BEREDAR pesan promosi di Tokyo: "Ikutlah tur menangkap
kupu-kupu di Irian Barat. Di sana, Anda akan memperoleh jenis
kupu-kupu yang paling cantik dan paling langka di dunia, seperti
jenis Goliath, Meridionalis dan Poseidon."
Biro perjalanan Naigai Koku Ryoko Service, bekerjasama dengan
majalah serangga Gekkan Mushi Sha, bermaksud mengorganisir
rombongan 30 turis Jepang ke Irian Jaya, Agustus mendatang. Tiap
peserta harus membayar 395 ribu yen, atau Rp 1,1 juta lebih.
Penerbangan dari Kagoshima, Jepang, sampai ke Port Moresby,
Papua Niugini, dilakukan dengan pesawat Air Niugini. Dari sana
ke Jayapura, Irian Jaya, terus ke kota-kota kecamatan Arso dan
Genyem sampai balik lagi ke Jayapura, tersedia pesawat sewaan
(charter).
Iklan biro perjalanan Jepang itu terang-terangan mengajak "Ayo,
kumpulkan dan bawalah kupu-kupu dari Irian Jaya, yang sudah
terlarang dibawa keluar dari Papua Niugini." Tapi anehnya,
walaupun kupu-kupu Irian Jaya praktis tak berbeda dengan
sepupunya di belahan timur pulau itu, Naigai Koku Ryoko berjanji
dapat menguruskan surat izin ekspor dari Divisi Satwa,
Departemen Tanah & Lingkungan PNG di Port Moresby.
Rencana itu kini praktis jadi berantakan. Seorang tokoh pencinta
alam, Chuck L. Darsono April lalu meneruskan fotokopi pamflet
biro perjalanan itu ke Menteri Negara PPLH, LIPI, PPA, LBN, dan
Perhimpunan Kebun Binatang Indonesia. Segera sesudah menerima
laporan, Emil Salim menulis surat resmi kepada Dubes Jepang di
Jakarta, Hidemichi Kira. Sang Dubes sempat berfikir dulu selama
seminggu, kemudian, mentelex ke Gaimusho (Deplu Jepang)
rencana rombongan turis penangkap kupu-kupu itu supaya
dibatalkan saja. "Bisa jadi ramai," ujar seorang staf Kedubes
Jepang kepada TEMPO pekan lalu, "jika tidak dibatalkan."
Sementara itu Direktorat PPA (Perlindungan 8 Pengawetan Alam)
di Bogor, sudah mengirim surat ke Jayapura. Maksudnya, agar
Seksi PPA di sana bersiap-siaga, karena siapa tahu, mungkin
rombongan turis jepang itu tetap nyelonong ke sana mencari
kupu-kupu. Deplu Jepang toh tak serta merta dapat melarang pihak
swasta seperti majalah bulanan Mushi itu mengorganisir wisata ke
luar negeri.
Kasus ini ada juga hikmahnya, seperti dikemukakan seorang staf
PPA, drs Ismu Sutanto yang juga dosen Fakultas Biologi
Universitas Nasional: "Mudah-mudahan jenis serangga langka ini
segera dicantumkan di daftar binatang yang dilindungi." Mengapa?
Pertama, katanya, di PNG pun berbagai jenis kupu-kupu sudah
dilindungi, malah terlarang untuk diekspor. Kedua, kupu-kupu
Irian sejak Oktober 1976 dicantumkan di daftar binatang yang
terancam kepunahannya, menurut Konvensi Internasional tentang
Perdagangan Satwa dan Flora Langka (CITES -- Convention on
International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and
Flora).
Lewat Amplop
Pemerintah Indonesia baru saja ikut meratifikasi CITES, Desember
lalu. "Konsekwensinya, kupu-kupu Irian itu harus dilindungi
juga," begitu nalar Ismu.
Bahwa tak dilindung, itu sudah lama menjadi sumber kebingungan
di PPA sendiri. Kupu-kupu Irian dan Maluku sudah lama beredar
sampai ke Jakarta lewat amplop dan paket pos. Belum ada dasar
hukum untuk mencegahnya.
Hobi mengumpul kupu-kupu Indonesia itu bisa mendatangkan untung
berlipat ganda. Kupu-kupu jenis Goliath yang masih kecil,
misalnya, di Indonesia harganya cuma seribu rupiah. Bila sampai
di Jepang, para kolektor sana berani membayar 4000 yen, atau
sekitar Rp 12 ribu seekor. Sedangkan sepasang kupu-kupu Goliath
dewasa di Jepang dapat mencapai harga 1 juta yen, atau Rp 3
juta. Itu sebabnya, begitu besar rangsangan para pedagang yang
profesional atau yang insidentil saja, untuk menyelundupkan
kupu-kupu Indonesia ke luar negeri.
Lantas apa komentar Dubes PNG di Jakarta, Dominic Diya? "Tidak
semudah itu membawa keluar kupu-kupu Irian dari PNG," katanya.
"Ditangkap di Irian Jaya atau di wilayah PNG, kan bentuk dan
jenisnya sama." Dan dia yakin, percobaan menyogok duane dan
petugas PPA PNG pun akan percuma saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini