Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Lebih Rawan di Timur

Simulasi menghadapi gempa perlu digencarkan. Waspadai frekuensi gempa di Indonesia bagian timur.

21 Mei 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di pantai Pelabuhan Ratu, tegaklah gedung berlantai empat itu. Berbeda dengan bangunan-bangunan besar lain di sekitarnya, gedung milik PT Perkebunan Nusantara VIII Jawa Barat ini bertumpu pada bantalan karet yang melekat di atas fondasi. Inilah bangunan terbesar pertama milik pemerintah di pinggir pantai yang dirancang tahan lindu.

Berdiri sejak 1997, gedung bertingkat empat itu sukses melewati dua ujian. Pertama, gempa buatan berkekuatan 4,6 pada skala Richter. Kedua, gempa yang menggoyang hampir seluruh pesisir selatan Jawa, yang menimbulkan tsunami di pantai Pangandaran pada pertengahan tahun lalu. Bantalan karet itu mampu meredam getaran gempa hingga tersisa hanya sepuluh persennya. Bantalan sejenis kemudian dipakai sebagai model pada sejumlah konstruksi bangunan baru di Aceh dan Nias.

Bangunan antigempa menjadi salah satu solusi untuk memperkecil kerusakan akibat lindu. Tapi, untuk membuat fondasi berbantal karet itu biayanya mahal, Rp 2 juta untuk setiap bantalan karet bergaris tengah 40 sentimeter dan tebal 15 sentimeter. Apalagi jika harus membongkar rumah lama. Jadi, ”Yang lebih penting adalah memberi pemahaman pada masyarakat,” kata Suhardjono, Kepala Bidang Gempa Bumi, Badan Meteorologi dan Geofisika, pekan lalu.

Ibarat maut, gempa bumi tidak bisa diprediksi. Satu-satunya cara menghindari akibat yang fatal adalah dengan mengetahui posisi tempat tinggal serta lingkungan di sekitar kita. Dalam bangunan yang tinggi, kata Suhardjono, seseorang harus tahu ke mana menyelamatkan diri. ”Pengelola gedung wajib memberi tanda petunjuk arah ke pintu darurat atau lokasi yang aman untuk berlindung dari reruntuhan.”

Karena itu, simulasi penyelamatan diri menghadapi gempa merupakan kegiatan yang harus dilakukan secara rutin, baik di sekolah, perkantoran, maupun pusat-pusat keramaian. ”Karena kita kerap lupa,” katanya. Dia mencontohkan di beberapa negara yang rawan gempa, seperti Jepang, pemerintah daerah membangun monumen atau museum peringatan di lokasi rawan gempa untuk menjaga ingatan warganya.

Seperti halnya Jepang, Indonesia terbilang negara langganan gempa tektonik dan vulkanik. Walau begitu, Surono, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, mengingatkan bahwa masyarakat tak perlu cemas. Bencana geologi, katanya, hanya terjadi jika di satu wilayah pernah ada pergerakan geologi destruktif, entah itu gempa bumi atau letusan gunung api. ”Kalau belum pernah terjadi, kemungkinan gempa di masa depan boleh dikesampingkan,” katanya.

Karena itu, daerah-daerah yang pernah mengalami gempa harus menjadi prioritas simulasi penyelamatan dan penyuluhan agar warga selalu waspada. Dalam mitigasi, menurut peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Danny Hilman Natawidjaja, Indonesia tak saja kesulitan dalam penyediaan sarana. Tenaga ahli juga tidak cukup. Apalagi, kebanyakan alat pemantau tersebar di kawasan barat Indonesia. Ia menyarankan pemerintah agar lebih sering melakukan pemantauan di bagian timur. ”Pergerakan lempeng (di wilayah timur) dua kali lipat lebih cepat,” katanya.

Daerah timur Indonesia terhitung istimewa dilihat dari aspek geologi. Dia membandingkan, jika di wilayah barat Indonesia dalam setahun bisa terjadi tiga kali gempa besar, di timur kejadiannya bisa sampai dua kali lipat.

Perhatian pemerintah selama ini baru tertuju pada wilayah barat. Danny maklum, prioritas itu diberikan karena jumlah penduduk lebih banyak di wilayah barat. ”Tapi dalam jangka panjang, daerah timur akan penuh penduduk,” katanya. Pemantauan sebaiknya segera dilakukan karena belum terlalu banyak infrastruktur yang dibangun.

Adek Media, Ahmad Fikri (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus