SEJAK penemuannya tahun 1814 Borobudur diliputi misteri. Di situ pernah kamera film milik seorang Amerika diremukkan oleh sebuah tangan besar di malam hari. Itu sih, dia menolak untuk "selamatan" dulu, sebelum memulai kerjanya. Beberapa pekerja pemugaran candi itu pernah melihat seekor macan putih. Kini, misteri apa lagi ? Waktu Presiden Soeharto dengan resmi menyatakan dimulainya (1976) pemugaran candi Borobudur, pembiayaan diperkirakan akan mencapai sekitar AS $5 juta. Direncakan selesai di tahun 1982, biaya ini kemudian membengkak jadi AS $ 15,5 juta. Sementara UNESCO tetap akan membantu, meskipun dalam jumlah anggaran semula, kabarnya pihak Indonesia merasa tidak kuatir akan kekurangan biaya. Sebab, seperti kata Ketua Tehnis Badan Pemugaran Prof. Dr. Roosseno, "Indonesia toh tetap harus menyelesaikannya, wajib." Dengan soal biaya relatif tidaklah sulit, 25 April lalu Panitia Konsultatif UNESCO untuk bidang pemugaran bersidang lagi di Yogya. Dan dicetuskan hari itu, yaitu laporan pemimpin proyek Dr. Soekmono kepada Menteri P & K Dr. Daoed Joesoef, bahwa di bawah pintu sebelah timur candi, di kedalaman sekitar 2 meter, telah ditemukan benda-benda kecil yang menyerupai plastik, warna-warni. Benda-benda itu dengan diameter tidak lebih 1 mm, terletak dalam batu yang lekuk di bawah pintu gerbang utama. Soekmono, kepada pers, menolak bahwa "plastik" tersebut diletakkan orang modern. Dia juga menolak bahwa benda-benda yang diameter 1 mm itu manik-manik. "Sebetulnya, bukan hal yang aneh," ujar dosen FS-UI drs. Boechari, "karena pada banyak candi di Indonesia ditemukan barang aneh." Tapi Boechari rupanya ikut tertarik sekali ini. "Cuma bagi Borobudur, benda-benda aneh itu hanya ada pada sisi sebelah timurnya saja," katanya dalam interpiu wartawan TEMPO Toeti Kakiailatu. Pemugaran untuk sisi utara dan selatan sudah selesai. Yang kini sedang dikerjakan, sisi barat dan timur. Karena banyak hal yang aneh, pembongkaran sisi timur tampak akan terlambat satu bulan dari rencana. Stupa dan Ziggurat Selain benda-benda kecil yang serupa plastik, di sisi timur itu ada pula batubatu akik. Juga ada sebuah terowongan di kaki candi yang biasa disebut kamadhatu, demikian pula pada tingkat atasnya yang biasa disebut rupadhatu. Terowongan ini tidak cukup besar. Orang harus merangkak memasukinya. Lubang yang menyerupai terowongan ini diisi oleh batu asah, kerikil, secara berseling-seling. Terakhir, ditemukan lempengan batu dalam bentuk aneh. Di bawah lempengan itu digali, dibongkar, sampai sedalam 2 meter, tidak terdapat apa-apa. Borobudur yang mempunyai susunan batu dengan ukuran yang berbeda, tetap merupakan teka-teki. Semua keanehan itu (maksudnya berbeda dengan tiga sisi lainnya) kini sedang dibuatkan petanya, diteliti apakah letak batu akik dsb. itu mempunyai makna atau tidak. "Sekarang semua itu sedang di-plot, di mana saja ditemukan benda-benda tersebut, apakah letaknya berada dalam suatu konsistensi di dalam penempatannya, atau ditaruh sembarangan saja, tanpa makna," ujar Boechari. Sarjana Belanda, Stutterheim di tahun 1929 berpendapat bahwa Borobudur adalah sebuah stupa gandhara. Artinya, perpaduan antara stupa India dan ziggurat Babylonia. Stupa di India adalah tempat menyimpan abu jenazah dan ziggurat adalah lambang kayangan tempat bersemayamnya para Dewa. Tetapi Krom, sarjana Belanda yang lain, mengatakan bahwa candi (dari kata candika, nama lain untuk Dewi Durga kalau dia sedang menjelma jadi Dewi Maut) tidak bisa disamakan begitu saja dengan stupa negeri asal (India). Jadi Borobudur bukan tempat menyimpan abu jenazah (graafteeken), tetapi bangunan suci yang berisikan benda-benda suci (gedenkteeken). Stupa-stupa di Borobudur gunanya untuk mengagungkan Sang Budha dan Dharmanya di tanah airnya yang baru. Atau paling tidak, di candi itu ada tersimpan suatu relik yang didatangkan dari India. Relik itu sendiri tidak pernah ditemukan. Ketika Borobudur dijumpai di tahun 1814, dalam penggalian ada terbukti bahwa stupa induk kedapatan telah terbongkar. Mungkin, stupa kecil di lereng timur laut Borobudur adalah bagunan pemakaman. Tapi, demikian dugaan Krom, bukti nyata memang tidak bisa ditemukan karena batu-batu di situ telah hancur dan teraduk. Tentang Borobudur dengan banyak pendapat ini, ada pula terdapat dalam prasasti Kahulunnan yang bertuliskan Sima ning kamulan i bhumisambhara. Borobudur yang didirikan sekitar 842 AD, bukan dibangun oleh Cri Kahulunnan. Tetapi tanah miliknya telah dihibahkan untuk kepentingan dan kelangsungan bangunan raksasa ini. Jadi, demikian pendapat De Casparis, bangunan Borobudur ini digariskan dengan falsafah ajaran Budha Mahayana. Kulit dari alam pikiran Indonesia, yang intinya adalah pemujaan roh nenek moyang. Pendapat De Casparis ini didukung oleh Boechari. Soekmono dalam disertasinya di tahun 1974 (Candi, Fungsi dan Pengertiannya) ada mengajukan pendapat bahwa agama Budha dan Hindu di Indonesia tidak terlalu dibedakan oleh para pemeluknya. Bahkan terdapat pemaduan unsur kebiasaan bagi kalangan penganutnya. Soekmono juga membuat daftar candi-candi adalah tempat menyimpan benda-benda yang dianggap suci (depots sacres, Boisselier, 1966). Candi Prambanan, pada ketiga candi perwaranya ( Shiwa, Wishnu, Brahma) ditemukan peti atau cupu perunggu yang berisi tanah dan abu, teratai emas, keping prak gambar kura-kura, batu akik, dan barang lainnya. Candi Pucung di dekat Malang, ditemukan peti emas persegi yang berisi yoni dan lingga emas. Bahkan dalam periuk perunggu candi Selogriyo (Jawa Timur) ditemukan kepingan perunggu, padi, jelai, jawawut, biji pala, cengkeh, dsb. Tetapi betulkah bahan plastik yang ditemukan di Borobudur? Soekmono tidak tegas menolak dugaan ini. "Pasti bukan manik-manik," sanggah Soekmono, karena ketika dipanaskan ia "meleleh di suhu 60 C." Sahut Boechari lagi: "Mungkin ini semacam getah, yang kalau kering, bening menyerupai plastik. Tapi sulitlah kami mengatakannya, biar perkiraan dini sekalipun." Getah yang sering keluar di pohon jeruk, juga keras dan menyerupai plastik kalau kering. Lak Cina yang berwarna merah, sepintas lalu juga menyerupai plastik. "Semua itu sedang diselidiki saudara Samidi," kata Boechari lagi, "karena dia seorang chemio-archeologist." Lepas dari semua itu, penanaman sesuatu benda untuk suatu bangunan (yang monumental) tetap dilakukan di Indonesia hingga kini. Ingat upacara penanaman kepala kerbau? Batu akik di bawah candi bukan barang aneh. Malah, menurut salah seorang yang ikut mendirikan pabrik tepung terigu Bogasari, juga di situ ditanam batu-batuan berharga (precious stones). Bukan hanya akik, tetapi ruby (mirah) yang harganya jutaan rupiah!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini