Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Meranti, jangan musnah

Konperensi Internasional Dipterocarpaceae di Samarinda membahas masalah penyelamatan dan pengembangbiakan keluarga pohon meranti. Meranti adalah penghuni mayoritas hutan tropis yang sudah mati. (ling)

4 Mei 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIADA pohon, tiada hutan. Tak ada meranti, hutan tropis bisa musnah. Gawatnya rumus itu kembali disimpulkan dalam Konperensi Internasional Dipterocarpaceae (keluarga pohon meranti), yang berakhir Senin pekan lalu di Gunung Kelua, Samarinda. Inilah konperensi ketiga yang diselenggarakan oleh organisasi para ahli meranti yang tergabung dalam International Working Group on Dipterocarpaceae. Yang pertama di Paris, 1977, kedua di Kuala Lumpur, 1980. Meranti jenis pohon yang gampanggampang susah. Sebelum mencapai ketlnggian sekitar 5 meter, pohon yang bisa menjulang 70 meter ini mudah mati. Lain daripada itu, bijinya pun mudah busuk, tak tahan disimpan lama. Padahal, pohon ini tak berbuah tiap tahun. Pihak Biotrop Bogor baru bisa menyimpan biji meranti paling lama dua minggu. Baru Malaysia yang bisa menyimpannya hingga enam bulan. Ini menyebabkan meranti susah dikembangbiakkan. Padahal, kayu meranti termasuk nomor satu sebagai bahan kayu lapis. Itulah, ketika Indonesia membuka pintu bagi modal asing, meranti tak luput dari perhatian. Bahkan kemudian diketahui, ekspor kayu Indonesia 1972-1982, lebih dari 70% adalah kayu meranti. Padahal, seperti sudah disebutkan penghuni mayoritas hutan tropis adalah meranti, dan jenis pohon ini susah berkembang biak. Akibatnya, menurut penghitungan badan pelestarian lingkungan internasional (WWF dan IUCN), antara 1976 dan 1980 Indonesia per tahun kehilangan 550.000 ha hutan per tahun. Tentu saja itu dianggap gawat. Indonesia mempunyai luas hutan tropis ketiga terbesar, setelah Brazil dan Zaire. Dan hutan tropis merupakan 40% dari hutan sedunia. Hutan inilah yang menjadi penyangga kehidupan makhluk hidup: penyimpan air, pencegah erosi, sumber kekayaan alam. Bayangkan, bila sebagian besar hutan lenyap, karena meranti dibabat tanpa batas. Itu sebabnya, konperensi itu, yang dihadiri oleh para ahli meranti dari 12 negara, memusatkan perhatlan pada penymgkapan sifat-sifat meranti. Dari soal komposisi dan struktur pohon, hingga masalah mengembangbiakkannya. Ini memang masalah serius, "Karena soal dasarnya saja belum kita ketahui semua," kata Deddy Hadrijanto, staf ahli Departemen Pembinaan Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, universitas tuan rumah konperensi ini. Dan bila konperensi memilih tempat di Kalimantan Timur memang disengaja. Di daerah mi hutan meranti diduga menylmpan jenis meranti paling banyak. Buktinya, ketika para ahli itu mengadakan peninjauan ke dalam hutan, tak semua pohon di situ mereka kenal golongannya. Dan, kebakaran hutan terbesar di dunia di Kalimantan Timur tahun lalu, salah satu dampaknya bagi meranti yakni: pohon itu jadi mandul, tak berbuah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus