan bahwa kebijakan pemerintah menggandeng korporasi dalam urusan mencetak sawah selalu berakhir kegagalan.
Seperti tak jera, pemerintah menjalin kerja sama dengan perusahaan Jepang, Sumitomo Forestry, untuk menggarap food estate di Kalimantan Tengah.
Sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti food estate, semestinya tidak boleh dikelola perusahaan.
PROFESOR Dwi Andreas Santosa terkekeh ketika mendengar rencana Presiden Prabowo Subianto menggandeng perusahaan Jepang untuk mengembangkan lumbung pangan atau food estate di Kalimantan. Sumitomo Forestry, perusahaan tersebut, bakal bekerja sama dengan pengusaha asal Kalimantan Selatan, Andi Syamsuddin Arsyad atau kerap dipanggil Haji Isam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya yakin mereka tak akan serius," kata Andreas, guru besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, kepada Tempo, pada Senin, 9 Desember 2024. Keraguan Andreas ini muncul lantaran pemerintah sudah berulang kali menggandeng korporasi dalam urusan pencetakan sawah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah mengajak perusahaan Arab Saudi mengelola lahan pertanian. Program tersebut, Andreas melanjutkan, berakhir sebelum dapat diwujudkan. Sedangkan pada masa pemerintahan Joko Widodo, pemerintah juga menggandeng Sumitomo Forestry.
Perusahaan kayu yang didirikan pada 1948 itu pernah menjalin kesepakatan dengan Salim Group. Namun targetnya bukan mencetak sawah, melainkan berfokus pada reforestasi hutan di atas 1,4 juta hektare lahan bekas proyek pengembangan lahan gambut (PLG) di Kalimantan Tengah. "Tapi namanya perusahaan pasti akan berpikir untung-rugi dan terbukti gagal."
Presiden Prabowo sebelumnya mengumpulkan pengusaha Jepang yang tergabung dalam The Jakarta Japan Club (JJC)—klub bisnis yang diinisiasi Kamar Dagang Jepang dan Indonesia pada 1970-an—di Istana Negara pada Jumat, 6 Desember 2024. Pertemuan tersebut dihadiri sedikitnya 20 pengusaha Jepang untuk membicarakan rencana investasi, di antaranya membantu program food estate, proyek gas di Blok Masela, dan rencana reforestasi lahan.
Presiden Prabowo Subianto menggelar jamuan makan siang bersama delegasi Japan Indonesia Association (JAPINDA) dan Japan Jakarta Club (JJC) di Istana Negara, Jakarta, 6 Desember 2024. BPMI Setpres/Muchlis Jr
Khusus untuk rencana pencetakan sawah, Prabowo memperkenalkan Haji Isam, pengusaha tambang asal Kalimantan Selatan. Dia diperkenalkan kepada para pengusaha Jepang sebagai pengusaha yang siap mengelola lahan pertanian di Kalimantan. Haji Isam akan bekerja sama dengan PT Sumitomo Forestry Indonesia—perusahaan yang tergabung dalam JJC.
Bercokol di Indonesia, JCC telah membangun jaringan luas dengan keanggotaan 693 korporasi. Ratusan perusahaan tersebut bergerak di banyak sektor, dari industri tekstil, otomotif, perdagangan, produk kimia, energi, hingga bisnis agrikultur. Salah satu program kerja sama itu adalah pembangunan moda raya terpadu (MRT) di Jakarta.
Adapun Sumitomo Forestry masuk Indonesia pada 1991 dengan membangun perusahaan perkebunan kayu di Kalimantan Barat seluas 40.750 hektare. Selain itu, Sumitomo disebut merehabilitasi hutan di Kalimantan Timur dan memilih lahan bekas kebakaran di Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Sumitomo juga mencanangkan pengembangan bisnis energi biomassa berbasis kayu di Indonesia.
Menurut Andreas, area kerja Sumitomo di Indonesia tak akan membuat mereka bersedia menggarap food estate dengan serius. Apalagi sejak tahun lalu, perusahaan tersebut juga dilibatkan pemerintah dalam proyek food estate di Kalimantan Tengah yang berakhir kegagalan. "Meskipun mereka ditugasi melakukan reforestasi, tapi mengembalikan lahan bekas gambut menjadi hutan tidak masuk akal."
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa Sumitomo sudah lama mengembangkan proyek reforestasi di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah seluas 130 ribu hektare. Mereka juga menanam tanaman keras untuk kebutuhan kayu nasional. "Keberhasilan proyek ini diharapkan menjadi langkah awal untuk pengembangan tanaman pangan di masa depan," ucap Airlangga.
Rencananya, Sumitomo berkolaborasi dalam program cetak sawah bersama Haji Isam. Airlangga tak merinci bagaimana Sumitomo dan Haji Isam akan berkolaborasi. Dia hanya mengatakan kerja sama untuk pengembangan food estate pasti melibatkan banyak sektor.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu juga menjelaskan bahwa Presiden Prabowo memberikan tugas tambahan kepada PT Sumitomo Forestry Indonesia untuk mengembalikan fungsi hutan di lahan bekas food estate di Kalimantan Tengah. Setelah proyek itu terlaksana, Sumitomo Forestry juga akan diminta mengembangkan lahan-lahan pertanian Indonesia. Sumitomo dipilih karena diklaim dapat mengembalikan lahan gambut menjadi hutan.
Adapun Haji Isam sebelumnya disebut sangat berperan membantu Prabowo dalam mewujudkan swasembada pangan. Jauh sebelum dilantik sebagai presiden, Prabowo telah mempercayai Isam untuk membabat kawasan hutan seluas 1,18 juta hektare di Kabupaten Merauke, Papua Selatan. Dalam laporan majalah Tempo edisi 22 September 2024 bertajuk "Adu Cepat Prabowo Subianto dan Jokowi di Food Estate Merauke" disebutkan bahwa Isam membiayai seluruh proses penyiapan lahan untuk pencetakan sawah di Merauke.
Tempo berupaya meminta penjelasan kepada Sumitomo Forestry melalui anak usahanya, PT Sumitomo Forestry Indonesia, yang beralamat di Jakarta Selatan. Permintaan konfirmasi juga dilakukan melalui e-mail resmi perusahaan. Hanya, permohonan wawancara belum direspons. Sebelumnya, Haji Isam pun pernah dimintai konfirmasi perihal proyek cetak sawah. Namun, melalui kuasa hukumnya, ia menolak menjawab.
•••
DIREKTUR Yayasan Pusaka Bentala Rakyat Franky Samperante cemas akan pelibatan perusahaan swasta dalam proyek cetak sawah. Dalam banyak kasus di Merauke, Sumatera Utara, dan Kalimantan Tengah, pembangunan food estate oleh korporasi justru memicu kemudaratan. "Karena idealnya sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti food estate, semestinya tidak boleh dikelola perusahaan," ujar Franky.
Sayangnya, pemerintah acap melibatkan perusahaan untuk program cetak sawah. Hal ini lantaran munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Program Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Presiden Joko Widodo ketika itu mencanangkan membuka food estate di beberapa provinsi seperti Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Papua Selatan.
Lahan Food Esate yang sudah dibuka dan dibelah oleh kanal untuk dikonversi menjadi perkebunan sawit di Desa Tajepan, Kecamatan Kapuas Murung, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, 14 Maret 2024. Dok.Pantau Gambut
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya lantas menerbitkan peraturan Nomor 24 Tahun 2020 tentang Penyediaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Food Estate. Di dalamnya merinci tata cara permohonan perubahan peruntukan kawasan hutan untuk ditetapkan menjadi areal food estate atau disebut sebagai Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan (KHKP). Permohonan KHKP diajukan oleh menteri, kepala lembaga, kepala daerah, badan otorita, atau yang ditugaskan khusus oleh pemerintah.
Presiden Joko Widodo kemudian meneken Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan. Kata Franky, di dalamnya mengatur kewenangan pemerintah untuk melibatkan swasta dalam proyek strategis nasional pembangunan food estate. Aturan tersebut memperkenankan penggunaan atau pelepasan kawasan hutan untuk food estate, namun kegiatan bersifat non-komersial.
Turunan aturan ini adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, serta Penggunaan Kawasan Hutan. Pada Pasal 278 ayat 2 disebutkan pemohon persetujuan pelepasan kawasan hutan untuk food estate merupakan instansi pemerintah atau badan otorita yang telah mendapatkan penugasan dari pemerintah.
Pasal tersebut sebenarnya merupakan perincian dari Pasal 114 pada PP Nomor 23 Tahun 2021 yang menjelaskan subjek pemohon persetujuan KHKP hanya dapat dilakukan oleh menteri, atau pimpinan lembaga negara, kepala daerah, dan badan otorita yang ditugaskan khusus. Kemudian dirinci ke dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati disebutkan bahwa badan negara yang mendapatkan tugas dapat bekerja sama dengan swasta.
“Memang tidak ada penggunaan frasa pelibatan badan usaha atau swasta sebagai pemohon, tapi bukan berarti swasta tidak boleh terlibat,” kata peneliti Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, M. Ali Mahrus. Persoalannya, pemohon bukan berarti sebagai pelaksana proyek. Mereka dapat menunjuk badan usaha milik negara atau bahkan kerja sama dengan swasta untuk mengelola lahan food estate.
Persoalan ini, kata Ali, yang memicu konflik kepentingan dalam tata kelola food estate. Apalagi, bila pemerintah menggandeng Sumitomo Forestry maupun Haji Isam sebagai pelaksana proyek tanpa proses yang transparan. Ia mengkhawatirkan, hal itu dapat memicu bisnis monopoli dan perusakan hutan karena pembangunan tanpa disertai kajian lingkungan hidup dan sosial, seperti yang sedang berlangsung di Distrik Ilwayab, Kabupaten Merauke.
Dwi Andreas Santoso yakin kebijakan food estate ujung-ujungnya bakal gagal seperti sebelumnya. Soalnya, kata Andreas, pemerintah menabrak kaidah ilmiah yang semestinya dijalankan. "Daripada menghamburkan uang puluhan triliun rupiah yang pasti akan gagal, lebih baik dialihkan untuk program lain," ucapnya.
Koridor kaidah ilmiah yang tidak ditempuh pemerintah, menurut Andreas, mencakup studi kelayakan lahan yang sesuai dengan komoditas. Masalahnya, pemerintah dinilai memaksakan menanam padi di lahan yang tidak sesuai. Kegagalan ini pernah dialami Andreas ketika mendampingi badan usaha milik negara menanam 12 jenis padi di lahan PLG di Kalimantan Tengah.
Proyek itu gagal dengan hasil panen hanya 0,8 ton per hektare sawah. Adapun ambang batas minimal panen padi semestinya 4 ton per hektare sawah. Karena kegagalan tersebut, banyak BUMN disebut menolak menjalankan penugasan untuk program cetak sawah di Kalimantan Tengah. "Selain masalah itu, kelayakan infrastruktur irigasi dan tata kelola air tidak memadai,” ujar Andreas.
Ketua Tim Satuan Tugas Perluasan Areal Cetak Sawah Kementerian Pertanian Husnain menjelaskan bahwa pemerintah mencanangkan pencetakan 3 juta hektare sawah untuk memenuhi kebutuhan nasional. Jutaan hektare sawah itu akan tersebar di banyak provinsi, salah satunya Kalimantan Tengah. "Cetak sawah akan dimulai tahun depan sehingga sekarang baru dites dulu karena kami tidak mau gagal."
Husnain memastikan program cetak sawah akan diwujudkan bertahap sehingga bakal berhasil, misalnya secara paralel mengoptimalkan 200 ribu hektare lahan di Kalimantan Tengah. Prosesnya dimulai dari menanam padi seluas 10 ribu hektare pada 2025 dan akan diperluas pada tahun-tahun berikutnya. Target pemerintah adalah mencetak 750 ribu hingga 1 juta hektare sawah tiap tahun.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sebelumnya turut memastikan optimalisasi lahan di daerah rintisan food estate atau di bekas PLG bakal dilanjutkan. Ia menyebutkan ada 30 ribu hektare lahan di bekas lahan gambut yang sedang dikerjakan pemerintah. "Di Kalimantan Tengah, ada lahan yang irigasinya sudah ada 100 ribu hektare dan bisa dikembangkan menjadi 200 ribu hektare untuk sawah padi," ucapnya pada Oktober 2024.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo