Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Lunturnya Terumbu Karang Kami

Setelah kesehatan terumbu karang sekitar Aceh pulih dari trauma akibat tsunami 2004, sekarang timbul gejala mematikan: pemutihan akibat pemanasan Laut Andaman.

13 September 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sewaktu Dr Edi Rudi, peneliti dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, menyelam di perairan sekitar Pulau Sabang pada pertengahan tahun lalu, ia melihat karang di sana sudah berwarna-warni, elok dipandang. Tapi, beberapa pekan silam, saat ia kembali ke wilayah ujung Laut Andaman itu, warna terumbu karang sudah luntur. Tidak ada lagi keindahan karang, hanya warna putih pucat.

Edi terperangah. Pemutihan sangat luas. ”Sebagian besar terjadi di (perairan) bagian utara Sabang,” katanya. Segera saja berita laju pemutihan terumbu karang besar-besaran di Laut Andaman sekitar Aceh menyebar sejak akhir bulan lalu ke seluruh dunia.

Dampak pemutihan pun cukup dramatis. Menurut Yudi Herdiana, Koordinator Program Kelautan Wildlife Conservation Society di Aceh, 80 persen mengalami pemutihan. ”Sekitar 20 persen (dari yang mengalami pemutihan) sudah mati,” katanya.

Syiah Kuala memang bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memantau terumbu karang. Selain Wildlife, bergabung dengan mereka para peneliti Universitas James Cook, Australia, dan lembaga lingkungan Flora and Fauna International.

Semua berkepentingan dengan terumbu karang karena, meski hanya menutup kurang dari satu persen dasar laut dunia, yakni di perairan dangkal, sekitar 25 persen spesies laut hidup di sana. Posisi terumbu karang bisa dibandingkan dengan hutan tropis di darat. Luasnya sedikit tapi ekosistemnya memiliki penghuni sangat banyak.

Pemutihan terumbu karang biasanya muncul akibat perubahan suhu laut. Ini tidak terkecuali dengan pemutihan di sekitar Aceh. Edi menunjuk kenaikan suhu air laut, sejak Februari silam, yang rata-rata mencapai dua derajat Celsius dari suhu rata-rata. Kenaikan suhu tertinggi tercatat muncul di Laut Andaman selama April-Mei, dengan puncak 34 derajat Celsius—empat derajat lebih tinggi dari rata-rata—pada 27 Mei silam.

Begitu mendengar ada kenaikan suhu, menurut Yudi, Wildlife mengirimkan tim ke Aceh untuk memantau terumbu karang. Pihaknya sudah membayangkan kenaikan suhu itu bakal menimbulkan masalah. Mereka masih ingat bagaimana perairan yang menghangat akibat El-Nino pada 1998 menyebabkan pemutihan besar-besaran di seluruh dunia. Saat itu sekitar 19 persen terumbu karang dunia mati.

Perairan yang tambah panas akan membuat terumbu karang ”kegerahan” dan mengusir alga berukuran mikroskopis yang sangat penting, Zooxanthellae, yang menjadi selaput di luar batang terumbu karang. Saat berfotosintesis, Zooxanthellae ini mengeluarkan warna-warna indah yang kita kenal sebagai warna terumbu karang.

Begitu Zooxanthellae terusir, terumbu karang tak hanya kehilangan warna sehingga menjadi putih, tapi juga menjadi kelaparan. Ini karena terumbu karang tidak melakukan fotosintesis dan 90 persen makanan didapat dari nutrien sisa Zooxanthellae yang melakukan fotosintesis.

Sejumlah karang sanggup bertahan hidup dengan energi yang tidak dibantu Zooxanthellae. Tapi sebagian lagi mati. Celakanya, jenis terumbu karang yang banyak di sekitar Aceh adalah acropora, yang gampang mati jika ditinggal Zooxanthellae.

Selain di sekitar Aceh, beberapa wilayah Andaman seperti Thailand dilaporkan muncul gejala pemutihan terumbu karang. Tapi, menurut Yudi, ”Di sana belum ada penelitian ilmiah seperti di Aceh.” Akibatnya, belum bisa dihitung berapa besar pemutihan di wilayah Andaman lainnya.

Di Aceh sendiri, karena efek pemutihan membutuhkan waktu hingga terlihat dampaknya, para peneliti melakukan survei dari gejala awal suhu meningkat hingga awal Agustus. ”Bleaching (pemutihan) inilah yang dianggap sebagai penyumbang kerusakan karang paling parah di Aceh setelah tsunami,” kata Edi. Tsunami mengakibatkan ketidakseimbangan sehingga—seperti di sekitar Pulo Aceh di dekat Sabang—tinggal 20 persen perairan dangkal yang memiliki terumbu karang yang masih sehat.

Sejak tsunami itu, para nelayan bahkan sulit menemukan ikan dengan nilai jual tinggi di kawasan terumbu karang. Terumbu karang yang rusak memang susah pulih, dan akibatnya mempengaruhi ikan-ikan yang biasa hidup nyaman di sana.

”Sangat sulit didapat ikan karang sekarang, dibandingkan dengan sebelum tsunami dulu,” kata M. Ali Rani, Sekretaris Panglima Laot—lembaga nelayan tradisional Aceh—Kota Sabang. Semula ikan kerapu, yang enak dibakar itu, gampang didapat karena mereka hidup di sekitar karang. Tapi sekarang tinggal ikan pemakan alga di daerah terumbu karang, sehingga nelayan terpaksa berlayar lebih jauh untuk mendapatkan ikan.

Tahun lalu kondisi terumbu karang memang membaik. Sekitar 75 persen perairan dangkal Pulo Aceh sudah ditutupi terumbu karang warna-warni, sampai kemudian ada pemutihan terumbu karang ini.

Edi dan para peneliti dari lembaga internasional itu bisa membandingkan karena mereka sudah memantau kesehatan terumbu karang sejak 2005. Mereka menjadikan Pulau Sabang, yang berada di ujung perairan Andaman, sebagai pangkalan penelitian. Ada 17 titik pengamatan di sekitar Sabang, terutama di wilayah dengan tutupan karang cukup bagus, rata-rata 50 persen, seperti Iboih, Pulau Rubiah, Sumur Tiga, dan Pulo Selako.

Survei besar mereka lakukan pada 2009 dan kemudian pada Mei silam. Dalam pemantauan pada Mei lalu itu, mereka menemukan pemutihan terumbu karang yang cukup parah. Di tiap titik pemantauan, mereka mencebur ke laut, mengamati, dan memotret. Gambar yang mereka dapat lalu dibandingkan dengan pengamatan sebelumnya. Kadang cuaca agak ganas saat mereka memantau. ”Bahkan ada satu kali, perahu kami hampir terbalik,” kata Edi.

Nur Khoiri, Adi Warsidi

Pemutihan Itu Tidak Baik

Bagi terumbu karang, pemutihan adalah pertanda buruk. Bukan hanya warnanya pudar dan tidak enak dipandang, pemutihan juga bisa mengakibatkan kematian. Pemutihan terbesar terumbu karang dunia terakhir terjadi bersamaan pada 1998. Saat itu 19 persen terumbu karang mati.

1. Terumbu karang sehat

Alga mikroskopis Zooxanthellae menempel di kulit luar terumbu karang dalam hubungan simbiosis mutualisme. Selain memberi warna, Zooxanthellae memasok sekitar 90 persen energi yang dibutuhkan terumbu karang.

2. Pemutihan terumbu karang

Zooxanthellae diusir dari lapisan luar terumbu karang. Berbagai sebab membuat mereka berpisah, mulai perubahan suhu hingga stres. Kenaikan 1,5 hingga 2 derajat Celsius selama enam pekan sudah bisa memicu pemutihan. Jika sudah melebihi delapan pekan, terumbu karang mulai mati.

3. Terumbu karang mati

Karena kurangnya energi akibat tidak ada pasokan dari Zooxanthellae, sebagian terumbu karang mati.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus