Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nasib badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon sedang mendapat perhatian luas. Sebabnya, pengakuan tersangka kelompok pemburu liar ke penyidik kepolisian telah membunuh hingga 26 ekor. Puluhan badak cula satu yang sudah terancam punah itu dibunuh untuk diambil culanya dan diperdagangkan di pasar gelap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski menyatakan akan mendalami terlebih dulu data dari pengakuan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berjanji akan lebih meningkatkan pengawasan di Taman Nasional Ujung Kulon. Selain patroli rutin, peningkatan upaya pengawasan yang sudah dilakukan saat ini disebutkannya adalah mengubah sistem pengamanan dengan sistem perlindungan penuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Full protection system di mana seluruh wilayah semenanjung tidak boleh dimasuki oleh masyarakat dengan alasan apapun termasuk wisata," kata Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Satyawan Pudyatmoko, kepada Tempo, Rabu 5 Juni 2024.
Peningkatan kedua yang telah dilakukan, kata dia, dengan mengubah pola patroli yang mewajibkan 24 jam berada di lapangan termasuk wilayah laut dan darat. Juga, yang ketiga, patroli mengerahkan drone pemantau termal yang mampu mendeteksi penyusup ke taman nasional tanpa izin.
Kerja sama dengan polisi dan TNI, ditambahkannya, juga tetap terjalin dalam patroli dan juga penindakan. Termasuk dalam penangkapan para tersangka pemburu liar dari Kampung Ciakar, Desa Rancapinang, yang belakangan mengaku telah membunuh 26 badak tersebut. "Kerja sama cukup efektif dan Balai TNUK akan teruskan hingga keseluruhan DPO (buronan) tertangkap," kata Satyawan.
Pemburu Liar Bukan Satu-satunya Ancaman
Satyawan mengatakan, kasus perburuan badak adalah masalah serius yang memerlukan tanggapan cepat dan terkoordinasi semua pemangku kepentingan. Dengan mendukung penegakan hukum, meningkatkan upaya konservasi, dan melibatkan komunitas serta teknologi, menurut dia, langkah signifikan bisa dilakukan menuju perlindungan yang lebih baik bagi badak Taman Nasional Ujung Kulon.
Namun, Satyawan mengungkapkan, tantangan dalam konservasi badak jawa bukan hanya perburuan liar. Tantangan lain berupa populasi tunggal yang berpotensi terjadinya penurunan kualitas genetik. Ada pula tantangan ancaman ketersediaan pakan berupa tumbuhan invasif yang banyak dan tersebar di habitat badak jawa.
Belum lagi, Satyawan menambahkan, "Habitat yang rentan terhadap bencana alam; karena posisi Taman Nasional Ujung Kulon berada pada daerah rawan gempa, Gunung Krakatau, dan tsunami."