Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Kutub Utara Dilanda Gelombang Panas, Para Ilmuwan Waspada

Apa yang terjadi di Kutub Utara bahkan dapat membelokkan cuaca di Amerika Serikat dan Eropa.

25 Juni 2020 | 17.53 WIB

Permafrost mencair di Kutub Utara(iptek)
Perbesar
Permafrost mencair di Kutub Utara(iptek)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Termometer suhu di kota Verkhoyansk, Rusia Arktik, Kutub Utara, mencapai rekor 38 derajat Celcius pada Sabtu, 20 Juni 2020.

Pakar dari University of Alaska Walter Anthony menerangkan, cuaca terus-menerus hangat, terutama saat kebakaran hutan terjadi, karena menyebabkan lapisan tanah beku (permafrost) mencair lebih cepat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Yang pada gilirannya memperburuk pemanasan global dengan melepaskan sejumlah besar metana, gas rumah kaca yang kuat, 28 kali lebih kuat dari karbon dioksida," kata Walter, seperti dikutip laman Phys, Rabu, 24 Juni 2020.

Menurut Walter, metana yang keluar dari situs pencairan permafrost memasuki atmosfer dan beredar di seluruh dunia. Metana yang berasal dari Kutub Utara tidak tinggal di Kutub Utara, tapi metana memiliki konsekuensi global.

Pada Agustus tahun lalu, lebih dari 4 juta hektare hutan di Siberia terbakar, menurut Greenpeace. Tahun ini kebakaran sudah mulai berkecamuk jauh lebih awal dari yang biasanya terjadi pada bulan Juli, kata Vladimir Chuprov, direktur departemen proyek di Greenpeace Russia.

Apa yang terjadi di Kutub Utara bahkan dapat membelokkan cuaca di Amerika Serikat dan Eropa. Menurut pakar cuaca musim dingin di Atmospheric Environmental Research, Judah Cohen, di musim panas, pemanasan yang tidak biasa mengurangi perbedaan suhu dan tekanan antara Kutub Utara dan garis lintang lebih rendah di mana lebih banyak orang tinggal.

Sebelumnya, Verkhoyansk telah mengalami panas ekstrem pada 25 Juli 1988, dengan mencapai rekor 37,3 derajat Celcius. Catatan tertinggi baru, yang memecahkan rekor 32 tahun itu, datang pada awal Mei secara historis di seluruh dunia, dan terutama di Siberia, yang berada dalam cengkeraman gelombang panas yang sedang berlangsung.

Para ahli meteorologi di lembaga cuaca Rusia Rosgidrome mengatakan, kombinasi faktor seperti sistem tekanan tinggi dengan langit yang cerah dan matahari yang sangat tinggi, jam siang yang sangat panjang dan malam pendek yang hangat berkontribusi pada lonjakan suhu Siberia.

"Permukaan tanah memanas secara intensif. Malam sangat hangat, udara tidak punya waktu untuk mendingin dan terus memanas selama beberapa hari," kata Marina Makarova, kepala ahli meteorologi di Rosgidromet.

Makarova menambahkan bahwa suhu di Verkhoyansk tetap sangat tinggi dari Jumat hingga Senin kemarin. Para ilmuwan sepakat bahwa lonjakan itu mengindikasikan tren pemanasan global yang jauh lebih besar.

Freja Vamborg, ilmuwan senior di Copernicus Climate Change Service di Inggris mengatakan poin kuncinya adalah bahwa iklim berubah dan suhu global sedang memanas. "Kita akan memecahkan lebih banyak dan semakin banyak rekor," tutur dia.

Selain itu, tumpahan minyak bencana dari tangki penyimpanan yang runtuh bulan lalu di dekat kota Arktik di Norilsk sebagian disalahkan dan dianggap mencairkan lapisan es. Pada 2011, bagian dari bangunan tempat tinggal di Yakutsk, kota terbesar di Republik Sakha, runtuh karena pencairan dan penurunan permukaan tanah.

PHYS | NASA | SCIENCE NEWS


Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Erwin Prima

Erwin Prima

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus