Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adalah pengelola Taman Nasional Ujungkulon, Jawa Barat, yang akan "menjual" badak dalam paket wisata unik: mengajak turis terlibat dalam sensus badak Jawa. Para pelancong akan diikutkan dalam "tim tahi" (nama resminya memang begitu) dengan tugas memantau dan menghitung jumlah serta memetakan pergerakan satwa bercula satu itu.
Bersama tim pelindung dan pemantau badak betulan dari taman nasional itu, para pelancong akan diajak menjelajahi hutan Ujungkulon selama satu pekan lebih. Mereka akan menyusuri jejak badak, mempelajari pola pergerakan hariannya, mengamati bahan pangannya, termasuk mengoleksi dan mengambil sampel segar tahi binatang raksasa itu untuk keperluan riset.
Tentu saja, semua itu tidak bisa diperoleh dengan gratis. Untuk mengikuti paket istimewa itu, para peminat ditarik bayaran US$ 390 per orang. Mahal? Murah? Tergantung pada siapa yang menilai. Yang jelas, dengan uang sebesar itu, Anda bisa ikut paket wisata tiga atau empat hari terbang ke Singapura, Bangkok, bahkan mungkin juga Hong Kong.
Komersialisasi tahi badak ini bermula dari sebuah keprihatinan lama yang sudah jadi laten: betapa sulitnya menjaga kelestarian hewan berkulit "baja" itu. Dengan paket wisata ini, pelestarian badak berharap bisa mendapatkan dua hal, tambahan dana sekaligus peningkatan pemahaman atas pentingnya konservasi badak.
Harus diakui, gejala penurunan populasi badak Jawa memang belum tampaksetidaknya berdasarkan survei terakhir. Jumlah satwa yang kabarnya malas kawin itu diperkirakan 50 sampai 60 ekor. Namun, sejumlah ahli lingkungan khawatir, jika habitat tempat hidupnya tak bisa dijaga, populasi badak akan menyusut cepat. Badak merupakan salah satu satwa yang paling sensitif terhadap perubahan tempat hidup. Dan Ujungkulon, satu-satunya habitat badak Jawa di dunia selain lima ekor yang kini hidup di Vietnam, juga menghadapi ancaman kerusakan lingkungan yang sama.
Selain itu, badak Jawa terkenal lambat reproduksinya. Selama 40 tahun masa hidupnya, badak Jawa diperkiran cuma kawin dua-tiga kali. Itu pun, biasanya, hanya menghasilkan satu ekor anak. Percobaan penangkaran badak Jawa tak pernah berhasil. "Bagaimana ditangkar, dilihat saja sulit," kata seorang jagawana Ujungkulon.
Padahal, badak Jawa dianggap sebagai salah satu satwa langka terpenting di dunia. Bukan cuma karena jumlahnya sedikit, tapi juga lantaran begitu banyak misteri yang belum bisa diungkap: bagaimana pola pergerakan harian, pola makan, juga pola kawin masih jadi tanda tanya.
Upaya untuk mengungkap misteri itu bukannya tak ada. Tapi, di mana-mana di seluruh dunia, para pengelola pelestarian badak menghadapi tantangan serupa: dana terbatas, tapi ancamannya terus meningkat. Hanya, harus diakui, tantangan lingkungan pengelola Taman Nasional Ujungkulon tak segalak di tempat lain.
Di Kaziranga, India, misalnya, banjir mengancam sepanjang tahun. Pada musim basah, Sungai Brahmaputra melahap seluruh dataran dan menggenanginya dengan danau-danau musiman. Jika dosisnya cukup, luapan ini justru menguntungkan karena bisa jadi tempat berkubang bagi badak. Tapi, jika berlebihan, seperti pada 1988, banjir berubah menjadi neraka. Saat itu Kaziranga sampai kehilangan 39 badak. Meskipun demikian, populasi badak di sana naik satu setengah kali lipat dalam lima tahun terakhir.
Dalam hal pertumbuhan populasi badak, Nepal juga mencatat sukses. Menurut sensus terbaru Mei lalu, jumlah badak cula satu Nepal kini mencapai 612 ekor. Padahal, ketika memulai program pelestarian badak 30 tahun silam, badak Nepal tinggal 108 ekor.
Tapi, ini yang harus dicatat, suskes Nepal dan Kaziranga bukan cuma karena mereka membuka paket wisata badak. Pelestarian badak bisa dicapai jika hukum ditegakkan. Di Nepal, misalnya, para pemburu liar akan diganjar 15 tahun penjara dan denda lebih dari Rp 12 juta.
Bicara soal aturan, di sini, ancamannya juga tinggi: sampai 20 tahun. Persoalannya, apakah ancaman hukuman itu pernah diterapkan.
Dwi Setyo dan Laporan Biro Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo