Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Kuda Besi di Tengah Hutan

14 September 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAUNGAN mesin itu terdengar dari kejauhan. Dua sepeda motor gunung bergumul dalam kubangan berusaha keluar dari cengkeraman tanah. Beberapa sepeda motor lain menunggu di belakangnya karena jalur yang dipakai adalah jalan setapak yang tak bisa dilalui dua kendaraan. Semakin gas digeber, ban-ban radial laksana pacul terus menggerus tanah, semakin dalam dan dalam. Tanah sisa garukan beterbangan ditimpali kepulan asap knalpot yang baunya tajam menyengat.

Begitulah pemandangan yang kini sering terlihat di kawasan cagar alam Tangkuban Perahu. Hutan lindung yang berada di ketinggian 1.500-2.000 meter di atas permukaan laut itu memang menawarkan medan yang menantang sekaligus udara yang sejuk bagi para pengendara sepeda motor trail. Ojos, motocrosser dari Cikutra, Bandung, mengaku ketagihan bermain tanah di Jayagiri. ”Medannya cukup bersahabat, cocoklah untuk senang-senang mah,” katanya.

Tiap akhir pekan dan hari libur, puluhan sepeda motor trail dengan ban pacul dan suara keras merangsek masuk ke dalam hutan. Dan aktivitas mereka berdampak pada rusaknya jalur-jalur setapak yang ada di hutan. Tentu saja kegiatan para crosser ini menuai kecaman dari para pemerhati lingkungan. Berdasarkan pengamatan Tempo, di lapangan memang hampir tidak ada jalan setapak yang tidak tersentuh jejak ban pacul. Permukaan tanah terkoyak sedalam 30 sampai 50 sentimeter hingga membentuk parit-parit.

Menurut T. Bachtiar, peneliti dari Kelompok Riset Cekungan Bandung, ban pacul bisa merusak struktur tanah. Tidak cuma itu, yang lebih dikhawatirkan lagi adalah polusi CO2 dan polusi suara yang akan mengganggu satwa hutan. Hutan Tangkuban Perahu dikenal sebagai habitat beragam monyet dan burung. ”Seharusnya motor trail tidak diperbolehkan masuk sampai zona inti hutan, karena terdapat hewan-hewan yang dilindungi,” ujarnya. 

Kegusaran juga terlontar dari Maman Rachman. ”Jauh-jauh saya ke hutan untuk mencari udara segar, yang ada malah polusi,” ucap penggemar hiking ini. Rusaknya jalan juga dikeluhkan oleh warga sekitar hutan yang biasa memanfaatkan jalan setapak untuk mencari rumput dan kayu bakar. 

Sebenarnya kegiatan sepeda motor trail di Tangkuban Perahu bukan tidak dilarang. Namun pengelola tak berdaya menghalaunya. Sebagai kompromi, seringkali di gerbang Jayagiri motor trail dikenai biaya masuk lebih. Menurut T. Bachtiar, ketidaktegasan pemerintah dan pengelola adalah pangkal sebabnya. Seharusnya dipertegas antara zona inti dan zona penyangga hutan. Ini untuk memastikan mana wilayah yang boleh dimasuki dan mana daerah yang benar-benar dibatasi dari eksploitasi manusia. ”Sekarang sudah kacau-balau,” katanya.

Gilang R.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus