PARA penggemar makanan kerang diperingatkan supaya lebih
hati-hati. Minggu lalu Ny. W. Kastoro, Kepala Bagian Moluska,
Lembaga Oceanologi Nasional, LIPI, berkata "Penelitian di
perairan Indonesia menunjukkan konsentrasi bakteri kholera,
typhus dan disentri pada tubuh kerang yang cukup tinggi,
sehingga mengkhawatirkan bagi kesehatan manusia yang
memakannya."
Mengapa terutama kerang Dr. David Phillips dari Departemen
Pertanian Hongkong menjelaskan: "Manusia lebih mudah kena
penyakit berbahaya karena makan kerang daripada karena makan
ikan atau udang, sebab kerang hidup berkelompok di dasar laut
dangkal dekat pantai, di mana sampah manusia dan buangan
industri berhimpun. Konsentrasi bakteri dan zat racun di dasar
laut menyebabkan kerang terutama tercemar, berbeda dengan ikan
atau udang yang berenang di atas."
Kebetulan kini kerang menjadi hidangan lezat di restoran seafood
umumnya, juga di Hongkong. Perairan Deep Bay, yang menghasilkan
kerang untuk Hongkong, kebetulan sedang sangat dicemarkan oleh
buangan binatang, manusia dan industri.
Bagaimana di sini? Di Indonesia dikenal dengan berbagai sebutan,
seperti tiram, remis, kijing, lokan, kepah. Sekarang makanan
lezat ini, yang kaya akan protein melebihi ikan atau daging
sapi, mungkin sumber potensial penyakit perut.
Pengolahannya?
Teluk Jakarta merupakan sumber kerang untuk konsumsi manusia di
ibukota, yang terkenal doyan jajan. Teluk ini pun merupakan
wadah penampungan sampah dan kotoran manusia, binatang dan
industri yang mengitari perairan itu, secara langsung atau
melalui sungai-sungai yang bermuara di sekitarnya.
Cara menghidangkan kerang di Indonesia sederhana saja. Kerang
mentah dicelup air mendidih sebentar untuk kemudian disajikan
dengan sambal kacang dan dimakan langsung dari kulitnya. Lain
negeri, lain pula caranya. Bahkan ada yang diolah cukup rumit
dan disajikan sebagai acara khusus.
Namun, demikian nasehat Ny. Kastoro, sebaiknya sebelum
menghidangkannya adalah perlu sekali orang merendam kerang dalam
air laut bersih selama minimal 24 jam. "Kontaminasi oleh kuman
bisa berkurang bila kerang itu dipurifikasi dulu sebelum
dikonsumir," katanya.
Umumnya kerang di tempat makanan seafood hanya dicelup dengan
air mendidih sebentar. Cara ini, menurut para "ahli makan",
menjamin terpeliharanya "hormon" yang "berkhasiat tinggi" bagi
pemakannya. Ini belum terbukti secara ilmiah, dan pasti cara
masak ini tidak menjamin terbunuhnya kuman yang terdapat pada
tubuh kerang itu. "Apalagi kalau kuman itu sudah sempat
menimbulkan spora," kara Ny. Kastoro. "Di luar negeri, ada
peraturannya supaya kerang untuk konsumsi selalu dipurifikasi
dulu sebelum dilempar ke pasaran. Di Indonesia, para pedagang
tidak diwajibkan melakukan purifikasi itu."
Sekalipun perarurannya di Indonesia belum ada, sudah ada juga
pedagang makanan laut mempurifikasi dagangannya. Hal ini terjadi
kalau omzetnya besar, dan membeli kerang jumlah banyak. Suplai
disimpannya dalam air bersih, sehingga si kerang ada waktu untuk
membilas dirinya dulu.
Nyonya Cina, pemilik tempat makan seafood di Jalan Pecenongan,
mengaku membeli bahan mentahnya dari pedagang di sepanjang jalan
Ancol atau Pasar Ikan, berasal dari Teluk Jakarta yang cemar.
Juga Sugiarto, penjaja kerang, yang berpangkal di depan gedung
Xerox, Kramat Raya, menjelaskan bahwa ia memperoleh bahan
mentahnya dari Ancol itu. Keduanya itu, misalnya, tidak mungkin
mengadakan purifikasi.
Lebih rumit persoalannya di Hongkong. Deep Bay, sumber utama
makanan kerang bagi penduduk koloni Inggeris itu, kini menjadi
tempat buangan industri sekitar teluk itu, plus kotoran manusia
dan binatang. Berkata Dr. Brian Morley, seorang ahli dari
Departemen Zoologi, Universitas Hongkong: "Penyelidikan
menunjukkan bahwa 60 persen tiram di teluk ini terkena polusi
oleh zat kimia yang membahayakan manusia dan oleh bakteri yang
menyebabkan penyakit serius." Selanjutnya ia menerangkan bahwa
kerang dari Deep Bay sudah mengandung sejenis cacing parasitik
yang tadinya terdapat pada ikan pari saja.
Demi Pariwisata
Para pejabat dan ahli di Hongkong sudah mempertimbangkan untuk
menutup saja industri tiram untuk konsumsi manusia, demi
keselamatan penduduk Hongkong. Tapi mereka yang mencari nafkah
di bidang itu mengemukakan bahwa sampai sekarang belum ada kasus
keracunan atau terserang bakteri akibat makan kerang di
Hongkong.
Di Indonesia? Agaknya bahwa pencemaran laut pun sudah ada,
walaupun sampai berapa jauh belum dapat diungkapkan dengan
pasti. Kembali Ny. W. Kastoro dari LON menerangkan "Baru dalam
Pelita III kita akan mulai melakukan penelitian tentang hal
itu."
Namun ada yang tidak menunggu lebih lama. Misalnya buku The
Unsteady State, Growth, Culture and Environt tal Problems
yang antara lain ditulis oleh Soetjipto Wiroradjono (waktu itu
masih bekerja pada Pusat Penelitian Lingkungan & Perkotaan di
Jakarta). Di dalam buku yang terbit di Hawai tiga tahun yang
lalu itu disebutkan bahwa sebenarnya sudah ditemukan akibat air
yang tercemar di Teluk Jakarta bagi kerang. Suatu prosentase
yang berarti di antara kerang itu telah terkena oleh caliform
bacteria, yang bisa menyebabkan penyakit pencernaan.
Adakah Lembaga Oceanologi tidak tahu? The Unsteady State menilai
bahwa laporan yang diterbitkan Lembaga Oceanologi Jakarta waktu
itu sengaja menggunakan "kalimat yang berhati-hati" dalam
menyebut adanya kontaminai terhadap kerang di Teluk Jakarta.
Demi pariwisata, pasaran ikan dan kerang, tak ada diumumkan
peringatan yang jelas kepada publik adanya bahaya itu . . .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini