TIGABELAS ekor rusa dan dua ekor banteng kini memperkaya
margasatwa kawasan Pelestarian Alam Meru Betiri di Jawa Timur.
Menteri Negara Emil Salim baru-baru ini secara simbolis
melepaskan kedua jenis hewan itu --suatu pertanda lagi bahwa
pemerintah tetap akan menutup kawasan itu bagi kehidupan
manusia.
Di Meru Betiri masih terdapat dua perkebunan yang menghidupkan
sekitar 5000 penduduk. Kontrak perkebunan itu berakhir pada
tahun 1982. Karena pemerintah telah memutuskan untuk tidak lagi
memperpanjang kontrak itu, pernah satu delegasi H. Samawi yang
mengatasnamakan penduduk daerah itu menyampaikan keluhan mereka
pada DPR. Mereka tidak bisa memahami kenapa lapangan pekerjaan
5000 manusia Indonesia harus dikorbankan demi 4 ekor harimau.
Sebaliknya, mereka mengusulkan supaya menangkap dan
mentransmigrasikan ke-4 ekor harimau itu ke Sumatera atau pulau
lain.
Tapi persoalannya ialah harimau itu merupakan suatu unsur dari
ekosistem alam. Semula harimau itu punah karena lenyapnya ribuan
jenis kehidupan berupa tanaman dan hewan yang saling menunjang
dan mempengaruhi.
Tidak mungkin dipastikan bahwa punahnya beberapa jenis kehidupan
berakibat fatal bagi manusia. Para ahli belum bisa menetapkan
batas kritis, pada tingkat mana lenyapnya berbagai jenis
kehidupan akan menghancurkan jaringan kehidupan di bumi.
Jumlah jenis kehidupan di bumi ditaksir 3 sampai 10 juta. Sampai
sekarang baru 1« juta jenis diketahui dan tercatat oleh para
ahli. Sebagian terbesar terdapat di daerah tropis dengan hutan
hujannya yang lebat dan rindang. Tapi akibat makm menjalarnya
wilayah manusia --dan hutan pun ditebang--banyak jenis kehidupan
terdesak dalann areal yang semakin kecil dan lenyap sebelum
dikenal manfaatnya.
"Proses pengembangan alamiah karena itu terganggu sehingga tidak
ada pembaharuan," kata Profesor Michael Souledari Universitas
California di San Diego, AS. Ia mengingatkan bahwa ini
mengakibatkan evolusi akan terhenti di daerah tropis menjelang
tahun 2000, terutama bagi jenis binatang menyusu dan burung.
Ancaman terhadap berbagai jenis kehidupan tadi akhirnya akan
menghancurkan ekosistem yang menunjang kesejahteraan manusia.
Ini sudah dapat disaksikan dengan bertambahnya bermacam serangga
yang mengungguli segala pestisida, serta pesatnya perkembangan
berbagai gulma seperti eceng gondok dan alang-alang.
Norman Myers, biolog dan ahli satwa liar, meramalkan kemungkinan
lenvapnya lebih sejuta jenis kehidupan -- 10 sampai 20% --
menjelang akhir abad ini. Dalam bukunya The Sinking Ark, Myers
menyimpulkan bahwa setiap hari sedikitnya satu jenis tanaman
lenyap, sedang dalam beberapa tahun lagi ini mungkin terjadi
setiap jam.
Di Muangthai, Dr. Boonsong Lekagul, biolog dan ahli satwa Asia,
menunjuk penghancuran hutan tropis hujan sebagai sebab utama
dari punahnya berbagai jenis kehidupan. Demi mengembangkan
sawah, konsesi kehutanan, industri, perkebunan dan kebutuhan
akan ruang hidup bagi sekian penduduk yang makin bertambah,
pemukiman alamiah satwa dan flora dikorbankan.
Tidak Menentang
Di Filipina penebangan hutan tropis hujan dalam tahun 70-an
mencapai 170.000 ha yang berakibat fatal bagi satwa liar dan
jenis kehidupan lainnya. Kantor Urusan Satwa Liar di sana telah
mencatat lebih 20 jenis satwa yang terancam punah, termasuk
elang Filipina yang tersohor dan tamaraw, seJenis sapi.
Juga satwa di Malaysia terpukul akibat penebangan hutan ini.
Dikhawatirkan nasib Orang Hutan di Sabah dan Serawak. Juga di
Indonesia Orang Hutan ini terancam punah karena habitatnya makin
berkurang. Malaysia dan Indonesia telah mendirikan berbagai
Pusat Rehabilitasi bagi Orang Hutan itu, tapi banyak ahli
meragukan manfaatnya.
Hutan tropis hujan --yang meliputi lebih seperenam permukaan
bumi atau sekitar 2.500 juta HA--sedang dibabat manusia dengan
kelajuan yang tiada taranya dalam sejarah. Dengan sedih Dr.
Boonsong memperhatikan gejala ini. "Saya tidak menentang
kemajuan," katanya, "tapi saya tidak dapat menyetujui pemusnahan
sumber daya sebelum arti biologis dan manfaat ekonomisnya
diketahui. Kesejahteraan di bumi ini tergantung dari
keseimbangan alamnya."
Dr. Boonson terkenal sebagai pejuang gigih untuk mendirikan
cagaralam. Kini hampir 5% wilayah negeri Muangthai dilindungi
oleh suaka alam. Belum mencukupi," kata Dr. Boongsong, "tapi
jauh lebih baik dari sebelumnya."
Kembali ke kawasan Meru Betiri. Pertimbangan menutupnya, seperti
diucapkan Emil Salim, ialah juga demi kepentingan generasi
mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini