Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Menuju Ke Tenaga Surya

Penggunaan tenaga matahari untuk mengatasi krisis kenaikan harga minyak. Di AS Presiden Jimmy Carter meresmikan pemakaian air panas bertenaga matahari, di Cina dibuat reflektor untuk memasak nasi. (tek)

14 Juli 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUNGKIN baru kali ini seorang Presiden Amerika Serikat naik ke atap Gedung Putih. Ini terjadi ketika Jimmy Carter meresmikan pemakaian sistim air panas bertenaga matahari 20 Juni lalu. Di atas ruang kabinet Gedung Putih itu, 32 sekat kaca kolektor sinar matahari berjajar. Disaksikan stafnya, beberapa wartawan dan undangan, Carter membuka sebuah kran. Air panas mengucur keluar, yang disusul oleh riuh tawa dan tepuk tangan hadirin. "Persekutuan asing manapun tak 'kan bisa menetapkan harga tenaga matahari. Tak seorang pun dapat mengembargo itu," kata Carter. Pengembangan teknologi tenaga surya sudah menjadi program pemerintahan Carter dalam usaha mengatasi krisis kenaikan harga minyak. Ada rencananya mendirikan sebuah "Bank Surya", misalnya, untuk membantu fihak yang ingin memasang sistim pemanasan bertenaga surya di rumah mereka. Akan ada pula keringanan pajak bagi mereka yang mempergunakan atau mengembangkan teknologi tenaga surya itu yang diharapkannya mengisi 20% dari kebutuhan enerji di AS menjelang tahun 2000. Sebuah pusat pembangkit listrik bertenaga matahari di Barstow, California akan dibuka tahun 1980. Padangnya seluas 50 hektar dipenuhi oleh deretan cermin yang memantulkan sinar matahari sehingga terpusat pada sebuah ketel uap. Uap ini menja ankan turbin dan kemudian generator yang mampu membangkitkan listrik sebanyak 10.000 kw. Problim terbesar dalam teknologi ini adalah menurunkan harga produksinya. Dinas Pengembangan Teknologi, sebuah Badan Penelitian dari Kongres AS, memperkirakan bahwa menjelang tahun 1980 mereka dapat menghasilkan listrik dengan biaya Rp 1.250 per kw/jam dan menjelang tahun 1983 dapat ditekan menjadi Rp 625. Target resmi pemerintah AS adalah Rp 300 per kw/jam -- masih 10 kali lipat dari harga yang dibayar pemakai listrik di Jakarta sekarang. Perhatian terhadap penggunaan tenaga matahari meningkat di mana-mana. Buktinya, ketika Perhimpunan Tenaga Matahari Sedunia (ISES) mengadakan konperensi tahun 1975 hanya 35 negara yang hadir. Tapi konperensinya tahun 1978 di New Delhi, India, dihadiri 52 negara, sedang dua bulan lalu 70 negara menghadirinya di Atlanta, AS. Pengeluaran seluruh dunia untuk proyek pengembangan dan pembuatan peralatan bertenaga surya pun diperkirakan naik dari sebesar $ 500 juta -- 60% dari jumlah ini di Amerika Serikat -- ke $1 milyar tahun depan. Teknologi tenaga surya yang sangat populer sekarang ini adalah sistim untuk pemanasan air. Lebih 50 negara kini membuat berbagai peralatan untuk keperluan ini. Perhatian besar juga ditujukan kepada peralatan masak, pengering dan penyuling air asin. Kini di RRC dibuat reflektor dengan garis tengah 5 meter, yang bisa dipakai masak nasi dan air untuk keperluan 100 orang sekaligus. Cina juga telah mengembangkan alat las bertenaga matahari. Rp 900 Milyar India membina program tungku masak bertenaga surya. Dengan bantuan Jerman Barat, India akan membangun sebuah pembangkit listrik dari matahari. Vietnam telah mendirikan sebuah Institut untuk Penelitian Tenaga Matahari. Thailand mempelajari kemungkinan mempergunakan tenaga matahari untuk pengolahan air buangan industri, sedang Filipina mengadakan berbagai percobaan dengan pohon yang cepat tumbuh berkat tenaga matahari. Terutama pohon yang dipergunakan untuk kayu bakar. Di Australia, industri peralatan pengolahan tenaga matahari berkembang pesat untuk ekspor. Tidak mengherankan kalau Markas Besar Perhimpunan Tenaga Matahari Sedunia (ISES) berada di Melbourne. Jepang menggerakkan "Proyek Cahaya Matahari" yang biayanya menjelang tahun 2000 akan mencapai Rp 900 milyar. Titik beratnya adalah pada produksi sel surya. Untuk tahun 1986 direncanakannya pembangkit listrik dengan daya 10 MW dan tahun 1991 dengan daya 100 MW -- semua dengan sel surya. Sel itu terbuat antara lain dari bahan silikon yang mengolah sinar matahari langsung menjadi listrik. Program Korea Selatan lebih ambisius lagi. Negeri itu yakin bahwa separuh kebutuhan enerjinya menjelang tahun 2000 dapat dipenuhi oleh tenaga surya. Rencananya sebanyak 82.000 rumah tahun 1983 akan dipanaskan dengan tenaga matahari, sedang "Kota Surya" mulai berwujud di bagian Timur kota Seoul. Indonesia, negeri matahari, juga tidak ketinggalan. Pelopor dalam penelitian teknologi ini adalah ITB di Bandung dan GAMA di Yogyakarta. Sudah ada perjanjian Indonesia dengan Jerman Barat untuk membangun proyek penelitian di Tangerang dan di sebuah pulau di Teluk Jakarta. Proyek ini akan dimulai Agustus mendatang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus