Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Krisis Iklim di Jawa Timur, Walhi: Faktor Alam dan Kebijakan Tata Ruang yang Keliru

Walhi mencatat kondisi ekologis di Jawa Timur kian parah pada tahun lalu. Selain karena bencana, dipicu juga oleh kesalahan pengelolaan tata ruang.

7 Februari 2024 | 17.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Foto udara kondisi penyusutan hutan mangrove di daerah pesisir Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Sabtu 19 Februari 2022. Hutan mangrove di kawasan pesisir Aceh terus menyusut akibat perubahan dan alih fungsi lahan menjadi lahan kering, pertambakan, penebangan liar untuk pembuatan arang serta penimbunan untuk pembangunan permukiman. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengungkapkan berbagai kerugian yang terjadi di Jawa Timur akibat krisis iklim pada 2023. Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur, Wahyu Eka Setiawan, mengatakan degradasi ekologis di provinsi tersebut berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap 500 ribu jiwa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Tidak hanya faktor alam semata. Namun, ada juga ulah dari pemangku kebijakan yang salah dalam mengurus tata ruang dan alih fungsi lahan produktif menjadi kawasan real-estate," katanya melalui keterangan tertulis, Rabu 7 Februari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sepanjang tahun lalu, menurut Wahyu, Jawa Timur diterpa oleh rangkaian bencana iklim, mulai dari banjir, cuaca ekstrem, kebakaran lahan, hingga tanah longsor. Krisis iklim itu masih diperparah kekeliruan pengelolaan tata ruang oleh pemangku kebijakan. Alih fungsi lahan untuk kepentingan properti, sebagai contoh, menurunkan volume produksi pangan.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirangkum Walhi, luas panen padi di Jawa Timur pada 2023 berkurang hingga 7,65 ribu hektare, atau turun 0,45 persen dari luasan pada 2022. Di Kota Surabaya, kata Wahyu, sejumlah area yang dulunya adalah lahan pertanian sudah berubah fungsi dalam rencana tata ruang terbaru.

Tumpang tindih peruntukan tata ruang pun masih ditemukan di beberapa wilayah, mulai dari Sidoarjo, Gresik, Mojokerton dan Malang Raya. Sebagian lahan di Trenggalek, Blitar, Lumajang, Jember dan Banyuwangi juga tercatat tumpang tindih dengan konsesi pertambangan.

Rencana kebijakan tata ruang, menurut Wahyu, bisa dijadikan salah satu pertimbangan untuk memilih calon kepala daerah dalam Pilkada serentak pada November 2024. Pasalnya, dari waktu ke waktu, semakin banyak kebijakan yang tidak berpihak pada persoalan krisis iklim. “Prinsip pilah pilih untuk pulih bisa dijadikan pedoman oleh seluruh masyarakat, khususnya di Jawa Timur.”

ALIF ILHAM FAJRIADI

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus